Boediono Akui Syafruddin yang Mengusulkan Write Off Kewajiban BDNI Sebesar Rp 4,8 Triliun
Mantan Menteri Keuangan Boediono bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (19/7/2018).
TRIBUNJAMBI.COM- Mantan Menteri Keuangan Boediono bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Boediono bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Dalam persidangan, Boediono mengakui bahwa Syafruddin pernah mengusulkan agar kewajiban Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) sebesar Rp 4,8 triliun dilakukan penghapusbukuan (write off).
Uang Rp 4,8 triliun itu terdapat pada pinjaman petambak udang kepada BDNI.
Menurut Boediono, usulan penghapusbukuan itu disampaikan Syafruddin dalam rapat terbatas di Istana Negara pada 11 Februari 2004.
Rapat dihadiri Presiden Megawati Soekarnoputri dan menteri-menteri.
"Intinya, penghilangan atau pengurangan utang sebelumnya," ujar Boediono.
Baca: Berencana Bunuh Raja, Polisi Malaysia Tangkap 7 Terduga Teroris, Tiga Diantaranya WNI
Baca: Tengah Ramai Dibully, Iis Dahlia : Hujatan Netizen Lebih Jahanam Dibandingin Juri
Baca: Datangi KPK, Perusahaan Asal Jepang Mengaku Kerap Dimintai Biaya Ilegal oleh Pejabat Indonesia
Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar rekaman suara rapat terbatas tersebut.
Dalam rekaman itu, terdengar suara Syafruddin mengusulkan write off.
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.
Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Selain itu, Syafruddin juga disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan misrepresentasi dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.