Tukang Bakso di Cendana: Jaya Saat Pak Harto, Melarat di Zaman Jokowi
Sebagian rambutnya memutih dan beberapa kerutan menghiasi wajahnya.
Lantas, ia menemui dan menyampaikan kegundahannya itu kepada putra kelima mendiang Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau karib disapa Tommy Soeharto. Tommy datang bak pahlawan buat Andi.
Sebab, Tommy mengizinkannya untuk menempati rumah dekat kediaman Soeharto sebagai tempat tinggal sekaligus tempat menjajakan bakso.
Rumah yang kini menjadi tempatnya berteduh sekaligus tempat berjualan bakso merupakan rumah salah seorang pegawai Tommy yang lama tak dihuni.
"Tadinya rumah ini yang menempati pegawainya Mas Tomy. Sekarang yang pakai kita-kita yang pada dagang," tuturnya.
Andi mengaku mulai merantau dari kampung halaman, Kuningan, Jawa Barat dan berjualan bakso di Jalan Cendana sejak 1965 atau saat masih berusia 15 tahun.
Saat itu, ia menjual baksonya Rp5 per porsi. Ia mengadu nasib ke ibukota, terkhusus di 'daerah terlarang' Jalan Cendana saat itu karena untuk membantu perekonomian keluarga di kampung halaman.
Saat ini, ia telah dikaruniai enam anak dan sembilan cucu. Seiring perubahan zaman dan kenaikan harga pokok, kini Andi menjual baksonya dengan harga Rp16 ribu per porsi.
Ia mengenang masa-masa kejayaan saat masih berjualan bakso di ujung Jalan Cendana. "Saya dagang sejak Pak Harto belum jadi presiden, waktu Pak Harto masih Mayjen. Waktu itu yang dagang cuma saya. Tadinya, Jalan Cendana ini sepi, sejuk dan sangat banyak pepohonan," kenangnya.
"Dan sejak Pak Harto jadi presiden, jalan ini sudah nggak bisa sembarangan dilewati, dijaga ketat sama TNI. Untung saja saya dibolehkan dagang sama keluarga Pak Harto di sini," sambungnya. Sore itu, belasan mobil dan motor ramai melintas Jalan Cendana.
Menurutnya, selain warga penghuni komplek, keenam putra-putri Soeharto hingga jenderal TNI yang tengah bertamu di kediaman Soeharto saat itu adalah pelanggan baksonya.
Putra-putri Soeharto sudah membeli dan memesan bakso dagangan Andi sejak masih kanak-kanak hingga dewasa. Pun mereka masih tetap memesan kendati sang ayah berhenti dari tampuk kekuasaan sebagai presiden pada 21 Mei 1998.
"Pendapatan saya turun sejak Pak Harto meninggal (pada 27 Januari 2008). Biasanya yang beli banyak. Karena banyak orang yang bertamu ke rumah Pak Harto, seperti perwira TNI, sopirnya atau wartawan suka nongkrong dan beli bakso di tempat saya," kenangnya.
Bahkan, bakso dagangan Andi kerap diborong untuk acara tertentu di kediaman Soeharto dengan harga lebih mahal dan beberapa kali dipesan oleh pihak hotel bintang lima.
"Kemarin-kemarin kalau ada acara di rumah Pak Harto, orang dari Pak Tomy suka pesan 20 mangkok. Harganya semangkok Rp20 ribu, mungkin bagi-bagi rezeki ke saya," selorohnya seraya tertawa ringan.
Meski lama berjualan bakso di Jalan Cendana, Andi baru sekali seumur hidupnya bertemu dan bersalaman dengan Presiden Soeharto di kediamannya, yakni pada Hari Raya Idul Fitri 1980.