Kesehatan

Ternyata Kebanyakan Baca Hoaks Berefek Lho pada Otak Anda, Yuk Atasi dengan Cara Ini

Penyebaran hoaks semakin masif dan kian tak terkendali. Selain karena alasan politik, hoaks bahkan juga menyasar informasi ilmiah.

Penulis: Fifi Suryani | Editor: Fifi Suryani
Beredar informasi tentang permen susu yang mengandung narkoba, namun sudah diklarifikasid ari Polda Jateng, informasi ini adalah Hoax 

TRIBUNJAMBI.COM - Penyebaran hoaks semakin masif dan kian tak terkendali. Selain karena alasan politik, hoaks bahkan juga menyasar informasi ilmiah.

Sayangnya, banyak yang menelan mentah-mentah saja hoaks tersebut, tanpa melakukan klarifikasi. Akibatnya dapat mengubah paradigma berpikir masyarakat, bahkan juga berdampak buruk pada hubunga antarmasyarakat.

Tidak hanya itu, terlalu sering mengonsumsi hoaks ternyata juga berdampak pada otak seseorang. Topik ini dibahas dr. Kartika Mayasari, pengasuh rubrik info sehat di akun klikdokter.com, yang kembali diunggah Selasa (03/4) pukul 13.00 WIB.

Baca: Pengendara Ojek Online Dirampok di Kawasan Langit Biru, Sempat Lakukan Perlawanan

Dijelaskan dr. Kartika, efek buruk dari berita hoaks dalam memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia memang sudah banyak dirasakan dan menimbulkan keresahan. "Meski demikian, tak banyak tahu bahwa hoaks dapat memengaruhi kesehatan otak pada setiap orang yang gemar membaca hoaks," ujarnya.

Sebuah gambar magnetic resonance imaging (MRI) dalam Laporan Ilmiah Alam oleh Kaplan dan rekan dari Universitas Southern California, Amerika Serikat (AS), menunjukkan bahwa pernyataan yang provokatif dan sensasional secara politik dapat mengaktifkan bagian-bagian pada otak Anda yang terkait dengan identitas diri dan emosi, seperti amigdala. Amigdala adalah bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi.

Percobaan dilakukan di klinik Amen di New York, AS, bersama dr. Amen dan tim yang melakukan Quantitative Electroencephalograms (QEEGs). Alat ini bekerja dengan memasang 19 elektroda di kulit kepala, yang bertujuan untuk merekam aktivitas listrik dari otak dengan menggunakan pena yang menulis di atas gulungan kertas.

Tes ini adalah pemeriksaan penunjang yang berbentuk rekaman gelombang elektrik sel saraf yang berada di otak, yang bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan fisiologi fungsi otak.

Baca: Hutan Mangrove di Tanjab Barat Rusak

Baca: FOTO-Cerita Penumpang: Cemas, Tiba-tiba Disuruh Pakai Masker karena Tekanan Udara di Kabin Berkurang

"Hingga kini, sudah ada ribuan penelitian yang menggunakan QEEGs untuk berbagai indikasi klinis, termasuk masalah memori, kecemasan, depresi, cedera otak traumatis, dan ADHD," imbuh Kartika.

Klinik Amen mendatangkan dua penulis hoaks yang biasa menulis hoaks di sebuah media. Selain kedua orang penulis ini, ada juga tiga orang relawan wanita yang didatangkan untuk diperiksa perubahan fisiologi pada otaknya saat membaca berita hoaks tersebut.

Ada tiga tahapan yang dilakukan saat pemeriksaan tersebut berlangsung. Yang pertama adalah kondisi saat pertama kali mata tertutup sebelum membaca berita hoaks, yang kedua adalah saat mereka membaca berita hoaks pertama, dan yang ketiga adalah saat membaca berita hoaks kedua.

"Hasilnya berbeda dari setiap sukarelawan tersebut. Hal ini memang dipengaruhi oleh ketertarikan seseorang terhadap suatu berita dan suatu keadaan tertentu, serta keyakinan mereka masing-masing terhadap suatu pandangan tertentu," jelasnya.

Baca: Penumpang Lion Air Sudah Mendarat di Jambi, Alhamduliillah Ya Allah, Iki Ibuk Nang

Halaman
12
Tags
hoaks
otak
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved