Berita Nasional
Bukan Dipecat, Ahmad Sahroni Dkk Hanya Dinonaktifkan dari DPR, Pengamat: Langkah Parpol Tanggung
Ahmad Syahroni, Uya Kuya dan beberapa anggota DPR RI lainnya dinonaktifkan partainya dari kursi DPR pasca pernyataannya
Penulis: Suci Rahayu PK | Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNJAMBI.COM - Perbedaan status DPR nonaktif dan dipecat.
Ahmad Syahroni, Uya Kuya dan beberapa anggota DPR RI lainnya dinonaktifkan partainya dari kursi DPR pasca pernyataannya diduga jadi pemicu kemarahan publik.
Langkah ini diambil partai politik sebagai respon atas kecaman publik hingga berujung aksi demo.
Lantas apa perbedaan status DPR yang nonaktif dan dipecat?
Beda status DPR nonaktif dan dipecat
Anggota DPR yang dinonaktifkan tidak memiliki status yang sama dengan dipecat.
Status nonaktif berarti anggota DPR untuk sementara waktu tidak menjalankan tugas dan kewenangan sebagai wakil rakyat hingga ada keputusan lanjutan.
Status nonaktif pada anggota DPR sama dengan pemberhentian sementara.
Artinya, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir tidak kehilangan statusnya sebagai anggota DPR.
Baca juga: Breaking News Gerakan Cipayung Jambi Gelar Aksi Lanjutan di Depan DPRD Provinsi
Baca juga: 2 Kebijakan Pasca Demo Ricuh - Tunjangan DPR Dicabut dan Moratorium Kunjungan ke Luar Negeri
Mereka masih tercatat sebagai anggota dewan aktif.
Lantaran masih anggota dewan aktif, mereka juga tetap berhak menerima gaji serta fasilitas keuangan lainnya.
Hal ini sesuai pada Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Dalam Pasal 19 ayat 4, disebutkan bahwa anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak tersebut tidak hanya berupa gaji pokok, melainkan juga berbagai tunjangan.
Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, tunjangan yang dimaksud meliputi tunjangan istri/suami, anak, jabatan, kehormatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.
Sementara, pemecatan berarti pencabutan permanen status keanggotaan di DPR yang biasanya melalui mekanisme lebih panjang dan melibatkan partai politik pengusung maupun keputusan resmi lembaga legislatif.
Di Indonesia, presiden dan DPR sesuai konstitusi memiliki kedudukan yang sejajar sebagai lembaga negara.
Keduanya merupakan mitra yang tidak dapat saling menjatuhkan.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 7C UUD 1945 yang menyatakan presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.
Selain itu, presiden juga tidak bisa memberhentikan anggota DPR dan tidak memiliki kewenangan untuk memecat anggota DPR.
Namun, pemberhentian anggota DPR bisa diusulkan oleh ketua umum partai politik dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada presiden.
Baca juga: Daftar Titik Demo 1 September 2025 di Jakarta, Mulai Gedung DPR hingga Kantor DPP NasDem di Menteng
Baca juga: Wali Kota Jambi Imbau Orang Tua Awasi Anak Pasca Ricuh Aksi Demonstrasi
Ada sejumlah alasan yang menyebabkan anggota DPR diberhentikan, yakni:
1. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun
2. Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik
3. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
4. Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
6. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD
7. Diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau
8. Menjadi anggota partai politik lain.
Pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud dalam poin ketiga, empat, tujuh, dan delapan diusulkan oleh ketua umum partai politik dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada presiden.
Presiden kemudian akan meresmikan pemberhentian anggota DPR tersebut.
Selain alasan itu, pemberhentian akan didasarkan pada putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
MKD akan menyampaikan laporan dalam rapat paripurna DPR untuk mendapatkan persetujuan mengenai pemberhentian tersebut.
Baca juga: Sorotan Tertuju ke Ajie Karim, Anggota DPRD Sumut Diduga Asyik Dugem saat Rakyat Demo
Nonaktifkan 5 Anggota DPR RI, Parpol Dianggap Tak Tegas
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai langkah sejumlah partai politik yang menonaktifkan kadernya dari DPR RI menunjukkan sikap yang tidak tegas.
Menurut Lucius, istilah nonaktif tidak dikenal dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), sehingga keputusan tersebut menjadi janggal.
"Istilah nonaktif ini bukan kata yang dipakai UU MD3 untuk menyebutkan alasan yang bisa digunakan DPR untuk memproses penggantian anggota DPR (PAW)," kata Lucius kepada wartawan, Senin (1/9/2025).
Tiga partai politik menonaktifkan kadernya dari Anggota DPR yang menjadi sorotan publik setelah menyampaikan pernyataan kontroversial terkait tunjangan DPR.
PAN menonaktifkan Eko Hendro Purnomo dan Surya Utama, Partai NasDem menonaktifkan Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni, sementara Partai Golkar menonaktifkan Adies Kadir.
Lucius menyebut dalam UU MD3 dijelaskan bahwa tiga alasan pemberhentian antarwaktu anggota DPR, yakni meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan.
"Karena itu sulit memaknai maksud putusan penonaktifan anggota DPR dari 3 fraksi itu. Tak bisa dibaca sebagai sanksi partai terhadap kader atas kesalahan yang dilakukannya," ujarnya.
Undang-Undang MD3 adalah Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Ini merupakan UU Nomor 17 Tahun 2014, yang telah mengalami beberapa revisi, termasuk yang terbaru melalui UU No 13 Tahun 2019.
Di dalam UU MD3 disebut tak mengandung istilah nonaktif namun hanya mengenal Pemberhentian Antar Waktu (PAW) anggota DPR karena meninggal, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
Kemudian Pemberhentian Sementara anggota DPR jika menjadi terdakwa dalam kasus pidana berat.
Lucius Karus dikenal sebagai akademisi kelahiran Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Dia pernah sekolah di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.
Peneliti di Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (2006–2009) ini bekerja sebagai Koordinator Bidang Legislasi di Formappi (2009–2016 dan aktif hingga kini).
Selama iniLucius dikenal karena kritik tajam dan lugas terhadap anggota DPR yang dianggap tidak menjalankan fungsi representasi rakyat. (*)
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Simak informasi lainnya di media sosial Facebook, Instagram, Thread dan X Tribun Jambi
Baca juga: Breaking News Gerakan Cipayung Jambi Gelar Aksi Lanjutan di Depan DPRD Provinsi
Baca juga: 2 Kebijakan Pasca Demo Ricuh - Tunjangan DPR Dicabut dan Moratorium Kunjungan ke Luar Negeri
Baca juga: Daftar Titik Demo 1 September 2025 di Jakarta, Mulai Gedung DPR hingga Kantor DPP NasDem di Menteng
Breaking News Gerakan Cipayung Jambi Gelar Aksi Lanjutan di Depan DPRD Provinsi |
![]() |
---|
Pedas Komentar Aktivis Diaspora Salsa ke Ahmad Sahroni Dkk: Nonaktif atau Dipecat? Harus Tegas! |
![]() |
---|
2 Kebijakan Pasca Demo Ricuh - Tunjangan DPR Dicabut dan Moratorium Kunjungan ke Luar Negeri |
![]() |
---|
ASN Pemprov Jambi Tetap Ngantor Meski Aksi Demo Jilid 2 Dijadwalkan Hari Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.