Hijab Itu Dari Hati, Ya

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Heri Prihartono

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Hijab itu bagai candu yang menjadi kenikmatan tersendiri bagi penggunanya, terutama mereka yang berani mengambil langkah berhijab dari hati bukan karena trend semata.

Raiina Harni saat ini sudah memasuki usia 22 tahun mengakui sudah merasakan nikmatnya berhijab yang ia lakoni selama kurang lebih empat tahun.

Awalnya saat ingin masuk IAIN STS Jambi kewajiban berhijab membuatnya berani memulai menggunakan pakaian wajib wanita muslim ini, terlebih dorongan orang tuanya untuk berhijab. Akhirnya lambat laun, ia memutuskan untuk berhijab tanpa bongkar pasang lagi.

"Mungkin awalnya karena masuk IAIN, setelah itu orang tua mantepin jangan sampai bongkar pasang hijab," ujarnya.

Kesannya setelah berhijab, ia merasa lebih nyaman, dan hatinya lebih tentram. Setelah berhijab ia mengakui kesempurnaan nurani sebagai hidayah ilahi akan pancaran hijab yang ja mantapkan di dalam hati.

Ia mengaku awal berhijab sempat mendapat tantangan dari rasa heran temannya saat melihatnya berhijab, pasalnya saat masuk SMA ia sulit akrab dengan hijab. Tantangan itulah yang membuat ia terus bersemangat untuk berhijab, apalagi hatinya sudah merasa klop.

Setelah berhijab, meskipun masih terbawa perilaku selama di SMA, namun ia merasa ada perubahan setelah menjalani hijab.

"Misalnya dulu pecicilan awal kuliah, makin lama makin berkurang, dan mulai berhati-hati dalam berbicara," jelasnya.

Ia juga merasakan perubahan dari ibadah, bahkan salat lima waktu pun ia jaga sebagai bekal di akherat nanti.

"Salatnya jadi lebih rajin, walaupun kadang harus dibangunin alarm," ujarnya.

Setelah berhijab ia pun mulai mendalami agama meskipun menurutnya masih dalam proses belajar yang terus ia lakukan.