Human Interest Story

Asih Ingin Jadi Dokter, Paradoks Digital Orang Rimba di Hutan Jambi

Cita-cita itu mulai muncul, setelah Asih bersekolah. Cita-citanya menjadi dokter bertambah besar, saat mendapat banyak informasi dari internet .

|
Penulis: Rifani Halim | Editor: asto s
Tribun Jambi/Rifani Halim
ANAK RIMBA - Asih Permata Hati (8), anak-anak dari komunitas adat Orang Rimba di Kampung Pasir Putih, Desa Dwi Karya Bakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, Sabtu (27/9/2025). Asih masih mengenyam pendidikan di sekolah dasar. 

Biasanya, satu keluarga hanya memiliki satu gawai. 

Anak-anak, seperti Asih, tidak diberikan peranti itu secara pribadi. Mereka hanya meminjam milik orangtua, jika ingin mengakses media sosial TikTok dan YouTube.

"Mereka (anak Rimba) juga tidak bisa punya medsos sendiri. Bisanya cuma bilang ke ayah, nanti punya ayahnya dipinjaminkan untuk nonton," tutur Ulvi. 

Di Kampung Pasir Putih, Anak-anak Rimba di bangku sekolah dasar tidak terbiasa menggunakan ponsel untuk komunikasi atau belajar. Mereka belum siap dengan pendidikan digitalisasi secara baik. 

Menurut Ulvi, anak usia delapan tahunan masih belum begitu mengenal teknologi, meskipun sudah mengerti cara menggunakan gawai. Tidak ada tuntutan bagi mereka untuk mengenal gawai.

"Kalau teman- teman ramai tidak memainkan HP (ponsel). Lebih banyak mainnya," kata Ulvi. 

ANAK RIMBA - Anak-anak Orang Rimba di Kampung Pasir Putih, Desa Dwi Karya Bakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, sedang berada di bawah pohon kelapa sawit.
ANAK RIMBA - Anak-anak Orang Rimba di Kampung Pasir Putih, Desa Dwi Karya Bakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, sedang berada di bawah pohon kelapa sawit. (Tribun Jambi/Rifani halim)

Literasi digital di komunitas tersebut masih terbatas. Anak-anak menggunakan ponsel tanpa pendampingan dan belum memahami fungsinya secara luas.

"Kalau tidak dibekali literasi digital, mereka menggunakan HP tidak sesuai fungsinya," jelas Ulvi.

Persoalan Dukungan

Saat ini, Pundi Sumatera tengah menjalankan program pelatihan digital, pembuatan konten, pemanfaatan ponsel, hingga pengenalan penggunaan tools AI (artificial intelligence). 

Ulvi berharap ada dukungan dari pemerintah, terutama dalam hal pendirian sinyal internet yang stabil.

Dengan dukungan tersebut, anak-anak seperti Asih tidak hanya mengenal ponsel sebagai hiburan, tapi juga sebagai sarana belajar dan membuka wawasan.

Menurut penelitian dalam ESTUNGKARA: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 1 No. 1 Tahun 2022, literasi digital di kalangan Suku Anak Dalam masih sangat rendah. Hanya sekitar 0,01 persen warga SAD di Desa Nyogan, Kabupaten Muaro Jambi, yang menggunakan teknologi digital untuk menambah wawasan. Sebagian besar anak-anak SAD hanya mengenal ponsel sebagai alat hiburan seperti menonton video atau bermain game .

Komunitas Suku Anak Dalam tersebar di delapan kabupaten di Provinsi Jambi, termasuk Muaro Jambi, Batanghari, Tebo, Sarolangun, Merangin, Bungo, Tanjab Barat. 

Tantangan utama mereka bukan hanya soal akses terhadap peranti elektronik dan digital, tetapi juga minimnya infrastruktur jaringan internet dan pendampingan penggunaan teknologi.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved