Konselor Kedutaan Italia Menikah dengan Sekretaris Cantik dari Belanda, Peristiwa Jelang G30S PKI

Resepsi ini dihadiri oleh Ratna Sari Dewi, salah seorang istri Presiden. Ia datang agak terlambat, sekitar jam sembilan.

Editor: Duanto AS
IST
Suasana penumpasan terduga anggota G30S oleh Angkatan Darat setelah peristiwa 30 September 1965. 

TRIBUNJAMBI.COM - Menjelang peristiwa G30S PKI, di kedutaan Selandia Baru diadakan suatu jamuan untuk para diplomat asing. Jamuan itu agak luar dari biasa, karena disertai dengan pertunjukan wayang kulit dengan gamelan lengkap. Pesta itu berlangsung, tanpa tahu apa yang akan terjadi pada tengah malam harinya di Jakarta.

Ternyata banyak juga orang yang sudah lupa pada keadaan waktu itu. Buktinya waktu kami tanyakan kepada beberapa orang berapa gaji mereka waktu itu, banyak yang tidak tahu.

Mungkin setelah membaca tulisan ini Anda juga heran betapa cepatnya kita lupa, atau memang pada waktu itu Anda masih terlalu muda untuk meresapi keadaan.

Namun yang menyedihkan ialah betapa sedikitnya kita mempunyai catatan tertulis mengenai keadaan waktu itu. Bahkan arsip koran saja di tempat yang seharusnya ada, ternyata juga kosong. Mungkin penulis sejarah kelak harus terpaksa ke Cornell University di AS atau ke tempat lain di luar negeri.

Berikut ini tulisan Siswadhi, Hari-hari Sekitar Tanggal 30 September 15 Tahun yang Lalu, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1980.

Tiga puluh September 1965, malam berdarah yang akan mengubah jalannya sejarah dan nasib Bangsa dan Negara Indonesia secara dirastis tiada bedanya dengan malam lain. Tiada tanda-tanda bahwa malam itu akan membawa malapetaka yang hampir mengakibatkan kehancuran total.

John Hughes; wartawan Christian Science Monitor dalam bukunya The End of Sukarno (kemudian juga diterbitkan dengan judul Indonesia Upheaval) menuliskan kesan-kesannya sebagai berikut :

"Waktu panas hari telah surut, suatu senja berkabut biru meliputi Ibukota Indonesia dalam masa antara yang singkat tapi menyenangkan sebelum kekelaman tropik tiba melanda. Bulan yang terbit setelah tibanya malam tampak penuh kedamaian, pucat dan purnama.

Baca: Komandan Kopassus yang Tetap Berpihak ke Soeharto Walau Dibujuk Bersekutu dengan G30S PKI

Baca: Cerita RPKAD Hanya Butuh 20 Menit Rebut Gedung RRI yang Dikuasai G30S PKI, Musuh Dibuat Kocar-kacir

Baca: Kisah Sukitman, Agen Polisi yang Lolos dari Kekejaman G 30S/PKI di Lubang Buaya

Manakala uap bensin siang hari itu menipis, udara malam mengantar dengan harum yang khas Indonesia, suatu paduan eksotik dari melati kemboja, dan asap rokok kretek, yang tembakaunya dicampuri irisan cengkeh.

Dalam cahaya terang benderang siang hari, Jakarta bukanlah salah satu kota Indonesia yang paling menarik.

Pudar dan berdebu di bawah matahari khatulistiwa, kota itu terletak di dataran rendah yang berawa-rawa, suatu gerbang yang kurang bermutu untuk mengantar orang ke negeri hijau subur dengan keindahan yang mempesona.

Sewaktu Belanda menjajah Indonesia mereka mencoba membentuk ibukotanya menurut contoh sebuah kota kecil sejuk yang mereka tinggalkan di negerinya sendiri.

Mereka menggali terus-terusan di jantung kota dan mengayominya dengan pohon.

Kemudian mereka membangun rumah-rumah kecil yang kokoh, rapi dan berjendela rapat menghadapi terusan.

Penghuninya bekerja keras dan setia untuk pemerintah dan kompeni atau perusahaan pelayaran yang berpusat di Amsterdam, Rotterdam dan Den Haag.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved