Berita Viral

Akhirnya PDIP Bereaksi Soal 2 Kadernya Deddy Sitorus dan Sadarestuwati di DPR, PDIP Kini Ditantang

Partai PDI Perjuangan (PDIP) akhirnya angkat bicara terkait 2 kadernya di DPR RI yang belakangan jadi sorotan.

Penulis: Tommy Kurniawan | Editor: Tommy Kurniawan
ist
Akhirnya PDIP Bereaksi Soal 2 Kadernya Deddy Sitorus dan Sadarestuwati di DPR, PDIP Kini Ditantang 

TRIBUNJAMBI.COM - Partai PDI Perjuangan (PDIP) akhirnya angkat bicara terkait 2 kadernya di DPR RI yang belakangan jadi sorotan.

Kedua Anggota DPR RI dari PDIP itu adalah Deddy Sitorus dan Sadarestuwati.

Kini PDIP menyampaikan permintaan maaf terkait Deddy Sitorus dan Sadarestuwati, yang dianggap telah melakukan kesalahan dan kekhilafan.

Hal itu disampaikan Anggota DPR RI dari PDIP, Said Abdullah merespon sorotan publik terhadap Deddy Sitorus dan Sadarestuwati.

Ya, Deddy Sitorus dipersoalkan usai potongan video pernyataannya di salah satu televisi swasta dinilai membandingkan DPR dengan rakyat jelata.

Sementara itu, Sadarestuwati mendapat kritik karena ikut berjoget dalam acara Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD bersama Anggota DPR Fraksi PAN, Surya Utama (Uya Kuya), dan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio). 

Baca juga: Ada Partai Politik Merayu Aurelie Moeremans dengan Gaji Fantastis: Sudah Ketemu Bosnya, Aku Gak Mau

Baca juga: Kabar Posisi Ahmad Sahroni Terkini Rupanya Sudah di Jerman, Takut Pulang ke Tanah Air

Baca juga: 8 Alternatif Pelaku UMKM saat Fitur Live TikTok Dihentikan, Caranya Sangat Mudah!

"Saya sebagai anggota fraksi PDI Perjuangan atas nama Pak Deddy Sitorus Ibu Sadarestuwati, sungguh-sungguh minta maaf jika kemudian ada kesalahan, kekhilafan, yang dilakukan oleh Pak Deddy dan Ibu Sadarestu, dengan segala kerendahan hati kami minta maaf,” kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025).

Hingga kini, DPP PDIP belum menentukan sikap atas dugaan pelanggaran etik Sadarestuwati dan Deddy Sitorus

Said menilai DPP akan menelaah persoalan ini secara menyeluruh.

“Ya sampai sekarang kan DPP belum menentukan sikap, dan seperti yang saya lihat, seperti Ibu Sadarestuwati, ya sama dengan terlalu banyak lah yang berjoget, ketika acara yang sesungguhnya acaranya sudah selesai, cuma ingin menunjukkan kebhinekaan diputarlah lagu dari daerah timur kan itu saja,” ucap Ketua Banggar DPR RI itu.

Meski demikian, Said menegaskan bahwa pernyataan maupun tindakan kedua legislator tersebut harus dijadikan pelajaran. 

"(Agar) dapat mempergunakan diksi atau frasa yang menimbulkan empati dan simpati kepada rakyat,” tandasnya.

Sudah 5 Anggota DPR Nonaktif

Sebelumnya 5 anggota DPR RI dinonaktifkan oleh partai masing-masing lantaran dinilai telah menunjukkan sikap arogan atau melontarkan pernyataan.

Mereka dinilai tidak empati terhadap masyarakat.

Pada Minggu (31/8/2025) kemarin, total ada lima anggota DPR RI yang resmi dinonaktifkan oleh partainya, yakni:

Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach - Partai Nasional Demokrat (Nasdem)

Surya Utama (Uya Kuya) dan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) - Partai Amanat Nasional (PAN)

Adies Kadir - Wakil Ketua DPR RI dari Partai Golongan Karya (Golkar)

Setelah lima tokoh ini, sorotan publik bergeser ke Partai Indonesia Perjuangan (PDIP).

Sebab, salah satu kadernya, Deddy Sitorus, juga sempat menuai kontroversi dengan pernyataannya yang dinilai menyakitkan.

Pernyataan Deddy Sitorus saat menjadi tamu di acara “Kontroversi” di Metro TV pada Desember 2024 kembali viral pada Agustus 2025 ini.

Dalam acara itu, Deddy menanggapi pertanyaan pembawa acara, Zilvia Iskandar, mengenai ketimpangan antara tunjangan rumah anggota DPR RI Rp50 juta per bulan dan iuran Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang membebani pekerja berpenghasilan UMR (Upah Minimum Regional). 

Deddy menyebut perbandingan antara gaji DPR dan pekerja UMR, seperti tukang becak atau buruh, sebagai “sesat logika” dan menggunakan istilah “rakyat jelata” untuk menggambarkan masyarakat berpenghasilan rendah. 

Diksi "rakyat jelata" dinilai merendahkan sekaligus menyakiti hati masyarakat Indonesia dan mencerminkan sikap elitis yang memisahkan anggota DPR dari rakyat yang seharusnya mereka wakili, sehingga memicu kemarahan publik.

Deddy Sitorus saat ini menjadi Anggota Komisi 2 DPR RI masa bakti 2024-2029 dari Fraksi PDIP dengan daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Utara.

Di tubuh partai, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP.

PDIP Didesak Ambil Langkah Tegas Soal Deddy Sitorus

Terkait pernyataan kontroversialnya, publik pun kini mendesak agar PDIP mengambil langkah tegas dalam menindak Deddy Sitorus, minimal mengikuti langkah-langkah Partai Nasdem, Partai Golkar, dan PAN dengan menonaktifkan anggotanya dari kursi DPR RI.

Di media sosial X (dulu Twitter), muncul pertanyaan mengapa PDIP belum mengambil langkah apa pun terkait Deddy Sitorus.

Bahkan, PDIP dinilai seolah-olah masih 'melindungi' kadernya yang bernama lengkap Deddy Yevri Hanteru Sitorus dan lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara 17 November 1970 itu.

Jika PDIP berani mengambil tindakan tegas terhadap Deddy Sitorus, maka itu berarti bahwa partai berlambang banteng hitam dengan moncong putih ini benar-benar mendengarkan aspirasi rakyat.

Istilah "rakyat jelata" yang dilontarkan Deddy Sitorus juga terkesan jauh dari citra PDIP yang dekat dengan rakyat kecil alias wong cilik.

Salsa Tantang PDIP Berani Tindak Deddy Sitorus

Lebih lanjut, salah satu desakan keras datang dari influencer sekaligus aktivis diaspora, Salsa Erwina Hutagalung.

Melalui sebuah unggahan di media sosial Instagramnya, @salsaer, Minggu (31/8/2025), Salsa menantang PDIP untuk berani mengambil langkah tegas terhadap Deddy Sitorus.

"PDIP Perjuangan, hari ini kita melihat beberapa anggota yang pernah berlaku arogan dan menyakiti masyarakat sudah dinonaktifkan oleh partai masing-masing," kata Salsa dalam video unggahannya.

"Tapi, sampai saat ini, kita masih menunggu, bagaimana dengan jawaban kalian terhadap anggota kalian yang pernah menghina rakyat, terutama dan paling utama adalah juara dunia manusia paling arogan sedunia yang tidak mau disamakan dengan rakyat jelata yang ngasih dia makan. Jadi, kapan kalian akan segera mengambil tindakan tegas?" lanjutnya.

Salsa juga menambahkan, PDIP diharapkan tidak sekadar mengambil langkah penonaktifan yang menurutnya tidak transparan, serta masih belum jelas konsekuensi dan durasinya.

PDIP sebagai partai yang ditunggu-tunggu responnya, harap Salsa, dapat mengambil tindakan yang lebih tegas dibandingkan partai-partai sebelumnya yang hanya menonaktifkan anggotanya.

"Jadi, kita berharap karena kalian sudah merespon paling lama, semoga kalian datang dengan respon yang sangat tegas, pecat sebagai anggota parlemen, pecat sebagai anggota parpol, diharamkan untuk pernah masuk lagi ke partai politik," ujar Salsa.

"Yang tegas, yang jelas, yang transparan, yang tidak dengan pidato normatif yang membuat masyarakat bertanya-tanya lagi," tandasnya.

Setelah potongan video acara "Kontroversi" tersebut beredar viral, Deddy Sitorus memberikan klarifikasi dan mengatakan bahwa narasi yang beredar sangat menyesatkan.

Menurutnya, ada framing yang sengaja dibentuk buzzer terhadap video itu. 

"Di sana video dipotong pernyataan saya seolah-olah jangan samakan DPR dengan rakyat jelata. Dia tidak memasukkan video secara utuh. Host saat itu membandingkan gaji anggota DPR dengan pekerja UMR. Itu kan perbandingan yang tidak setara. Seperti Anda membandingkan gaji jenderal dengan prajurit. Itu sesat logika," kata Deddy, seperti dikutip dari Instagram resminya, Sabtu (23/8/2025), dilansir TribunJakarta. 

Potongan video tersebut, kata Deddy, sengaja diviralkan buzzer untuk menyerang dirinya dan PDI Perjuangan. 

Selain itu, Deddy menyinggung adanya operasi buzzer dengan anggaran sebesar Rp8 miliar, untuk menggiring opini publik. 

"Sama buzzer ini motong video dibuat seolah-olah hanya pernyataan, jangan samakan DPR dengan rakyat. Oh, jahat banget kalian tapi rendahan sih. (Gara-gara itu) saya dihajar komentar-komentar buzzer di mana-mana, masya allah," lanjutnya. 

Deddy memberikan klarifikasi bahwa dalam talkshow itu, dirinya menolak perbandingan gaji DPR dengan rakyat biasa. 

Menurutnya, gaji DPR semestinya dibandingkan dengan profesi yang setingkat, bukan lebih rendah. 

"Kalau mau bandingkan gaji DPR, bandingkan dong dengan pejabat dari lembaga tinggi lainnya. Misalnya menteri, kapolri, dirjen dan deputi lembaga negara. Masa dibandingkan dengan pekerja UMR," katanya. 

Deddy melanjutkan, pertanyaan itu sengaja dilempar host kala itu demi memantik perdebatan. 

"Jadi, kalau ada yang bilang saya seolah-olah DPR itu tidak setara dengan rakyat, itu pikiran go*lok. Karena esensinya di talkshow itu bicara soal gaji bukan status. Jadi buzzer-buzzer bayaran, saya diamin. Biarin lah kalian dapat makan, tetapi banyak orang terpengaruh karena video itu hanya secuil," pungkasnya.

12 Tuntutan Utama Warga Disuarakan Salsa Erwina

Salsa kemudian membacakan 12 poin tuntutan yang ditujukan kepada DPR dan pemerintah, antara lain: 

1. SAHKAN Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

2. PECAT anggota DPR yang terbukti menghina rakyat atau hanya mewakili kepentingan partai politik yang tidak kredibel. KPK AUDIT segala kepemilikan harta, aset, dsb.


3. BEBASKAN pihak-pihak yang ditangkap dalam kaitannya dengan penyampaian aspirasi masyarakat pada demo 25, 28, 29 Agustus 2025.

4. REFORMASI DPR :

AUDIT secara TRANSPARAN lewat badan NETRAL penggunaan anggaran DPR yang mencapai Rp 9,9 triliun per tahun. Kedepannya: LAPORKAN PENYERAPAN anggaran setidaknya setiap bulan kepada rakyat.

RAMPINGKAN anggaran dan jumlah anggota DPR. Potong semua anggaran yang tidak urgent (penting-red.) bagi kesejahteraan rakyat.

TOLAK mantan napi korupsi sebagai anggota DPR & BUMN.

HAPUSKAN perlakuan istimewa yang menciptakan kesenjangan dengan rakyat seperti:

PPh 21 ditanggung oleh APBN,

sistem pengawalan khusus,

transportasi cukup transportasi umum gratis,

pensiun seumur hidup bagi masa kerja 1 periode.

Ke depannya:

KPK MENINJAU DAN MEMERIKSA setiap anggota DPR.
SIARKAN segala sidang dan rapat secara LIVE transparan dengan masyarakat.

5. TURUNKAN gaji dan tunjangan anggota DPR dengan batas TOTAL TAKE HOME PAY maksimal lima kali Upah Minimum Regional (UMR), disertai kejelasan dan transparansi besaran gaji.

6. TETAPKAN Key Performance Indicators (KPI) yang terukur bagi anggota DPR sebagai standar kinerja. Ke depannya: 1) Evaluasi dan PECAT yang tidak bisa memenuhi target, 2) Laporkan progress, achievement (pencapaian-red.), challenges (berbagai tantangan-red.), secara berkala kepada rakyat.

7. AUDIT menyeluruh terhadap BUMN untuk memastikan profitabilitas (dan hanya apabila ini strategi terbaik), membuka peluang Initial Public Offering (IPO) atau pengelolaan swasta untuk profitabilitas dan kontribusi positif terhadap APBN.

8. BATALKAN rencana kenaikan pajak yang dinilai memberatkan masyarakat.

9. ADILI pembunuh pahlawan Affan Kurniawan SEBERAT-BERATNYA. NEGARA HARUS MENANGGUNG biaya hidup keluarga dari pahlawan kami yang telah gugur. LENGSERKAN Kapolri yang gagal memberikan komando untuk melindungi masyarakat.

10. BERIKAN standar gaji yang layak terhadap pahlawan bangsa, seluruh guru di Indonesia.

11. REFORMASI KINERJA KEPOLISIAN yang profesional, berpihak dan berempati terhadap rakyat bukan membela kepentingan penguasa.

12. SYARAT ANGGOTA DPR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap memiliki peran penting dalam sistem demokrasi Indonesia, namun diperlukan pembaruan menyeluruh agar dapat berfungsi secara lebih efektif dan kredibel. Beberapa ketentuan yang diusulkan untuk menjadi syarat masuk DPR antara lain :

Pendidikan minimum Strata 1 (S1) atau setara, guna memastikan kualitas intelektual dan kemampuan analisis anggota legislatif.

Kemampuan bahasa asing yang terukur, dengan standar skor TOEFL minimal 500, mengingat anggota DPR juga mewakili rakyat di ranah internasional. Selain itu, anggota DPR harus memiliki kemampuan berbicara di depan publik dengan baik dan cerdas.

Kesesuaian latar belakang dengan bidang komisi, sehingga anggota yang duduk di suatu komisi benar-benar memahami sektor yang diwakilinya.
Tes kapabilitas oleh partai politik layaknya PNS atau pegawai BUMN, termasuk tes IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Intelligence), AQ (Adversity Intelligence), dsb.

“Kami menuntut kalian karyawan-karyawan yang dibayar dengan pajak rakyat dan diberikan tugas untuk mewakili rakyat, untuk melaksanakan tuntutan ini selambat-lambatnya pada 5 SEPTEMBER 2025 pukul 23:59 WIB. Kita akan menilai apakah kalian masih pantas mengemban amanat rakyat? Jangan biarkan kekacauan ini berlanjut, kita semua marah, murka dengan cara kalian menjalankan sistem pemerintahan di negara tercinta. Sekarang bola ada di tangan kalian, mampukah mewujudkannya? @dpr_ri @prabowo Semua bangsa Indonesia, kita kampanyekan terwujud dalam 7 hari kedepan! HIDUP RAKYAT!! kita semua berhak hidup layak dan hidup dinegara yang adil, bebas korupsi, berpihak pada rakyat bukan kepentingan partai atau siapapun kembalikan kedaulatan ke tangan rakyat!!!! *kedepannya: segera dibentuk setelah 7 hari,” demikian tulis Salsa Erwina dalam deskripsi unggahannya.

Tak hanya versi tertulis, tuntutan tersebut juga dibuat dalam bentuk video.

Salsa Erwina merekam dirinya yang membaca poin-poin tuntutan rakyat, mengunggah video tersebut dan menandai akun resmi DPR RI.

“Dengarkan video ini sampai selesai @dpr_ri! Terdapat 12 aspirasi yang dituntut oleh masyarakat untuk segera kalian tindak. Kami tunggu dalam 7 hari kedepan! Buktikan kepada masyarakat kalau memang DPR memang layak dipertahankan dan memang benar-benar berpihak pada rakyat! Kami tunggu update dari kalian segera!” tulis Salsa Erwina dalam deskripsi videonya, Sabtu (30/8/2025) pagi.

Diberitakan sebelumnya, seruan untuk membubarkan DPR ramai di media sosial menjelang aksi unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Menanggapi hal itu, Sahroni sempat menyebutkan bahwa masyarakat boleh mengkritik, mencaci, bahkan mengecam DPR, tetapi jangan berlebihan.

"Kenapa? Kita ini memang orang pintar semua? Enggak. Bodoh semua kita. Tetapi ada tata cara kelola bagaimana menyampaikan kritik yang harus dievaluasi,” kata Sahroni saat kunjungan kerja di Polda Sumut, Jumat (22/8/2025).

Politisi Nasdem itu menegaskan, DPR akan tetap ada sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan dan penyeimbang pemerintah.

Ahmad Sahroni kemudian dinonaktifkan Partai NasDem dari keanggotaanya di DPR.

Semula ada 4 anggota DPR yang dinonaktifkan yakni Eko Patrio dan Uya Kuya dari Fraksi PAN, serta Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Nasdem.

DPP Partai Golkar pun menyusul menonaktifkan kadernya, Adies Kadir yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI.

Sebagian besar tuntutan belum terpenuhi.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved