Fadli Zon Minta Buya Syafi'i Belajar Sastra Puisi Karena Katakan Puisi Neno Warisman Sadis & Biadab
Komentar Buya Syafii Maarif tersebut ditanggapi Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon.
TRIBUNJAMBI.COM - Masih jadi perdebatan puisi yang dibacakan Neno Warisman dalam acara Malam Munajat 212.
Puisi Munajat 212 Neno Warisman masih jadi perbincangan. Sejumlah kalangan menilai puisi tersebut tidak pantas.
Bahkan, mantan Wakil Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif menyebut puisi Neno Warisman sadis dan biadab.
Komentar Buya Syafii Maarif tersebut ditanggapi Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon.
Baca Juga:
Maudy Ayunda Diterima di Harvard University, Lihat Lika-liku Kuliah Jebolan Universitas Oxford Ini
Ahli Senjata Kelompok Mujahidin Indonesia Timur MIT Tewas Saat Kontak Tembak Dengan Satgas Tinombala
Ini Jawaban Sujiwo Tejo Saat Dipaksa Soal Keberpihakan di Pilpres 2019.
Sering Diabaikan, Ternyata Nangka Baik Dikonsumsi Untuk Penderita Diabetes: Ini Khasiatnya
Fadli Zon menilai bahwa mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Ma'arif tidak melihat secara utuh puisi Munajat 212 Neno Warisman.
Pernyataan Fadli tersebut merespon kritikan Buya Syafii bahwa puisi Neno tersebut Biadab karena mebawa-bawa Tuhan ke dalam Pemilu.
"Mungkin Buya tidak melihat secara utuh puisinya Neno Warisman," kata Fadli di Kawasan Kuningan, Jakarta, Minggu (3/3/2019).
Bila menengarkan secara utuh puisi tersebut menurut Fadli maka Buaya akan mengetahui bahwa yang disampaikan Neno itu merupakan hal yang sangat baik.
Puisi yang disampaikanNeno tersebut sangat beradab.
"Tidak adanya kebiadaban. justru sangat beradab. Mungkin Buya perlu belajar lagi apresiasi sastra puisi,"pungkasnya.
Sebelumnya, Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif turut berkomentar soal puisi Neno Warisman pada acara Munajat 212 yang disebut-sebut berbau politis.
Hal itu disampaikannya saat menghadiri konferensi pers persiapan acara “Doa dan Ikrar Anak Bangsa untuk Indonesia” di Aula Panti Trisula Perwari di Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (28/2/2019).
Buya menyebut pembacaan puisi itu merupakan tindakan sadis dan biadab dengan menyeret Tuhan dalam percaturan politik.

Pria kelahiran Sumatera Barat itu mengatakan puisi tersebut dapat memicu perpecahan di antara masyarakat Indonesia.
“Jangan sampai kita bermusuhan karena Pemilu yang biasa saja, yang terjadi setiap lima tahun sekali, apalagi menggunakan puisi, itu sadis dan biadab,” ungkap Buya.
Buya mengatakan bahwa dirinya prihatin atas sikap politikus di Indonesia yang berpikiran pendek tanpa memikirkan nasib bangsa ke depan hanya untuk memenangkan kontestasi politik bernama Pemilu.