Ngerinya Aksi Pasukan Anti Teror Indonesia, Siapa Sangka Diramu dari Ilmu Gado-gado

Dalam menjalankan tugas yang kerap melacarkan misi senyap, mereka juga harus memiliki kemampuan khusus antiteror.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Ilustrasi 

TRIBUNJAMBI.COM - Awal mula pasukan antiteror Indonesia tak leas dari peran Letjen TNI Sintong Panjaitan yang mana pada 1971 masih berpangkat Kapten Senior.

Sintong tergabung dalam kesatuan Grup 4/Sandiyuha RPKAD (Kopassus) dan menjabat sebagai Kasi 2/Operasi yang bertugas merencanakan operasi dan latihan pasukan pada tahun itu.

Dalam menjalankan tugas yang kerap melacarkan misi senyap, mereka juga harus memiliki kemampuan khusus antiteror.

Misalnya, kemampuan membebaskan diplomat yang sedang disandera di gedung, membebaskan sandera di kapal, di bus, di pesawat yang sedang dibajak, dan lainnya.

Demi membentuk pasukan antiteror yang profesional Sintong yang oleh Mabes ABRI (TNI) ditempatkan di Gabungan 1/Intelijen Hankam kemudian diberi kesempatan untuk mengunjungi sejumlah satuan antiteror kelas dunia seperti SAS Inggris, Korps Commando Troopen (KCT) Belanda, dan Grenzchutzgruppe 9 (GSG-9) Jerman.

Tapi di antara satuan-satuan antiteror kelas dunia itu yang mengesankan Sintong adalah GSG-9 Jerman karena telah memiliki banyak prestasi.

Baca: Serangan Kilat Gerilyawan TNI Lucuti Tentara Belanda Sampai Pulang Kenakan Celana Dalam Saja

Baca: Napak Tilas, Luna Maya Lakukan 4 Ritual yang Dilakukan Suzanna, Di Makam hingga Kamar

Pasukan antiteror Kopassus yang kemudian dibentuk secara ilmu dan kemampuan merupakan kombinasi atau ilmu gado-gado dari pasukan antiteror SAS, KCT, dan GSG-9.

Namun ilmu antiteror yang paling banyak diserap oleh pasukan antiteror Kopassus adalah yang diambil dari GSG-9 Jerman.

Baca: Karena Mie Instan, Anggota TNI Bisa Menang Dalam Perang, Terus Bagaimana Untuk Membuatnya?

Baca: PU akan Prioritaskan Jembatan Muaro Pangi

Untuk memperdalam ilmu antiteror dari GSG-9, Komando Pasukan Sandiyudha (Kopassandha/Kopassus) pada tahun 1980-an kemudian mengirimkan dua perwira remajanya untuk berlatih di GSG-9, yakni Mayor Luhut Panjaitan dan Kapten Prabowo Subianto.

Pasukan antiteror Kopassus yang kemudian berhasil dibentuk pada Maret 1981 mulai dilibatkan dalam Latihan Gabungan (Latgab) ABRI yang berlangsung di Maluku.

Pada bulan yang sama terjadi pembajakan pesawat penumpang Garuda DC-9 Woyla yang selanjutnya terpaksa mendarat di Bandara Internasional Dong Muang, Bangkok Thailand.

Karena pasukan antiteror Kopassus sedang menjalani Latgab ABRI, Kolonel Sintong Panjaitan yang di tahun 1981 menjabat Asisten 2/Operasi Kopassandha, untuk menangani aksi pembajakan lalu membentuk pasukan antiteror dadakan.

Sat Anti Teror
Sat Anti Teror (IST)

Para anggota pasukan antiteror yang dibentuk secara kilat itu terdiri dari para personel Kopassandha yang tidak mengikuti Latgab ABRI.

Kolonel Sintong sendiri sebenarnya harus mengikuti Latgab ABRI tapi karena sedang cedera kaki akibat latihan terjun payung, Sintong terpaksa berada di markas.

Baca: Roro Fitria Pernah Makan Kembang Kantil, Terkait Mistis Ini Fakta yang Terungkap

Baca: Masih Ingat Kasus Penguburan Bayi di Batanghari? Orangtua Kandung Akhirnya Diusir dari Kampung

Namun kendati pasukan antiteror Kopassus yang menangani pembajakan DC-9 dibentuk secara mendadak, mereka sukses melancarkan operasi pembebasan sandera pada 31 Maret 1981 dini hari.

Berdasar sukses menanggulangi aksi teror di tahun 1981 itulah kemudian nama pasukan antiteror Kopassus dinamai Satuan Penanggulan Teror 81 ( Sat Gultor 81). (*)

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved