Ulang Tahun Haram, Benarkah? Begini Kajian Ustadz Abdul Somad
Banyak yang mengatakan merayakan ulang tahun haram, benarkah? Begini kata Ustadz Abdul Somad
Penulis: Nani Rachmaini | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI.COM - Merayakan ulang tahun sudah menjadi hal yang jamak dilakukan, apalagi di kalangan millenials.
Banyak yang mengatakan merayakan ulang tahun haram, benarkah? Begini kata Ustadz Abdul Somad dikutip dari blognya.
Ulang Tahun Haram, Benarkah?
Oleh: Ustadz Abdul Somad
الْأَصْلَ فِي الْأَشْيَاءِ عَلَى أَنَّهَا عَلَى الْإِبَاحَةِ إلَّا مَا اسْتَثْنَاهُ الدَّلِيلُ
Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, kecuali jika dikecualikan oleh dalil. (al-Bahr al-Muhith: 7/263).
Ada beberapa hal yang menyebabkan ulang tahun itu haram;
Pertama: mesti dirayakan setahun sekali, sesuai peredaran bumi mengelilingi matahari. Dalam keyakinan astrologi Yunani kuno, peredaran planet berpengaruh terhadap nasib manusia. Maka dirayakan setahun sekali untuk memohon kepada para dewa agar diberi kebaikan setahun mendatang.
Ini bertentangan dengan hadits:
مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
“Siapa yang mengambil suatu ilmu dari astrologi, maka ia telah mengambil satu cabang sihir, ia menambah yang ia tambahkan”. (HR. Abu Daud).
Sedangkan sihir itu termasuk satu dari tujuh dosa besar. Juga bertentangan dengan hadits:
“Siapa yang datang kepada peramal, meyakini ucapannya, maka telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad”. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Kedua: meniup lilin sembari memanjatkan doa untuk setahun yang akan datang. Ini adalah bentuk pemujaan agama Majusi yang menyembah api. Ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan hanya memohon kepada Allah Swt. Dengan demikian, jika seorang muslim melakukan tradisi diatas, berarti telah melakukan dua dosa besar, sesuai hadits:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar”.
Mereka bertanya: “Apa saja wahai Rasulullah?”.
Rasulullah Saw menjawab: “Mempersekutukan Allah, melakukan praktik sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan kebenaran, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari perang dan menuduh perempuan baik-baik berbuat zina”. (HR. al-Bukhari).
Adapun mensyukuri nikmat Allah Swt bernama kelahiran, maka itu merupakan suatu kewajiban , kelahiran adalah satu dari sekian banyak nikmat yang diberikan Allah Swt, oleh sebab itu nikmat kelahiran mesti disyukuri. Dalam sebuah hadits disebutkan:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ « ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ ».
Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari Senin? Beliau menjawab: “Hari itu aku dilahirkan, hari itu aku diangkat menjadi Rasul, atau, hari itu wahyu diturunkan kepadaku”. (HR. Muslim).
Menurut hadits ini, ada tiga alasan mengapa Rasulullah Saw berpuasa setiap hari Senin sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt, satu diantaranya adalah mensyukuri nikmat kelahiran. Jika demikian, maka Rasulullah Saw tidak hanya mensyukuri nikmat kelahiran setahun sekali, bahkan seminggu sekali.
Setiap tanggal 10 Muharram setiap tahun kaum muslimin berpuasa sebagai ungkapan syukur atas diselamatkannya nabi Musa dari kejaran Fir’aun. Padahal peristiwa itu telah terjadi ribuan tahun silam, akan tetapi kaum muslimin tetap melaksanakannya, untuk kembali merasakan nikmat dan mensyukuri nikmat tersebut. Komentar al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani tentang masalah ini:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى فيستفاد منه فعل الشكر لله على ما من به في يوم معين من إسداء نعمة أو دفع نقمة ويعاد ذلك في نظير ذلك اليوم من كل سنة والشكر لله يحصل بأنواع العبادة كالسجود والصيام والصدقة والتلاوة