Sosok yang Terlupakan dalam Pembebasan Sandera di Papua oleh Kopassus, Searcher UAV
Kopassus berhasil menuntaskan operasi pembebasan sandera di Papua, didukung oleh drone yang saat itu juga membantu melihat pergerakan musuh.
Penulis: Leonardus Yoga Wijanarko | Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
TRIBUNJAMBI.COM - Selama 130 hari, Kopassus berhasil menuntaskan operasi pembebasan sandera di Papua.
Hal ini juga didukung oleh drone yang saat itu juga membantu melihat pergerakan musuh.
130 hari merupakan waktu yang panjang dalam sebuah drama penyanderaan di Mapenduma, Papua.
Dilansir dari Indomiliter.com Sebelas peneliti dari Ekspedisi Lorentz 95 mengalami tragedi yang tak terlupakan saat disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik pada 8 Januari 1996.
Lewat perjuangan dan lika liku upaya pembebasan, aksi militer yang dikenal sebagai Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma baru berakhir pada 9 Mei 1996.
Baca: Pendafataran CPNS 2018 Dijadwalkan Akhir Juli 2018, Pendaftaran Melalui sscn.bkn.go.id
Dengan kondisi geografis hutan dan pegunungan yang terjal, bukan perkara mudah bagi pasukan pemburu OPM.
Karena menyangkut keselamatan sandera yang sebagian adalah warga negara asing, sontak dukungan peralatan mengalir kepada satuan elite Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI AD yang pada akhirnya berhasil menuntaskan operasi tersebut.
Selain US Army yang meninjamkan peralatan penglihatan malam (Night Vision Goggle), negara tetangga Singapura yang saat itu sudah menjadi pionir dalam dunia drone, turut meminjamkan drone (UAV/Unmanned Aerial Vehicle) intai yang terbilang paling canggih di arsenal AU Singapura (RSAF) saat itu, yaitu Searcher, sosok drone fixed wing buatan Israel Aerospace Industries (IAI).
Seperti halnya peran drone Aerostar dari Skadron Udara 51 yang berperan aktif dalam misi intai di Operasi Tinombala, pun Searcher II dapat memberikan pantauan udara yang dapat mendukung pergerakan pasukan pemburu di darat.
Baca: Tuan Guru Bajang Mundur dari Partai Demokrat, Belum Ada Rencana untuk Pindah Parpol Lain

Searcher II bersanding dengan UAV Heron, keduanya menjadi arsenal AU Singapura.
Oleh pihak pabrikannya, Searcher disebut sebagai multi mission tactical UAV yang mengedepankan peran surveillance, reconnaissance, target acquisition, artillery adjustment and damage assessment.
Searcher II dengan bobot (MTOW) 435 kg sanggup membawa payload hingga 120 kg. Disokong satu unit mesin 4 stroke Limbach L 550, 35 kW (47 hp), Searcher II sanggup terbang dengan endurance 18 – 20 jam.
Kecepatan maksimum drone ini mencapai 200 km per jam dan dapat terbang sejauh 150 km (Line of Sight) pada ketinggian 6.100 meter.
Yang special dari mesin Limbach L 550 adalah sifatnya yang low noise dan low audio detection.
Sementara payload yang dapat disokong Searcher mencakup sensor Electro Optical (TV & IR), Synthetic Aperture Radar (SAR), dan COMINT & ESM Integration Capability.