Warsi Sering Temui Tambo atau Naskah Kuno
Bukan sekali Herma Yulis, Asisten Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, berhadapan dengan tambo-tambo
Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Deddy Rachmawan
Bukan sekali Herma Yulis, Asisten Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, berhadapan dengan tambo-tambo atau naskah piagam di wilayah-wilayah yang mereka tangani.
"Banyak kami temui di daerah ulu, daerah Serampas, ada juga di daerah Merangin," ungkapnya.
Penemuan ini dapat membantu mereka dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masala, yang mungkin bisa diselesaikan dengan itu. Namun masalah yang selalu hadir untuk kawan-kawan KKI Warsi adalah mereka tidak bisa membaca langsung naskah tersebut.
"Cuma bisa menggali dari ucapan langsung penduduk setempat, bertanya langsung sama pemilik naskah secara lisan, seperti piagam Lantak Sipandan dan yang lainnya tadi," ujarnya.
Banyak pula daerah yang menyimpan nasah piagam tetrsebut secara ketat. "Seperti di Guguk daerah Merangin. Harus diadakan kenduri dulu sekaligus makan bersama jantung kerbau, samo-samo motong kerbau," ucap Yulis.
Ada pula yang diturunkan kotaknya dari dek rumah. "Seringkali itu tak boleh dilihat, cuma bisa lihat kotaknya karena di dalamnya diperkirakan sudah sangat rapuh, dan itu adalah pusaka dari nenek moyang mereka," katanya.
Annabel Teh Gallop sebelumnya pernah mengatakan bahwa kerjasama dengan KKI Warsi ini tepat sekali, karena dapat menolong mereka memahami batas-batas wilayah yang menjadi hak kelompok tertentu. "Tapi pengkajian memang harus dilakuan tidak terburu-buru, karena ada piagam tentang batas wilayah, yang 150 tahun kemudian berubah," ungkap Annabel dalam sesi materi.
Sesekali ia membantu menerjemahkan beberapa detail naskah yang kurang terbaca. Ia juga menjabarkan tipikal-tipikal cap, karena cap adalah satu di antara fokus penelitian dalam disertasinya.
Tak hanya Warsi yang mendapatkan manfaat acara ini, tapi juga peserta, di antaranya Syamsul Bahri, seorang guru bahasa Arab dari MTsN Pengabuan Tanjabbar. Ia mendapatkan kabar acara ini melalui sosial media Facebook. "Walau pun saya guru bahasa Arab, saya senang mengikuti acara ini, karena punya hobi di bidang sejarah, umumnya sejarah Jambi dan khususnya mengenai sejarah Tanjabbar" katanya.
Ia merencanakan penelitian, karena ia punya pengalaman beberapa kali ikut penelitian sejarah. "Khususnya mengenai sejarah Pendidikan Islam dan perjuangan di Kualatungkal," ungkap Bahri.
Ia mempunyai rencana ingin meneliti naskah piagam yang menjadi rencana penelitiannya. "Meneliti tentang naskah pernjanjian kerajaan Jambi dan VOC. Saya dapat datanya dari Arsip Nasional RI bersama ibu Annabell," ungkap pria ini.
Pada penutupan acara Jumardi Putra selaku penggagas acara dari Jurnal Seloko, mengucapkan terimakasih bayak pada KKI Warsi yang telah membantu menyediakan ruangan dan panganan yang ada. Ia juga kembali mengulangi harapannya agar ada peneliti lokal mengenai studi Jambi.
Ia juga berterimakasih pada peserta yang berasal dari universitas. "Mudah-mudahan dengan adanya acara ini kawan-kawan bisa meningkatkan SDM-nya untuk menjalani penelitian ini," ungkap Jumardi.
Di satu percakapan Tribun dengan Jumardi, ia mengatakan harapannya tentang adanya peneliti yang lebih muda dan berasal dari kalangan mahasiswa. "Kalau lebih muda, lebih banyak waktu yang dimilikinya," ungkapnya. (Jaka Hendra Baittri)