Tsunami Banten dan Lampung

Tsunami Banten dan Lampung Mirip Dengan Kejadian di Palu, BMKG Menduga Ini Penyebabnya

Kepala BMKG mengatakan bahwa berdasarkan ciri gelombangnya, tsunami yang terjadi kali ini mirip dengan yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah lalu

Editor: bandot
KOMPAS.com / Wijaya Kusuma
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat jumpa pers di kantor BMKG Yogyakarta, Jumat (28/09/2018) malam.(KOMPAS.com / Wijaya Kusuma) 

Tsunami Banten dan Lampung Mirip Dengan Kejadian di Palu, BMKG Menduga Ini Penyebabnya

TRIBUNJAMBI.COM - Tsunami terjadi di wilayah Banten dan Lampung pada pada Sabtu (22/12/2018).

Gelombang dengan ketinggian sekitar 0,9 meter ini menerjang wilayah pesisir pantai di Banten dan juga Lampung.

Setelah sempat simpang siur, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akhirnya menyatakan bahwa gelombang tinggi yang menerjang wilayah Banten dan Lampung pada Sabtu (22/12/2018) adalah tsunami kecil.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan dalam konferensi pers pada Minggu (23/12/2018) dini hari bahwa berdasarkan ciri gelombangnya, tsunami yang terjadi kali ini mirip dengan yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah lalu.

"Periodenya (periode gelombang) pendek-pendek," katanya.

Baca: Tsunami di Banten dan Lampung, 3 Orang Tewas, 21 Terluka Akibat Gelombang Tinggi di Pandeglang

Baca: Tsunami Banten, Band Seventeen Dikabarkan Terkena Ombak Saat Manggung dan Belum Ditemukan

Baca: Berat Badan Turun 102 Kg, Berikut 10 Potret Arya Permana setelah 2 Tahun Berlatih dengan Ade Rai

Seperti ahli dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko, BMKG juga menduga bahwa tsunami dengan ketinggian tertinggi 0,9 meter ini disebabkan oleh erupsi Gunung Anak Krakatau yang pada Sabtu bererupsi hingga 4 kali, terakhir pada pukul 21.03 WIB.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat jumpa pers di kantor BMKG Yogyakarta, Jumat (28/09/2018) malam.(KOMPAS.com / Wijaya Kusuma)
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat jumpa pers di kantor BMKG Yogyakarta, Jumat (28/09/2018) malam.(KOMPAS.com / Wijaya Kusuma) (KOMPAS.com / Wijaya Kusuma)

Erupsi gunung api itu diduga menyebabkan guguran material yang jatuh ke lautan dan akhirnya mengakibatkan gelombang tinggi.

Menurut BMKG, gelombang yang menerjang bisa jadi lebih tinggi dari yang terdata sebab ada beberapa wilayah di sekitar Selat Sunda yang punya morfologi teluk seperti di Palu.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono saat menyampaikan konferensi pers pada Minggu (23/12/2018).

Baca: Menjual Kokain 1,3 Ton dalam Sehari, Pria Ini Kantongi Rp 3,9 Trilun, Ini Fakta-faktanya

Baca: Soeharto Diam-diam Ketemu Istri Cantik Bung Karno di Lapangan Golf, Bu Tien Tahu Lalu Marah Besar

Baca: Ini Hukuman Untuk Prajurit Kopassus yang Gagal Dalam Tugas, Lebih Takut Pelatih Dibanding Setan

Baca: KKB Egianus Kogeya Terdesak,Media Australia Koar-koar Sebut TNI Pakai Senjata Kimia,Dijawab Wiranto

BMKG menyatakan bahwa yang terjadi di pesisir Serang Banten dan juga di Lampung adalah tsunami.

"Besok pagi kami akan upayakan untuk mengumpulkan data lagi apakah benar itu longsor," ungkapnya.

Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar mengatakan, Anak Krakatau memang telah bereupsi sejak 29 Juni 2018. erupsi terbesar pada Sabtu kemarin, gunung api tersebut melontarkan material hingga ketinggian 1.500 meter.

Tipe letusannya sendiri strombolian.

Rudy mengatakan, memang ada kemungkinan material erupsi Anak Krakatau runtuh ke lautan dan menyebabkan gelombang.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved