Kisah Gus Dur Tidak Naik Kelas dan Pindah-pindah Kuliah, Sempat Jadi Guru dan Wartawan

Ada lagi cerita menarik di sana, karena tidak mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Wahid terpaksa ...

Editor: Duanto AS
Gus Dur pada 1960-an. (wikipedia) 

TRIBUNJAMBI.COM - Guyon-guyon segar ala Gus Dur kerap terdengar. Satu di antaranya kalimat khas, "Gitu aja kok repot!"

Itulah Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Selalu mencari menyelesaikan masalah dengan gayanya yang khas.

Setelah mengetahui keunikan hari lahir Gus Dur, BACA Hari Lahir Gusdur 4 Agustus? Dari Ibunda yang Lupa sampai Ganti Nama 'Wahid' , masih ada cerita menarik dari cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Asy'ari.

Tribunjambi.com mengutip dari berbagai sumber, perjalanan Gus Dur mengenyam pendidikan sangat menarik. Dia berpindah-pindah sekolah, kota bahkan negara. Proses itu dimulai sejak dia masih sekolah dasar hingga mahasiswa.

Pada 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta. Saat itu, ayahnya terpilih menjadi Ketua I Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia.

Gus Dur kembali ke Jombang setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Dia tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Pada akhir perang, 1949, Gus Dur kecil pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama.

Sat itu, dia belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Menariknya, Gus Dur kecil juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya, untuk memperluas pengetahuannya.

Baca: Bukan Sekedar Khayalan Semata, Nyai Roro Kidul, Sang Ratu Demit yang Dipercaya Benar-benar Ada

Baca: Kisah Heroik Kopassus Bernama Pratu Suparlan, Berani Tarik Pin Granat & Melompat ke Arah Fretelin

Baca: Misi Rahasia, Tahu-tahu Suami di Pesawat Terbang, Mengungkap Kehidupan Istri Anggota Kopassus

Perkembangan ilmu pengetahuan Gus Dur semakin pesat, saat tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada 1952. Pada April 1953, ayah Abdurrahman Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

SMP tak naik kelas

Cerita menarik juga saat Gus Dur SMP, ketika itu 1954. Pada tahun itu, dia tidak naik kelas. Ibunda lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya, dengan mengaji kepada KH Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP.

Tribunjambi mengutip dari wikipedia, pada 1957, setelah lulus SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo.

Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid (Kompas/Totok Wijayanto)

Dia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun).
Pada 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambak Beras di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Gus Dur juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah.

Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Baca: Ternyata ini Asal Muasal Video Asusila Cut Tari dan Luna Maya Diungkit-ungkit Lagi dan Buat Heboh

Ke Al Azhar

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved