TRIBUNJAMBI.COM – Umat Islam di seluruh dunia kini telah memasuki bulan Muharam 1447 Hijriah, yang menandai awal Tahun Baru Islam 2025.
Dalam kalender Hijriah, Muharam dikenal sebagai salah satu dari empat bulan haram (suci) yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Keistimewaan bulan ini dijelaskan dalam Surah At-Taubah ayat 36, yang menyebutkan bahwa terdapat empat bulan haram yang harus dijunjung tinggi, dan umat Islam dilarang menzalimi diri sendiri selama bulan-bulan tersebut.
Muharam termasuk di antara bulan-bulan suci tersebut, sehingga menjadi momentum penting untuk memperbanyak ibadah dan menjauhkan diri dari dosa.
Salah satu amalan utama yang dianjurkan selama bulan Muharam adalah puasa sunah. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Muslim: “Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharam.” (HR. Muslim).
Di antara puasa yang dianjurkan adalah puasa Tasua (9 Muharam), yang dilakukan sebagai bentuk penyelisihan terhadap puasa kaum Yahudi. Hal ini berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Abbas RA, yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berencana untuk menunaikan puasa pada 9 dan 10 Muharam. Selanjutnya, puasa Asyura (10 Muharam) memiliki keutamaan tersendiri.
Rasulullah SAW bersabda: “Puasa pada hari Asyura, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim). Selain itu, sebagian ulama juga menganjurkan puasa pada 11 Muharam, sebagai pelengkap untuk tidak menyerupai puasa kaum Yahudi. Meskipun hadis pendukungnya dinilai lemah oleh sebagian ahli hadis, puasa ini tetap dibolehkan karena termasuk dalam keutamaan bulan Muharam.
Selain puasa khusus di awal bulan, umat Islam juga dapat menunaikan puasa Ayyamul Bidh, yakni puasa sunah yang dilakukan setiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriah. Untuk Muharam 1447 H, puasa ini jatuh pada tanggal 17 hingga 19 Juli 2025.
Hadis dari Abdullah bin Amr RA menyebutkan: “Puasa tiga hari setiap bulan seperti puasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari). Amalan ini bersifat rutin dan memiliki keutamaan tersendiri dalam menambah timbangan amal kebaikan.
Amalan lain yang dianjurkan selama Muharam adalah meningkatkan ibadah dan amal saleh, seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, salat malam, serta bersedekah.
Meskipun tidak ada ketentuan khusus terkait jenis ibadah tertentu di bulan ini, para ulama berpendapat bahwa pahala amalan di bulan-bulan haram diyakini lebih besar karena termasuk dalam waktu yang dimuliakan Allah SWT. Oleh karena itu, momentum ini sebaiknya dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memperbanyak amal kebaikan.
Selain memperbanyak ibadah, umat Islam juga dianjurkan untuk menjauhkan diri dari maksiat dan perbuatan zalim. Dalam tafsir Qotadah, disebutkan bahwa dosa yang dilakukan pada bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan bulan lainnya.
Hal ini sejalan dengan perintah dalam Surah At-Taubah ayat 36, yang menekankan agar tidak menzalimi diri sendiri selama bulan-bulan suci. Artinya, menjaga diri dari maksiat menjadi bagian dari penghormatan terhadap kemuliaan bulan Muharam.
Salah satu amalan yang juga dikenal dalam tradisi umat Islam adalah menyenangkan keluarga pada hari Asyura. Dari Abu Hurairah RA, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang melapangkan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura, Allah akan melapangkan baginya sepanjang tahun.” (HR. Al-Baihaqi). Meskipun status hadis ini diperdebatkan oleh para ulama, banyak yang membolehkan mengamalkannya selama tidak dianggap sebagai kewajiban syariat, melainkan bentuk kebajikan dan kepedulian terhadap keluarga.