'Saya Sudah Rela Mati Asal Bisa Lihat Keponakan' Teriris Hati Bacanya!
Rumah itu bercat putih kusam di beberapa bagian telah lapuk dimakan waktu. Tak ada teras dan tak ada yang istimewa. Hanya ada satu kursi yang
TRIBUNJAMBI.COM, BANTUL - Suara batuk terdengar bertubi-tubi ketika Tribun Jogja menyambangi sebuah rumah sederhana di Padukuhan Talkondo, Poncosari, Srandakan, Bantul, Rabu (7/3/2018).
Rumah itu bercat putih kusam di beberapa bagian telah lapuk dimakan waktu.
Tak ada teras dan tak ada yang istimewa. Hanya ada satu kursi yang telah reot, berada di depan rumah, tepat dibawah jendela.
Masuk ke dalam rumah, seorang nenek bangkit dari peraduannya, tangannya tampak meraba di sekitar meja kayu dekat dipan tempat tidurnya. Ia meraba gelas, hendak minum.
Ia adalah Mbah Pariyem, usianya 65 tahun.
Penglihatannya terganggu pascatubuhnya terbakar api dua tahun silam.
Mata sebelah kanan Mbah pariyem tampak melepuh, bahkan jika diperhatikan dengan seksama, bola matanya nyaris keluar dari pelupuknya.
Sebagain kulit punggungnya mengelupas, menyisakan putih mengkilat, luka bakar.
Bukan hanya itu, sebagian kulit kepala Mbah Pariyem melepuh dan mengelupas bekas jilatan api dan siraman air panas.
Baca: Netizen Ngeres! Lihat Foto Natasha Wilona dengan 3 Temannya, Malah Fokus Komentari Soal Tak Berbaju
Baca: Istri Cantik Bripka Fer yang Dituduh Berselingkuh dengan Kapolsek Akhirnya Buka Mulut, Ini Katanya
"Loro tenan, nanahe tasih sering metu. Perih. Rosone gatal, ora entuk nganggo kudung, (Sakit sekali. Nanahnya masih sering keluar dari kepala. Perih. Kepala ini juga rasanya gatal, tidak boleh pakai kerudung)," ucap Mbah Pariyem, sembari memegang sebagian kepalanya, Rabu (07/03/2018).
Ia sesekali terlihat merintih kesakitan dan menyabetkan kain ke punggungnya berulang kali.
Mbah Pariyem dalam sepinya mengaku bertahun-tahun tidak pernah merasakan lelapnya tidur, lantaran tersiksa dengan rasa sakit di kepala dan punggungnya.
"Tiduran hanya bisa miring ke sebelah kiri. Mau ganti sebelah kanan sakit sekali di kepala. Di punggung juga senut-senut. Sebentar sebentar juga batuk, ya Allah, koyo ngene tenan," rintih Mbah Pariyem dalam Bahasa Jawa.