Kekerasan Perempuan dan Anak

Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Merangin Didominasi Persetubuhan

Kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Merangin pada 2018 sebanyak 40 kasus. Kabid Perlindungan anak Sahrul

Penulis: Muzakkir | Editor: Fifi Suryani
Tribun Jambi/Heri Prihartono
Ilustrasi pelaporan kasus kekerasan pada perempuan dan anak. 

Laporan Wartawan Tribunjambi.com Muzakkir

TRIBUNJAMBI.COM, BANGKO - Kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Merangin pada 2018 sebanyak 40 kasus.

Kabid Perlindungan anak Sahrul ketika dikonfirmasi mengatakan, angka tersebut belum termasuk November ini. 40 kasus yang terjadi itu terdiri dari berbagai kategori, seperti pelecehan seksual, persetubuhan, pencabulan, pemerkosaan, kekerasan, KDRT, penelantaran anak perempuan serta anak berkonflik hukum.

Baca: ASN Terlibat Politik Praktis, BKPSDMD Keluarkan Surat Edaran

Jika dibandingkan dengan tahun 2017, tahun ini agaknya turun, karena tahun sebelumnya angka totalnya mencapai 52 kasus. Namun itu sampai Desember. Dengan rincian pelecehan seksual 5 kasus di 2017 dan 4 kasus di 2018, persetubuhan 7 kasus 2017 dan 2018 sebanyak 9 kasus. Pencabulan 3 kasus 2017 dan 7 kasus 2018 , pemerkosaan 2 kasus 2017 dan 3 kasus 2018.

Selanjutnya kasus kekerasan sama dengan tahun sebelumnya yaitu 6 kasus. Nah untuk kasus KDRT, selama 2017 sebanyak 8 kasus dan 2018 sebanyak 5 kasus, kemudian kasus penelantaran anak perempuan 2017 sebanyak 7 kasus sementara 2018 hanya 2 kasus dan kasus terakhir adalah anak berkonflik hukum. Di 2017 terdapat 14 kasus dan 2018 hanya 4 kasus.

Dari kasus-kasus yang ada itu, hampir semuanya masuk ke ranah hukum. Namun ada yang sudah putusan dan ada yang masih berjalan. Hal itu juga diungkapkan oleh Kabid Perlindungan Perempuan, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Merangin, Nurhasanah.

"Yang tidak masuk ke ranah hukum hanya kasus penelantaran anak. Contoh kasus orangtuanya menikah lagi dan si anak tidak mau ikut orangtuanya. Ikut ibu dia takut dengan ayah tiri, ikut ayah, dia juga takut dengan ibu tiri. Jadi anak itu kita tampung dan kita serahkan dengan panti asuhan atau pesantren," kata Nurhasanah.

Baca: DPTHP II Pemilu 2019 Kabupaten Sarolangun Bertambah 5.536

Baca: KAHMI Tanjabtim akan Gelar Musda ke II, Pemilihan Nakhoda Baru

Melihat dari fakta di lapangan, kasus kekerasan yang ditangani ini sudah berkurang, sebab sebelumnya kasus-kasus ini selesai secara adat dan kekeluargaan. Namun belakangan, masyarakat sudah banyak yang melek dengan hukum. Jadi apapun yang terjadi, mereka lapor dengan pihak berwajib.

"Jadi sekarang masyarakat sudah pintar. Mereka sudah mulai tau dengan hukum," imbuhnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved