Heldy Cinta Terakhir Soekarno 'Dituduh Pacaran', Ramalan Mbok Nong yang Akhirnya Terbukti
Ia menunduk, membiarkan pinggang kecilnya dipeluk Bung Karno yang terus-menerus menatapnya. “Siapa namamu?” tanya Bung Karno sambil berbisik.
Heldy Cinta Terakhir Soekarno, Ramalan Mbok Nong yang Akhirnya Terbukti, 'Dituduh Pacaran'
TRIBUNJAMBI.COM - Tak banyak yang mengetahui hubungan Soekarno dengan perempuan cantik ini.
Heldy Djafar, perempuan cantik asal Tenggarong, Kalimantan Timur, terpaksa mengakhiri perkawinannya dengan Bung Karno.
Perkawinan itu berakhir karena tak bisa lagi bertemu akibat situasi politik di akhir masa pemerintahan Presiden I Republik Indonesia itu.
Suatu pagi yang panas pada 1957, di sebuah rumah besar di Jalan Mangkurawang 9, Tenggarong, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Heldy Djafar, gadis kecil berusia 10 tahun, menangis meraung-raung gara-gara tak diajak kakak-kakak nya ke Samarinda.
Hari itu, Presiden Sukarno berpidato di alun-alun Samarinda.
Baca Juga
Soekarno Jatuh Cinta ke Pramugari Garuda Indonesia, Minta Anaknya Dilahirkan di Jerman
Soekarno Sampai Kaget Dengar Ucapan Dukun Jambi Marga Serampas Ini, Ia Ajukan Permintaan Sederhana
Pekerjaan Anna Maria di Masa Lalu yang Tak Diketahui, Sosok Ibu Gading Marten yang Cantik
Siapa Sebenarnya Kakek Gading Marten? Rahasia Keturunan Keluarga Semua Jadi Orang Sukses
Sang kakak tak mengizinkan Heldy pergi, karena selain perjalanan ke Samarinda hanya bisa dengan kapal menyusuri Sungai Mahakam selama dua jam, suasana akan sangat ramai setiap kali Presiden Sukarno berpidato.
Maka Heldy hanya bisa mendengarkan pidato Bung Karno di radio.
Bagi Heldy, yang penting bukanlah isi pidato, melainkan kebesaran dan ketokohan sosok yang fotonya banyak terpasang di dinding rumah orangtuanya itu.
Diramal akan mendapat orang besar
Lahir sebagai bungsu dari sembilan besaudara anak-anak pasangan H Djafar yang seorang pemborong terpandang di Tenggarong dan Hj Hamiah, pada 10 Agustus 1947, Heldy merasa selalu mendapat curahan perhatian keluarga.
Kakak-kakaknya adalah Zubaedah (perempuan), Erham (laki-laki), Milot (perempuan), Ruslan (laki-laki, sering dipanggil Yus). Badrun (laki-laki), Johan (laki-laki), Abu (laki-laki), dan Erni (perempuan).
Ketika mengandung Heldy, Hj Hamiah sempat melihat bulan purnama bulat utuh. Lalu teman ayahnya, seorang pria Tionghoa, mengatakan, “Nanti kalau bayimu lahir, harus dijaga ya, sampai dia beranjak dewasa.”
Saat Heldy duduk di bangku SMP, seorang tante (dalam bahasa Kalimantan adalah “mbok”), Mbok Nong, yang dianggap pandai meramal, mengatakan kepada Ibu Heldy, “Wah, anakmu ini kelak jika dewasa akan mendapatkan orang besar. Jadi tolong dijaga baik-baik ya.”
Si bungsu yang cantik dan berkulit putih itu selalu dilindungi dan dimanjakan. Ketika remaja, Heldy juga pandai mengaji hingga memenangi lomba baca Al Quran. Ayahnya paling senang merasakan kakinya dipijat si bungsu sambil melafazkan ayat-ayat Al Quran, sampai terlelap.