Berita Viral

Irene Meninggal Usai Ditolak RS Dalam Kondisi Hamil, Keluarga Desak Investigasi, RS Klarifikasi

Meski berada dekat wilayah kota, Irene justru mengalami nasib memilukan hingga meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya saat dalam perjalanan

Penulis: Tommy Kurniawan | Editor: Tommy Kurniawan
ist
Irene Meninggal Usai Ditolak RS Dalam Kondisi Hamil, Keluarga Desak Investigasi, RS Klarifikasi 

TRIBUNJAMBI.COM – Tragedi meninggalnya seorang ibu hamil di Jayapura memantik keprihatinan publik, setelah beredar dugaan bahwa korban sempat ditolak sejumlah rumah sakit di Kota dan Kabupaten Jayapura, Papua.

Korban diketahui bernama Irene Sokoy, warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, yang sedang mengandung dan membutuhkan pertolongan medis darurat saat kejadian.

Kampung Hobong sendiri berada sekitar 34 kilometer dari pusat Kota Jayapura, namun akses pelayanan kesehatan ternyata belum sepenuhnya berpihak pada warganya.

Meski berada dekat wilayah kota, Irene justru mengalami nasib memilukan hingga meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya saat dalam perjalanan menuju rumah sakit pada Senin, 17 November 2025.

Kabar kepergian Irene Sokoy tersebut langsung menyebar dan menuai gelombang reaksi di media sosial serta kritik terhadap sistem layanan kesehatan di Jayapura.

Pasalnya, Irene diduga mengalami penolakan layanan dari beberapa fasilitas kesehatan, seperti RSUD Yowari di Kabupaten Jayapura dan Rumah Sakit Dian Harapan (RSDH) di Kota Jayapura.

Baca juga: Curhat Risma Tak Malu Jadi Sopir truk, Malah Sumber Kebahagiaan: Bisa Healing Juga

Baca juga: Fantastis Kakek 61 Tahun Nikahi Gadis Muda Beda 42 Tahun, Beri Mahar Mobil Mewah

Kronologi Detik-Detik Sang Ibu Kehilangan Nyawa

Menurut penuturan keluarga, Irene mulai mengeluh rasa sakit berat pada Senin (17/11/2025) sekitar pukul 03.00 WIT.

Keluarga pun bergegas membawa Irene menggunakan speedboat dari Kampung Kensio menuju RSUD Yowari sebagai fasilitas kesehatan terdekat yang dianggap mampu menangani persalinan.

Namun setelah mendapat penanganan awal, Irene dirujuk ke RS Abepura, tetapi disebut tak mendapatkan layanan seperti yang diharapkan.

Keluarga mencoba kembali mencari pertolongan di RS Dian Harapan, tetapi informasi yang diterima menyebut pasien tidak bisa dilayani di sana.

Kesempatan berikutnya, Irene dibawa ke RS Bhayangkara, namun pihak rumah sakit menyatakan seluruh kamar penuh dan hanya tersedia ruang VIP dengan syarat pembayaran Rp 4 juta sebelum pasien ditangani.

Biaya tindakan operasi pun disebut mencapai Rp 8 juta dan keluarga tidak memiliki dana sebesar itu.

Akhirnya, Irene kembali dirujuk ke RSUD Dok II Jayapura, tetapi nyawanya tidak tertolong sebelum tiba di rumah sakit rujukan tersebut.

Dalam perjalanan itulah, Irene mengembuskan napas terakhir bersama calon buah hati yang belum sempat melihat dunia.

 Dosen Universitas Cenderawasih, Fredy Sokoy, yang mewakili keluarga korban menyampaikan kecaman keras terhadap kejadian yang menimpa Irene.

Irene diketahui merupakan anak dari sepupunya, sementara suami korban adalah putra dari saudari kandungnya, sehingga Fredy memiliki kedekatan emosional yang besar terhadap keluarga.

“Saya hadir saat pemakaman, dan ini sungguh kejadian yang sangat menyayat hati,” ujarnya melalui pesan WhatsApp kepada wartawan, Kamis (20/11/2025).

Ia menilai, kondisi fasilitas kesehatan di kota semestinya tidak membuat pasien harus berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain tanpa kejelasan.

“Slogan keselamatan pasien di atas segalanya, apakah hanya sekadar kata-kata? Dua nyawa orang Papua sama berharganya dengan seratus nyawa,” tegasnya.

“Beginikah nasib rakyatku? Mati karena hal yang seharusnya bisa dicegah,” imbuhnya.

Keluarga Desak Pemerintah Lakukan Investigasi

Atas kejadian ini, keluarga korban menuntut pemerintah daerah dan pihak terkait melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan penolakan layanan kesehatan.

Mereka menilai sistem rujukan darurat di Jayapura tidak berjalan dan justru mengorbankan masyarakat kecil.

“Jika ini terjadi di pedalaman, mungkin kami bisa maklumi keterbatasannya. Namun ini terjadi di wilayah kota, dekat fasilitas kesehatan lengkap,” tegas Fredy.

Klarifikasi dari RSUD Yowari

Menanggapi tudingan penelantaran, Direktur RSUD Yowari, Maryen Braweri, memastikan bahwa penanganan terhadap Irene telah dilakukan sesuai SOP sebelum dirujuk ke rumah sakit lain.

Maryen menerangkan bahwa rumah sakit saat ini hanya memiliki satu dokter spesialis kandungan aktif bertugas, karena satu dokter lainnya tengah menjalani pendidikan hingga 2026.

“Penanganan dilakukan melalui koordinasi dengan dokter spesialis kandungan via telepon karena dokter yang bersangkutan sedang tidak berada di Papua,” jelas Maryen.

RSUD Yowari juga telah melaporkan kasus ini ke Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan menunggu tindak lanjut investigasi.

Bantahan dari Rumah Sakit Dian Harapan

Pihak RSDH Jayapura menolak tudingan bahwa mereka menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari.

Manajemen menegaskan bahwa komunikasi mengenai kondisi ruang perawatan, ketersediaan dokter, serta kapasitas NICU sudah disampaikan sebelum pasien tiba.

Saat itu, ruang NICU penuh dengan delapan bayi, ruang kebidanan kapasitas maksimal, dan dokter spesialis Obgyn sedang cuti.

Ketika situasi IGD membludak dan petugas hendak kembali menangani Irene, ambulans RSUD Yowari ternyata sudah meninggalkan lokasi menuju rumah sakit berikutnya.

Klarifikasi RS Bhayangkara

Kepala RS Bhayangkara, AKBP Rommy Sebastian, menyebut pasien datang tanpa melalui sistem rujukan terpadu seperti yang diwajibkan.

Menurutnya, pemeriksaan awal seperti Tanda-Tanda Vital tetap dilakukan, tetapi prosedur BPJS untuk pasien PBI Kelas 3 harus dipatuhi.

Rommy menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah meminta uang muka atau menolak pasien dengan alasan biaya.

 Sikap Tegas Gubernur Papua

Gubernur Papua, Mathius D. Fakhri, merespons keras kejadian ini dengan meminta semua fasilitas kesehatan untuk tidak menolak pasien dalam kondisi apapun.

“Jika masih ada rumah sakit atau puskesmas menolak pasien, akan ada sanksi. Layani dulu, persoalan administrasi menyusul,” tegas Gubernur, Kamis (20/11/2025).

Evaluasi menyeluruh juga akan dilakukan agar peristiwa serupa tidak terulang.

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved