Sejarah Paskibraka, Bermula dari Kelompok 10, Sempat Semua Pengibar Adalah Mahasiswa UI
Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) memiliki daya tarik tersendiri jelang peringatan 17 Agustus
Penulis: rida | Editor: rida
TRIBUNJAMBI.COM- Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) memiliki daya tarik tersendiri jelang peringatan 17 Agustus setiap tahunnya.
Pasukan yang terdiri dari pemuda-pemudi dengan postur tubuh tinggi ini selalu menjadi sorotan dan kebanggan pada setiap perayaan 17 Agustus.
Tapi tahukah kamu sejarah Paskibraka sebenarnya?
Baca: Andi Arief: Koalisi Itu Ibarat Menyatukan Rajawali, Macan, Ulat Bulu Sampai Buaya. Perbedaannya. . .
Baca: Mahfud MD Curhat di ILC, Denny Siregar: Saya Malah Bersyukur Beliau Tidak Terpilih Jadi Wapres. . .
Melansir dari historia sejarah Paskibraka diungkapkan oleh Budiharjo Winarno, Purna Paskibraka 1978.
Ia yang kala itu menyoroti pelaksanaan penurunan bendera terlihat kesal.
“Harusnya belum (penurunan bendera, red). Aturan itu, kan, dari jam enam pagi sampai jam enam sore. Jadi upacaranya mestinya jam 17.45. Ini baru 17.20 sudah diturunkan,” ujarnya mengomentari upacara yang disiarkan secara langsung itu, (17/08/2017).
Sambil memerinci aturan Upacara Penurunan Bendera Pusaka, Purna Paskibraka yang sekarang berwiraswasta ini mengeluh, “Sekarang aturan dilanggar, ya mau bagaimana lagi.”
Budiharjo sangat peduli kepada aturan dan filosofi seputar Paskibraka.
Selama pembicaraan sore itu, dia banyak menjelaskan tentang hal-hal mendasar itu.
Tidak hanya itu, pengetahuannya tentang sejarah Paskibraka juga terbilang detil sebagaimana dikisahkan kepada Historia.
Karena suasana Jakarta yang tidak kondusif akibat tekanan dari Belanda, ibukota Republik Indonesia akhirnya dipindahkan ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946.
Di ibukota baru ini pula ulang tahun kemerdekaan Indonesia kali pertama dilangsungkan.
Untuk hajatan penting itu disiapkan sebuah upacara pengibaran bendera pusaka di halaman Gedung Agung Yogyakarta.
“Presiden Sukarno memerintahkan Kak Mut selaku ajudannya untuk mempersiapkan upacara kemerdekaan itu,” terang Budiharjo. Kak Mut yang dimaksud adalah Mayor Laut Husein Mutahar atau lebih dikenal sebagai H. Mutahar, penggubah lagu hymne Syukur.
“Kak Mut punya ide brilian. Upacara ini adalah untuk mempersatukan Indonesia dan menggelorakan semangat kemerdekaan.”