Profil dan Biodata

SOSOK Marsma TNI Fajar Adriyanto, Eks Kadispenau Gugur dalam Pesawat Latih Jatuh di Bogor, Pilot F16

Penulis: Darwin Sijabat
Editor: Darwin Sijabat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pesawat latih sipil Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 jatuh di kawasan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Minggu (3/8/2025). Insiden itu terjadi dengan berisikan dua awak, dan satu korban meninggal yakni Marsma TNI Fajar Adriyanto.

TRIBUNJAMBI.COM - Pesawat latih sipil Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 jatuh di kawasan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Minggu (3/8/2025).

Insiden itu terjadi dengan berisikan dua awak, dan satu korban meninggal yakni Marsma TNI Fajar Adriyanto.

Informasi itu disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Marsekal Pertama TNI I Nyoman Suadnyana.

Kata dia, Marsma TNI Fajar Adriyanto merupakan awak dalam pesawat jatuh tersebut selaku pilot.

"Marsma TNI Fajar dinyatakan meninggal setibanya di rumah sakit," kata Suadnyana dalam keterangan tertulis, Minggu.

Lantas, seperti apa profil dan Sosok Marsma TNI Fajar Adriyanto?

Marsekal Pertama TNI Fajar Adriyanto merupakan kelahiran 20 Juni 1970 di Bandung, Jawa Barat.

Dia adalah seorang perwira tinggi TNI-AU yang sejak 6 Desember 2024 mengemban amanat sebagai Kapoksahli Kodiklatau.

Fajar, merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 1992 dan menjadi penerbang pesawat tempur F-16 Fighting Falcon yang memiliki callsign "Red Wolf". 

Baca juga: Pesawat Capung Jatuh di Ciampea Bogor, Satu Orang Tewas

Baca juga: KKB Papua Imbau Warga Tak Kibarkan Bendera Merah Putih, Jubir OPM: Hanya Bintang Kejora yang Boleh

Baca juga: HAMAS Tolak Gantungkan Senjata: Palestina Berdaulat Jadi Harga Mati

Ia juga merupakan alumni dari SMA Negeri 1 Malang tahun 1989. Ia pernah mengemban jabatan sebagai komandan Skadron 3 Lanud Iswahyudi dari tahun 2007 - 2010, Komandan Pangkalan TNI AU (Lanud) Manuhua, Biak, pada 8 Oktober 2017 hingga 6 Mei 2019 dan Kepala Dinas Penerangan TNI AU dari 6 Mei 2019 hingga 18 November 2020.

Fajar, juga salah seorang pelaku sejarah atas peristiwa terjadinya duel tempur pesawat-pesawat F-16 TNI AU dengan pesawat-pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Udara Amerika Serikat yang terjadi di wilayah udara Pulau Bawean pada tahun 2003.

Beberapa penghargaan yang diterimanya adalah Sertifikat dan Brevet "Tanggap Tangkas Tangguh" dari BNPB, peraih tesis terbaik ketika menempuh pendidikan di tingkat Pasca Sarjana di Universitas Pertahanan Indonesia.

Pendidikan

Pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas ditempuhnya di SMA Negeri 1 Malang dari tahun 1986 hingga 1989. Setelah itu melanjutkan ke pendidikan militer di Akademi Angkatan Udara yang akhirnya diselesaikan pada tahun 1992.

Ia menempuh pendidikan tingkat Pasca Sarjana di Universitas Pertahanan Indonesia dengan mengambil program studi "Disaster Management for National Security". 

Dalam masa pendidikan tersebut, ia pernah mendapatkan sertifikat dan brevet "Tanggap Tangkas Tangguh" yang diberikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr. Syamsul Ma'arif, M.Si. dan merupakan satu-satu perwakilan TNI yang menerimanya.

Pendidikan ini ia selesaikan dengan menjadi peraih tesis terbaik, dengan judul "Pengerahan Kekuatan Udara (Air Power) dalam Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana di daerah Terpencil".

Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Malang tahun 1989, ia melanjutkan ke Akademi Angkatan Udara yang diselesaikannya pada tahun 1992.

Insiden Bawean 2003

Fajar termasuk salah satu pilot F-16 TNI AU yang pernah terlibat dalam peristiwa duel udara dengan pesawat-pesawat F/A-18 Hornet, Angkatan Laut Amerika Serikat yang terjadi di wilayah udara Pulau Bawean, pada 3 Juli 2003. 

Baca juga: Cuaca Buruk dan Kabut, Pesawat Susi Air Batal Mendarat di Bandara Kerinci Jambi

Baca juga: KKB Papua Aniaya dan Bunuh Warga Sipil di Yahukimo, Bergabung Sejak 2022

Pada saat itu radar Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia dan Pusat Operasi Pertahanan Nasional menangkap ada lima titik mencurigakan yang terbang dalam formasi rapat dan tidak teridentifikasi. 

Namun ketika satu flight pesawat tempur TNI AU dikirimkan untuk melakukan identifikasi, tidak ditemukan objeknya. 

Dua jam kemudian, terlihat manuver-manuver pesawat terbang tanpa identitas dan ada laporan dari para penerbang pesawat Bouraq Indonesia Airlines, bahwa manuver-manuver mereka yang berkecepatan tinggi sudah membahayakan kesalamatan dan keamanan penerbangan sipil berjadual. 

Pesawat-pesawat itu juga tidak melakukan komunikasi dengan menara pengatur lalu-lintas penerbangan nasional.

Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia, saat itu dijabat Marsekal Muda TNI Teddy Sumarno, mengirimkan dua F-16 B untuk melakukan misi mencegat, mengidentifikasi dan mengusir mereka dari wilayah udara nasional. Penerbangan ini memiliki call sign Falcon Flight. 

Pemimpin penerbangan bersandikan Falcon 1, bernomor ekor TS-1603 yang diawaki oleh Kapten PNB Ian Fuady dan Kapten PNB Fajar Adriyanto. 
Falcon 2, bernomor ekor TS-1602, diawaki oleh Kapten PNB Mohamad Tonny Harjono dan Kapten PNB M. Satrio Utomo. 

Dalam misinya, mereka bertugas untuk identifikasi visual dan menghindari konfrontasi, dengan cara tidak mengunci (lock on) sasaran dengan radar atau rudal sehingga misi identifikasi tidak dianggap mengancam.

Ketika Falcon Flight tiba di lokasi, mereka langsung disambut oleh dua pesawat F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat sehingga mereka terlibat dalam perang radar (radar jamming). 
Dalam peristiwa itu, salah satu penerbang tempur TNI AU sudah dalam posisi terkunci secara radar oleh penerbang tempur A AL AS. Sedang pesawat lainnya sedang saling berkejaran dalam posisi dog fight cukup ketat. 

Pesawat TNI AU kemudian berinisiatif melakukan gerakan menggoyang sayap (rocking wing) yang menyatakan bahwa mereka tidak dalam posisi mengancam pesawat AL AS.

Ketika komunikasi berhasil dibuka, diketahui bahwa kedua pesawat AL AS dan jajaran kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat, USS Carl Vinson (CVN-70), merasa bahwa mereka berlayar di wilayah perairan internasional dan meminta agar kedua pesawat TNI AU untuk menjauh. 

Namun disampaikan oleh pesawat TNI AU bahwa mereka, pesawat-pesawat AL AS berada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia sesuai dengan Deklarasi Djuanda. 

Baca juga: PEMUDA di Tuban Didatangi Aparat Gegara Ikuti Trend Bendera One Piece

Falcon Flight meminta mereka untuk segera mengontak ke ATC setempat, Bali Control, yang hingga saat itu tidak mengetahui keberadaan mereka. Mengetaui adanya itu, pesawat-pesawat AL AS itu kemudian terbang menjauh.

Jabatan militer

  • Kasi Base Ops Dinas Operasi Lanud Iswahyudi
  • Komanda Skadron 3 Lanud Iswahyudi (2007 - 2010)
  • Pabandyaops Sops Kohanudnas (2010)
  • Asops Kosekhanudnas II (2012)
  • Kasubdis Penerangan Umum Dispenau
  • Komandan Lanud Manuhua (8 Oktober 2017 - 20 Mei 2019)[4][14]
  • Kadispenau (6 Mei 2019 - 18 November 2020)[15]
  • Kadispotdirga[3] (18 November 2020 - 16 Januari 2023)[3]
  • Aspotdirga Kaskoopsudnas (16 Januari 2023 - 6 Desember 2024)
  • Kapoksahli Kodiklatau (6 Desember 2024 - sekarang)

Menurut penjelasan Marsekal Pertama TNI I Nyoman Suadnyana, Jenazah Marsma TNI Fajar saat ini berada di RSAU Lanud Atang Sendjaja. 

"Sementara lokasi jatuhnya pesawat telah diamankan dengan garis pengaman oleh aparat," ujarnya.

Ia menuturkan, Marsma TNI Fajar Adriyanto merupakan lulusan AAU 1992 dan penerbang tempur F-16 dengan call sign “Red Wolf”.

Dalam kariernya, ia pernah mengemban berbagai jabatan strategis.

Antara lain Komandan Skadron Udara 3, Danlanud Manuhua, Kadispenau, Kapuspotdirga, Aspotdirga Kaskoopsudnas, dan jabatan terakhir sebagai Kapoksahli Kodiklatau.

Ia dikenal sebagai sosok berdedikasi tinggi dan menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU.

Termasuk keterlibatannya dalam peristiwa udara dengan pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean tahun 2003.

Diberitakan sebelumnya, pesawat latih tersebut jatuh di Ciampea, Bogor pada Minggu pagi.

Informasi jatuhnya pesawat milik Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) ini mulanya disampaikan Kader Binaan SAR Kabupaten Bogor.

"Saya mendapatkan info dari teman kami bahwa ada pesawat jatuh di daerah Desa Benteng bertepatan tempatnya Astana, tempat pemakaman umum," kata Suntari, Minggu dalam Breaking News Kompas TV.

"Jam 10.00 WIB kejadiannya," ujarnya.

Baca juga: Harga Emas Naik di Jambi, Capai Rp47 Ribu per Gram dalam Dua Hari

Ia juga mengonfirmasi, terdapat satu orang meninggal dunia dan satu lainnya luka dalam peristiwa tersebut.

Saat disinggung terkait kondisi pesawat usai jatuh, ia menuturkan, posisi pesawat dalam keadaan terguling.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Prediksi Skor Statistik Genk vs Royal Antwerp di Liga Pro Belgia Pukul 18.30 WIB

Baca juga: Warga Sekitar Lapas Muara Bulian Gembira, Bisa Dapat Beras Harga Murah

Baca juga: KKB Papua Imbau Warga Tak Kibarkan Bendera Merah Putih, Jubir OPM: Hanya Bintang Kejora yang Boleh

Baca juga: Wabup Muaro Jambi Hadiri Puncak Harganas ke-32 di Kerinci, Dikukuhkan sebagai Ayah GenRe

Berita Terkini