Sir William Henry Perkin Sang Pembuat Tren, Karena Temuannya Dunia Jadi 'Gila' Warna Ungu
Kejayaan Sir William Henry Perkin ditandai dengan puncak dari perkembangan pesat industri tekstil yang terjadi kala itu.
TRIBUNJAMBI.COM - Hari ini, Senin 12 Maret 2018 para pengguna Google akan mendapati Google Doodle berupa tokoh Sir William Henry Perkin.
Jika kita mengarahkan kursor pada logo Google hari ini akan muncul keterangan bahwa hari ini adalah peringatan 180 tahun kelahiran Sir William Henry Perkin.
Sir William Henry Perkin lahir di London Timur, Inggris, 12 Maret 1838.
Ia lahir dari orang tua, George Perkin, seorang Tukang Kayu yang sukses di eranya kala itu dan istrinya Sarah Perkin sebagai anak yang ketujuh.
George dan Sarah kala itu mungkin tak menyangka bahwa anak bungsu mereka dari tujuh bersaudara ini akan menjadi sosok yang berpengaruh dalam sejarah manusia.
Ya, sosok Sir William Henry Perkin tersebut akan selalu dikenang dalam sepanjang sejarah sebagai penemu pewarna sintetis pertama di dunia!
Sosoknya ini secara tak sengaja menemukan hal tersebut setelah gagal mensintesis kinina sebagai obat malaria kala itu.
Tanpa 'kegagalannya' ini, mungkin perkembangan industri pewarna sintetis dan tekstil akan stagnan seperti di abad ke-18 hingga sekarang
Oleh karena itu tak heran jika untuk menghormatinya Google mengangkat Sir William Henry Perkin sebagai temanya di Google Doodle hari ini.
Lantas, bagaimana kisah awal mula Perkin menemukan zat pewarna 'mauvenine' untuk pakaian tersebut?
Semuanya bermula kala Perkin masih remaja, tepatnya berusia 18 tahun.
Pada 1853 Sir William Henry Perkin masuk Royal College of Chemistry, London
Saat itu, William Henry Perkin belajar di bawah bimbingan August Wilhelm von Hofmann, seorang ahli kimia asal Jerman.
Sebagai seorang asisten di laboratorium yang berusia 18 tahun, Sir William Henry Perkin memiliki tugas untuk membersihkan semua kotoran hitam dari gelas kimia setelah percobaan yang gagal.
Hofmann kala itu tengah sibuk mencari rumusan kimia guna menghasilkan obat penangkal penyakit malaria yang menjadi momok di kala itu.