PARA Jenderal Diculik, Sukitman Saksikan Pria Ditutup Matanya: Terdengar Rentetan Tembakan

TRIBUNJAMBI.COM - Aksi penumpasan gerakan 30 September 1965, tidak bisa dilepaskan dari sepak terjang

Editor: ridwan
TribunBogor.com
Sukitman dan monumen Pancasila Sakti 

TRIBUNJAMBI.COM - Aksi penumpasan gerakan 30 September 1965, tidak bisa dilepaskan dari sepak terjang Sarwo Edhie Wibowo.

Secara khusus Majalah HAI pernah menurunkan artikel tentang sosok mertua Susilo Bambang Yudhoyono itu saat menumpas pemberontakan Gerakan 30 September.

Berikut ini tulisan Detik-detik 1 Oktober 1965 yang ditulis oleh Lili dan dimuat di Majalah HAI edisi no. 37/IX Oktober 1985.

Baca: VIDEO: KPK Larang Mobil Dinas untuk Mudik Lebaran, Bupati Safrial: Republik Ini Rancu

Kisah-kisah mengenai hari bersejarah, 1 Oktober 1965, sudah banyak dibaca, didengar maupun dilihat orang.

Melalui buku-buku, cerita dari para saksi mata, dan puncaknya - mungkin - melalui film panjang Pengkhianatan G 30 S/PKI.

Tetapi tokoh hidup masih menarik untuk dimintai keterangan.

Kalau sudah begini, akan terfokus kepada figur Sarwo Edhie Wibowo yang ketika meletusnya G 30 S tahun 1965 menjabat sebagai Komandan RPKAD (sekarang Kopasus), sebuah pasukan yang berdiri paling depan dalam menumpas gerombolan komunis itu.

Baca: Korban Tenggelam Mendahara Ditemukan Meninggal, Tersangkut di Pepohonan Nipah

Peristiwa ini memang sudah lama terjadi, tapi Pak Sarwo, begitu panggilan akrabnya, masih ingat adegan peradegan ketika ia masih memimpin pasukan memberantas PKI.

Terutama peristiwa di hari 1 Oktober 1965. Kenangan ini oleh Pak Sarwo diibaratkan sebagai suatu tonggak bersejarah, baik oleh dirinya maupun oleh bangsa dan negara.

Cilllitan

Ketika bergejolak Gerakan 30 September, Pak Sarwo masih berpangkat Kolonel. Pangkat itu menurutnya sebagai jenjang pangkat yang terpendek. Karena setahun kemudian, ia menjadi Brigadir Jendral.

Baca: Permintaan SBY Sebelum Jenazah Ani Yudhoyono Dimakamkan Esok, Sampai Berkali-kali Dikatakan

Tengah malam (tanggal 1 Oktober), Sarwo Edhie mendapat perintah untuk menyerbu Halim Perdana Kusuma.

Perintah itu datang dari Pak Harto, dan didapat di kantor KOSTRAD, di mana waktu itu Pak Nasution hadir juga.

Dipilih waktu malam atau tepatnya menjelang dinihari menuju Halim adalah untuk menghindari jatuhnya korban.

Pasukan ke Halim ini dipecahkan menjadi dua poros. Dari arah timur bergerak lima tim RPKAD dengan satu kompi panser.

Baca: Peringati Hari Pancasila, Safrial: Harus Terus Konsisten Realisasikan Pancasila Sebagai Dasar Negara

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved