Berita Kabupaten Muarojambi
Saat Kakao Tak Lagi Berbuah 'Coklat', Petani Kakao di Muarojambi Beralih Jadi Buruh dan Pencari Ikan
Saat Kakao Tak Lagi Berbuah 'Coklat', Petani Kakao di Muarojambi Beralih Jadi Buruh dan Pencari Ikan
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Deni Satria Budi
Saat Kakao Tak Lagi Berbuah 'Coklat', Petani Kakao di Muarojambi Beralih Jadi Buruh dan Pencari Ikan
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Siang itu, terik matahari terasa menyengat. Hawa panas terasa meski berada di bawah rimbunya daun kakao.
Junaidi Usman, mendadak berdiri dari duduknya saat sedang beristirahat. Dengan senyum Junaidi menyambut rombongan awak media.
Saat itu ia baru saja usai memeriksa setiap pohon kakao di tanah seluas 2,5 hektar miliknya.
Baca: Sebentar Lagi Kopi di Sarolangun Jambi Panen Raya, Pembinaan Minim Banyak Petani Tak Bisa Olah Kopi
Baca: KISAH Pak Harto Lolos dari Percobaan Pembunuhan: Ibu Tien Bisa Cegah Si Wanita
Baca: Pasar Keramat Tinggi di Muara Bulian Terbakar, Lima Toko Ludes
Tak lama setelah bincang dan tegur sapa, pria 52 tahun itu kemudian mengajak awak media berkeliling. Ia menghampiri setiap pohon kakao yang berbuah.
Beberapa buah yang sudah hitam dan berulat ia petik dan dibuang. Sebagian buah yang baru mulai tumbuh pun terlihat mulai berbintik kecoklatan hingga bintik hitam.
"Dia awalnya seperti ini, tapi masih tumbuh. Setelah buah siap dipanen warnanya sudah hitam duluan, isinya juga hitam," ungkapnya.

Warga Desa Gedong Karya, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi ini bercerita, sudah menaman pohon Kakau sejak tahun 2005 lalu.
Saat itu, tanaman Kakao menjadi perbincangan yang dianggap menjanjikan. Warga pun mulai berlomba-lomba menaman.
Hasilnya tak mengecewakan, kata Junaidi dalam beberapa tahun ia sudah bisa menikmati hasilnya. Bahkan harga jual kakao semanis coklat yang olahan.
Di lahan seluas 2,5 hektar itu, Junaidi menanam sekitar 2.000 batang pohon. Dengan kemampuan produksi bisa mencapai 400 kilo dalam sekali panen.
Baca: Geledah Kantor Dinas LH Bungo, Penyidik Kejari Bungo Amankan 8 Dokumen Ini
Baca: Penemuan Jasad Tanpa Kepala Guru Honorer di Kediri Bukan Perampokan, Polisi Ungkap Motif Pelaku
Baca: Hanya 4 Kriteria Ini yang Boleh Ngurus DPTb Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
"Waktu lagi mahal harganya perkilo bisa 11 jutaan. Panen seminggu sekali tapi dikumpulkan dulu setelah dikeringkan baru dijual," kata Junaidi.
Dengan penghasilan yang cukup besar ini, ia pun mengaku tak pusing untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Namun situasi mulai berubah sejak tahun 2011. Produksi Kakau dikebunnya mulai menurun.
"Puncaknya tahun 2014 turun drastis, jadi tambah parah sewaktu tahun 2015 karena lokasi kebakaran gambut dekat sini, pohon kering dak berbuah," ujarnya.

Ditahun-tahun selanjutnya, kondisi tanaman kakao miliknya tak lagi bisa menjanjikan hasil. Tidak hanya penyakit tanaman, bahkan muncul hama di hampir setiap pohon kakau miliknya.