Benarkah Potensi Tsunami Selatan Jawa bukan Hoaks? Langkah Awal yang Sebaiknya Masyarakat Lakukan
amun begitu, para ahli dan badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) menyarankan agar viral pesan.
Ternyata Potensi Tsunami Selatan Jawa bukan Hoaks, Ini Langkah Awal yang Sebaiknya Masyarakat Lakukan
TRIBUNJAMBI.COM - Viral potensi tsunami selatan jawa tak selayaknya ditanggapi dengan panik berlebihan.
Namun begitu, para ahli dan badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) menyarankan agar viral pesan ini bisa jadi penggugah untuk mulai langkah mitigasi.
Kepala Bidang Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, mengungkapkan bahwa isu tsunami selatan jawa telah berkali-kali viral.
Tahun 2017, kajian potensi tsunami selatan Jawa bahkan sempat memicu upaya kriminalisasi pada peneliti.
Meski demikian, Daryono belum melihat pemerintah dan publik belajar dari kajian yang telah disebarluaskan.
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini 22 Juli 2019, Aquarius Bakal Raih Kesuksesan, Percintaan Taurus Luar Biasa
Baca: Layani 7 Pria Dalam Sehari, Pelanggan Wanita 50 Tahun Ini Kebanyakan Pelajar, Pakai Aplikasi Online
"Bolak balik hanya kagetan, gumunan. Tidak berbuah langkah mitigasi," demikian ungkapnya kepada Kompas.com, Sabtu (20/7/2019).
Ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Muhari, menuturkan bahwa di tengah minimnya dukungan dari pemerintah dalam mitigasi gempa maupun tsunami, masyarakat bisa memulai langkah kecil di tingkat komunitas untuk mengupayakan keselamatannya.
"Paling tepat dalam situasi sekarang adalah dengan merancang jalur evakuasi mandiri di tiap RT sekiranya lokasi RT ada di pinggir pantai," ungkap Abdul yang dihubungi Kompas.com, Minggu (21/7/2019). Jalur evakuasi bisa diupayakan dengan dana yang dimiliki desa.
Abdul menuturkan, langkah desa-desa di Pacitan dalam membangun jalur evakuasi mandiri bisa ditiru.
Mengawali dengan dana yang diterima dari pemerintah, masyarakat di sana bisa meneruskan dengan memakai dana sendiri, bersumber dari wisata vegetasi berbasis mitigasi bencana yang dikelola.
"Untuk Pacitan anggaran yang digunakan lebih banyak dari hasil kelola pariwisata pantai dibandingkan dana desa. Karena sekarang Pantai Teleng Ria setelah ditanami vegetasi cemara menjadi salah satu obyek wisata andalan yang dikelola masyarakat," urainya.
Masyarakat juga bisa merancang sebuah shelter tsunami yang bisa dipakai sebagai tempat berlindung sementara kala bencana datang.
Namun demikian, shlter punya permasalahannya sendiri sebab hingga kini para ahli pun masih membicarakan tentang ketahanan bangunan yang diperlukan.
Shelter bisa juga lokasi yang lebih tinggi. "Jika memanfaatkan saja kondisi yang ada, maka paling tidak harus berjalan menjauhi pantai setidaknya selama 20 menit atau berlari setidaknya 10 menit, dengan asumsi itu sudah menjauhi pantai sejauh 1 kilometer," ungkap Abdul.