Citizen Journalism
Keberlanjutan Investasi Tergantung Alam
TNKS memiliki nilai ekonomi langsung dan tidak langsung yang berdimensi ekonomi Jangka Panjang.
Syamsul Bahri, SE
Conservationist dan Dosen STIE‑SAK
DI tengah kontroversi rencana pembangunan Jalan memotong Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Pembangunan PLTA Kerinci oleh PT Bukaka melalui PT Kerinci Tirta Energi, sebagai jawaban, bahwa TNKS memiliki nilai ekonomi langsung dan tidak langsung yang berdimensi ekonomi Jangka Panjang.
Nilai ekonomi itu berlaku baik untuk masyarakat, pemerintah dan negara, dengan harapan rencana pembangunan jalan lebih berpikir pada azas kelestarian dan azas prioritas.
Terutama dalam upaya mencegah bencana yang setiap saat akan memiliki kemungkinan besar akan datang.
Mega Poyek Pembangunan PLTA Kerinci Tirta Energi (PT. Kerinci Hydro Power) sebagaimana dikatakan oleh Komisaris Utama PT Bukaka H. M Jusuf Kalla (yang akrab dipanggil dengan JK) akan menghabiskan dana sekitar Rp 4 triliun.
Memang disadari perencanaan dan desain Pembangunan Proyek ini membutuhkan waktu yang cukup lama, dimulai dari tahun 1981, yang dulunya bernama PLTA Merangin ‑2, merupakan salah satu proyek yang sangat menjanjikan di Indonesia, baru pada tahun 2005 perencanaan dan desain dikaji ulang oleh PT. Kerinci Tirta Energi (PT. KTE), yang bersifat inovatif, untuk mewujudkan desain yang efektif, economis, dan aplikatif serta diimplementasikan proyeknya pada tahun 2007.
Dengan lama proses proyeknya, berbagai tudingan dan opini negatif yang muncul, namun PLTA ini dapat terwujud dengan kapasitas ±180 Mega watt yang merupakan mega proyek, untuk mencukupi kebutuhan aliran listrik dan mengantisipisi krisis listrik di Indonesia terutama untuk Pulau Sumatera
PLTA Kerinci Terta Energi (2x90 MW) tersebut dibangun dengan memanfaatkan arus air Sungai Batang Merangin, yang berasal dari Danau Kerinci berhulu dari berbagai sungai di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
Kawasan TNKS, yang selama ini dianggap sebagai penghambat pembangunan bahkan kecenderungan akan dibelah dari berbagai sudut.
Kesinambungan dan keberlanjutan mega proyek ini, tentunya memberi pengaruh ekonomi bagi masyarakat, serta solusi untuk mengatasi krisis listrik di Indonesia.
Namun proyek tidak bisa berjalan dengan baik apabila debit air Danau Kerinci tidak dapat dipertahankan. Investasi Rp 4 trilun oleh PT Bukaka akan sia‑sia. Pelestarian TNKS bisa dilakukan dengan mempertahankan kelestarian hutan, merahabilitasi/restorasi kawasan hutan TNKS yang rusak.
Kegiatan‑kegiatan pertanian yang berbasis konservasi menjadi sesuatu yang sangat penting dan vital dalam mempertahankan keberlangsungan PLTA ini.
Hal ini senada apa yang disampaikan JK sebagai komisaris utama PT. Bukaka pada acara kunjungan tahun lalu, bahwa untuk dapat memanfaatkan tenaga air yang tersedia saat ini jangan ada masyarakat yang merusak hutan (illegal logging, perambahan, dll).
Bila ini terjadi akan sama dengan apa yang terjadi di Jatiluhur dan beberapa PLTA di Indonesia. Pada awal dibangunnya pembangkit mampu menyediakan pembangkit listrik sebesar 200 MW. Namun saat ini hanya bisa 50 MW karena adanya perusakan hutan di sekitar waduk.
Jika hutan disekitar pembangkit tenaga listrik ini dapat terpelihara dengan baik, maka usia pembangkit listrik bisa mencapai satu abad.
Diharapkan mega proyek ini merupakan Prioyek yang memiliki manfaat ekonomi dan multiflier efek bagi pemerintah dan masyarakat. (*)