Selamat Hari Ibu 2018, 'Tuhan Lebih Mencintai Ibu', Cerpen Riko Raden yang Menyentuh dan Bikin Haru

Sejak kepergian ayah, ibu tak mau berbicara kepadaku. Rasanya aku mengerti apa yang terjadi pada jiwa ibu. Kehilangan seorang suami membuatnya merana.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Ilustrasi Hari Ibu 2018 

Selamat Hari Ibu 2018, 'Tuhan Lebih Mencintai Ibu', Cerpen Riko Raden yang Menyentuh dan Terharu

TRIBUNJAMBI.COM - Tepat tanggal 22 Desember 2018 ini kita memperingati hari Ibu 2018.

Untuk itu, Tribunjambi.com merangkum dari Poskupang cerpen tentang Ibu, mengharukan dan menyentuh.

Yuk simak cerita pendek dibawah ini, tentang perjuangan seorang ibu.

Baca: Selamat Hari Ibu 2018, Berikut Ini Kumpulan Lirik dan Chord Gitar Lagu untuk Ibu, Mengharukan!

Baca: Jadwal Liga Inggris Cardiff Vs Manchester United, Sabtu (22/12) Ole Diharap Mampu Dongkrak Performa

Baca: Alami Luka Berat di Kepala, PNS di Paspampres Tewas Seketika Setelah Tabrak Truk

***

Sejak kepergian ayah, ibu tak mau berbicara kepadaku. Rasanya aku mengerti apa yang terjadi pada jiwa ibu. Kehilangan seorang suami membuatnya merana dalam kesepian, merajut rindu hanya seorang diri.

Sungguh kepergian ayah membuat ibu tak pernah menginginkan aku untuk mendekatinya untuk membagi cerita. Seandainya ayah masih hidup mungkin ibu menginginkan aku untuk selalu mendekatinya ketimbang ayah sendiri.

Hal ini sama seperti kami lakukan saban hari saat aku berumur tiga tahun. Ibu tidak pernah menginginkan ayah untuk mendekatinya, itupun kalau ayah meminta uang untuk membeli rokok terlebih dahulu harus merayu atau menggombalnya.

Ibu sangat senang apabila ayah mengukir kata-kata romantis. Aku sangat heran walau ayah terus melontarkan kata-kata romantis tapi ibu tidak pernah menginginkan dia untuk mendekatinya.

Entah alasan apa sehingga ibu tidak menginginkan ayah untuk mendekatinya. Ketika jenazah ayah terbaring di depan rumah, ibulah yang selalu mendekatinya. Air mata ibu tak pernah berhenti melihat suaminya terbaring tanpa mendengarkan keluh kesah dan permohonan maafnya lagi.

Ibu selalu menunggu di samping jenazah ayah untuk mendengarkan kata-kata romantisnya. Akan tetapi, semuanya hampa, kering dan kosong. Ayah telah pergi tanpa meninggalkan pesan atau melontarkan sepatah kata romantis untuk ibu. Ayah pergi untuk selamanya.

***
Kini aku sudah dewasa. Aku meninggalkan ibu dalam kesendirian melintasi hari penuh liku. Rumah tua yang pernah dikerjakan bersama ayah menjadi teman hidupnya. Dia hidup dalam kesendirian, meratap diri penuh sunyi. Hari-hari hidupnya hanya berhadapan dengan tanah yang selalu menghabiskan tenaga.

Matahari yang tak pernah padam terus membakar tubuhnya. Ia kelihatan dahaga, wajah penuh keringat dan tubuh mulai lemas. Tapi ibu tidak pernah menyerah bahkan dalam dirinya tidak ada tanda-tanda untuk berhenti bekerja walaupun usia sudah mendekati senja.

Aku sepenuhnya sadar bahwa akulah yang harus membantu ibu. Ibu telah membesarkan aku selama sembilan bulan dalam rahimnya dan telah mendidik sehingga aku tumbuh seperti sekarang ini.

Aku sudah berada di tanah rantau mengejar nasib masa depanku. Aku tidak menginginkan masa depanku hancur karena terus memikirkan kesendirian ibu. Tetapi aku yakin ibu bangga bahwa kami menjauh bukan karena kami tidak saling mencintai. Aku yakin ibu tidak pernah mengeluh tentang hidupnya walaupun dia seorang diri tanpa ditemani aku untuk membagi kasih dan mendengarkan keluh kesah hidupnya.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved