Curhat Risma Tak Malu Jadi Sopir truk, Malah Sumber Kebahagiaan: Bisa Healing Juga

TRIBUNJAMBI.COM – Pekerjaan sopir truk yang selama ini lekat dengan dunia laki-laki, nyatanya juga menjadi profesi yang digandrungi dua wanita tangguh asal Jawa Tengah.

Risma Ristiana, perempuan 24 tahun asal Banjarnegara, mantap memilih jalur hidup sebagai sopir truk.

Risma sudah akrab dengan kendaraan besar pengangkut sayuran sejak usia remaja karena sering menemani ayahnya bekerja di tahun 2014.

Pengalaman itulah yang membuatnya terdorong untuk belajar menyetir truk secara serius.

Sejak 2018, Risma membuktikan dirinya sebagai wanita mandiri yang mampu menghidupi diri lewat profesi sopir.

Mengemudi Truk Jadi Sumber Kebahagiaan

Menurut Risma, mengemudi truk bukan hanya pekerjaan, melainkan aktivitas yang menghadirkan kesenangan tersendiri.

“Asik aja sambil healing selama bawa truk,” ucapnya, Minggu (23/11/2025).

Baca juga: Mendadak Muncul Pengakuan Dosen Dwi Sebelum Tewas, Sebut AKBP Basuki Sudah Pisah dengan Istri

Baca juga: Fantastis Kakek 61 Tahun Nikahi Gadis Muda Beda 42 Tahun, Beri Mahar Mobil Mewah

Dalam satu pekan, ia bolak-balik Banjarnegara–Jakarta sebanyak dua kali untuk mengirim hasil pertanian.

Risma juga tak gentar menyetir pada malam hari ketika jadwal pengiriman padat.

Jika lelah, ia bergantian kemudi dengan teman sesama sopir agar tetap aman dalam perjalanan.

Setelah lulus sekolah, ia langsung memutuskan terjun bekerja sebagai driver truk tanpa ragu.

Di balik perjalanan kariernya, Risma punya mimpi besar untuk masa depan.

“Ke depannya pengen usaha sendiri,” tuturnya penuh harapan.

Suka Tantangan Mengemudi Jarak Jauh

Cerita berani juga datang dari Suci Caswati (28), perempuan Banyumas yang mulai menjadi sopir truk sejak 2015.

Kecintaannya pada kendaraan besar telah tumbuh sejak kecil dan tak pernah pudar.

Motivasi terbesarnya datang dari lingkungan keluarga, terutama sang suami, Taufikur Rohman, yang juga sopir truk.

“Dari dulu memang suka truk. Suami juga supir, jadi ya ikut tertantang aja untuk nyetir sendiri,” ungkap Suci.

Ia bahkan sudah berpengalaman melintasi rute jauh hingga Bali dan Batam, serta rutin menjalani perjalanan pulang-pergi ke Jakarta dua kali seminggu dengan muatan 8–10 ton.

Komoditas yang ia bawa biasanya berupa salak dan kentang dari daerahnya.

Untuk urusan legalitas, Suci menegaskan dirinya punya SIM lengkap dan layak di jalan raya.

“Punya SIM kok saya,” katanya, membantah stigma bahwa perempuan hanya bisa duduk sebagai pendamping.

Truk Layaknya Rekan Setia di Jalan

Suci dan suaminya selalu berbagi peran ketika mengemudi di perjalanan panjang.

Ban pecah hingga masalah teknis di jalan, keduanya hadapi bersama tanpa takut kotor.

“Kalau pecah ban ya ditangani bareng. Kalau urusan mesin, ya kita bawa ke bengkel,” ujarnya santai.

Selama bertahun-tahun mengemudi, ia bersyukur tak pernah mengalami kecelakaan berarti.

Kini, Suci telah memiliki armada truk sendiri dan bertekad memperbesar usaha dengan menambah unit serta mempekerjakan sopir baru.

Baginya, truk Fuso yang ia kemudikan bukan sekadar alat kerja, tetapi bagian penting dalam hidupnya.

“Kelebihannya tenaganya mantap. Tampilan juga gagah. Saya bawa truk Fuso ban enam,” jelasnya bangga.

 Kisah perjalanan Risma dan Suci menjadi bukti nyata bahwa profesi sopir truk tidak hanya dikuasai kaum pria, melainkan juga bisa menjadi panggung bagi perempuan yang memiliki ketangguhan, kemampuan teknis, dan mental kuat sebagai driver jarak jauh.