Ponpes Sri Muslim Mardhatillah di Kota Jambi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI — Suasana hari kedua di Pondok Pesantren (Ponpes) Sri Muslim Mardhatillah di Kota Jambi yang baru-baru ini ramai diberitakan terkait kasus dugaan rudapaksa oleh pimpinannya, tampak sepi dan lengang pada Rabu (30/10/2024).
Berdasarkan pantauan, gerbang Ponpes terlihat tertutup rapat dengan papan-papan yang dipasang di sepanjang pintu masuk.
Langkah ini tampaknya dilakukan untuk membatasi akses masuk ke dalam Ponpes, di tengah sorotan publik yang semakin kuat.
Di luar gerbang Ponpes, sejumlah kendaraan parkir di area halaman luar, tetapi belum diketahui pasti pemilik atau asal kendaraan-kendaraan tersebut.
Keberadaan kendaraan ini telah menarik perhatian warga sekitar dan jurnalis yang mencoba mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai kondisi di dalam.
Sementara itu, masyarakat setempat mulai berdiskusi tentang dampak kasus ini pada lingkungan sekitar, termasuk kekhawatiran terhadap keamanan santri yang masih berada di dalam pesantren.
Baca juga: Mobil Mewah Siapa di Depan Ponpes SMM? Gerbang Digembok Pasca Kasus Asusila 12 Santri Terungkap
Baca juga: 44 Jadwal Bus Jambi-Jakarta Jumat 1 November 2024: EPA Star, Sembodo, NPM, SAN hingga Gumarang Jaya
Pihak kepolisian masih melanjutkan proses penyelidikan dan telah memeriksa tujuh dari total 12 korban yang diketahui sejauh ini.
Mereka juga terus menggali informasi untuk memastikan apakah terdapat korban lain yang belum terungkap.
Kasus ini terus menarik perhatian publik, terutama karena korbannya adalah para santri yang masih berusia muda.
Santri Dijemput
Pintu Pondok Pesantren Sri Muslim Mardatillah di Kelurahan Kenali Asam Bawah, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi, terlihat ditutup.
Pintu gerbang berwarna hijau itu ditutup pakai papan dan kayu, Selasa (29/10) siang.
Para orang tua siswa langsung menjemput anak-anaknya, setelah kasus rudapaksa 12 santri-santriwati oleh Pimpinan Pondok Pesantren Sri Muslim Mardatillah Aprizal Wahyudi Diprata (28) terungkap.
Pantauan Tribun Jambi, bangunan pondok SMM bersebelahan dengan Masjid Al Hijrah.
Ukuran gedung tidak begitu besar. Warnanya putih dengan atap hitam.
Terdapat gudang atau pangkalan gas LPG yang berdampingan dengan pondok pesantren.
Di sana terlihat beberapa orang. Namun, tidak ada santri dan santriwati.
Seorang ibu-ibu di sekitar lokasi mengatakan, sejak kemarin santri dan santriwati sudah tidak ada di pondok pesantren karena dijemput para orang tua.
"Iya sejak kemarin sudah tidak ada, kami baru tahu malam tadi kasusnya ustaz itu," kata ibu-ibu sekitar.
Sebelumnya, Pimpinan Pondok Pesantren Sri Muslim Mardatillah Kota Jambi bernama Aprizal Wahyudi Diprata alias AWD, menjadi tersangka tindak asusila terhadap 12 orang santri dan santriwati.
Kini Aprizal ditahan di Polda Jambi.
Aprizal melakukan tindakan asusila rudapaksa terhadap belasan anak sejak dua tahun terakhir.
Dia ditangkap Anggota Subdit Renakta Dirreskrimum Polda Jambi, setelah satu di antara ibu dari belasan korban melapor kepada polisi.
Baca juga: Sosok AWD Pimpinan Ponpes di Jambi yang Rudapaksa 12 Santri, Kerap Diundang Isi Ceramah
Baca juga: Siapa Aprizal Wahyudi Diprata, Pimpinan Ponpes SMM di Jambi Rudapaksa 12 Santri Santriwati
Awalnya, ibu korban membawa anak perempuannya yang demam panas ke puskesmas untuk pengobatan.
Dari hasil pemeriksaan itu, ibu korban mengetahui bahwa anaknya mengalami infeksi di bagian alat kelamin.
Wakil Direktur Reskrimum Polda Jambi, AKBP Imam Rachman, mengatakan tindak asusila itu telah diketahui orang tua korban ada awal Mei 2024.
Namun, orang tua korban baru melaporkan ke polisi beberapa hari lalu.
"Langsung tim kami dari subdit Renakta melakukan penangkapan terhadap pelaku. Jadi kejadian di salah satu pondok pesantren dan korban salah satu siswi pondok pesantren," ujar Imam.
Setelah polisi menangkap AWD, akhirnya terungkap bahwa korban bukan hanya seorang santriwati saja.
Ada juga santri yang menjadi korban. Dari pemeriksaan polisi, terungkap bahwa korban mencapai 12 orang, terdiri dari 11 santri dan 1 santriwati.
"Ada juga 11 laki-laki (korban) terjadi pelecehan seksual, yaitu sodomi," ujar Imam.
"Korban di bawah umur, mulai dari umur 15 tahun sampai umur 16 tahun," sebutnya.
Sejauh ini, polisi baru memeriksa tujuh orang korban, termasuk korban perempuan.
Pihaknya menduga masih ada korban lain dari pelaku.
"Silakan bagi yang merasa dilakukan pelecehan oleh pimpinan pondok pesantren ini, silakan melapor ke Polda Jambi, nanti kita proses," sebutnya.
Kondisi saat ini, korban mengalami trauma akibat tindakan pelaku.
Polisi telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jambi untuk pemulihan psikologis korban.
Saat ini, Aprizal Wahyudi Diprata sudah ditahan di Mapolda Jambi. Dia akan disangkakan Pasal 81 Jo 76 huruf D da atau Pasal 82 Jo 76 huruf E UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak. "Pelaku terancam hukuman 15 tahun kurungan penjara," tuturnya.
Pelaku Panggil Korban ke Rumah
AKBP Imam mengungkap cara pelaku melakukan rudapaksa kepada belasan korban dengan memanggil satu per satu korban ke rumah pelaku untuk mengerjakan sesuatu.
Saat itulah, Aprizal Wahyudi Diprata melakukan rudapaksa.
Tetapi para korban tidak melakukan perlawanan karena pelaku merupakan pimpinan pondok pesantren.
Aprizal Wahyudi Diprata melakukan tindakan asusila itu saat istrinya sedang tidak berada di rumah.
"Selama ini modusnya korban dipanggil ke kediaman dari pimpinan pondok pesantren. Kegiatan itu sudah dilakukan sejak dia tahun silam," kata Imam.
Imam berkata, tindakan itu mengakibatkan beberapa korban keluar dari pondok pesantren.
"Sudah ada yang keluar dari sekolah (pondok pesantren)," ujarnya.
Tidak menutup kemungkinan jumlah korban akan bertambah. Maka dari itu, polisi meminta agar para orang tua yang merasa anaknya menjadi korban segera melaporkan ke Polda Jambi.
"Silakan yang merasa pernah dilakukan pelecahan seksual pimpinan pondok pesantren ini, silakan melapor ke kami," ungkap AKBP Imam Rachman.
Baca juga: Dukung Keterbukaan Informasi, Pj Wali Kota Sambut Tim Monev Komisi Informasi Provinsi Jambi
Kemenag Kota Jambi: Tak Ada Izin
Kepala Kantor Kemenag Kota Jambi, H Abdul Rahman, menegaskan Pondok Pesantren Sri Muslim Mardatillah tak memiliki izin.
"Sesuai dengan data yang ada pada kami, tidak ada izin yang resmi dari kami yang namanya Pondok Sri Muslim Mardatillah," ungkapnya.
Kemenag Kota Jambi hanya mencatat ada 32 pondok pesantren. Dari data resmi tersebut, nama pondok Sri Muslim Mardatillah tidak tercatat di sana.
Untuk itu, Rahman mengatakan pihaknya tidak bisa melakukan tindakan karena pondok tersebut tidak berada di bawah kemenag.
Ia mengimbau masyarakat tak sembarangan dalam memilih pendidikan untuk anak.
"Sebisa mungkin selektif dan memilah memilih pendidikan untuk anak, jangan karenanya mereknya pondok lalu kita menempatkan anak di sana, untuk sekarang ini kan lebih mudah, atau hubungi kantor Kementerian Agama terdekat," ujarnya.
Rahman mengimbau masyarakat untuk tidak sembarangan memilih pondok untuk pendidikan anak.
Hal itu disampaikan usai adanya peristiwa rudapaksa yang dilakukan pimpinan pondok pesantren terhadap belasan santri di Kota Jambi.
Rahman mengatakan masyarakat perlu mengecek dan selektif dalam memilih pondok untuk pendidikan bagi anak. Sebab menurut data yang dimiliki, pondok tempat pelaku merudapaksa santri tidak terdaftar di kemenag.
"Itu tidak terdaftar resmi di kemenag, jadi kami tidak bisa, karena tidak berada dibawah kami," katanya.
Untuk itu, dia meminta masyarakat melakukan pengecekan sebelum menempatkan anaknya di pondok.
"Sekarang kan bisa melalui website atau bisa langsung ke kantor kemenag terdekat," ujarnya. (Tribunjambi.com/ Rara Khushshoh Azzahro)
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Jadwal Kapal KM KELUD Rute Jakarta-Karimun Periode 1-8 November 2024, Cek Link Reservasi Tiket
Baca juga: Hujan Politik Uang Puluhan Miliar di Jambi Jelang Coblosan, Pengakuan Timses Hijau, Kuning dan Merah
Baca juga: Kunci Jawaban PAI Kelas 7 Halaman 94, Hikmah Sujud Syukur