TRIBUNJAMBI.COM - Ini kisah pembesan sandera pesawat Garuda Indonesia di Thailand oleh Kopassus.
Beberapa anggota pasukan elite TNI AD ini dikirim ke Bandara Don Mueang Thailand yang terkenal dengan Operasi Woyla.
Memang, tak banyak anggota Korps Baret Merah Komando Pasukan Khusus yang diterbangkan ke sana.
Namun, segelintir pasukan elite dirasa sudah mampu membebaskan sandera dan merebut pesawat.
Peristiwa itu terjadi pada 1981. Hanya perlu 3 menit bagi Kopassus untuk membebaskan sandera.
Pesawat DC 9 Woyla tujuan Jakarta-Medan yang ditumpangi puluhan orang itu dibajak lima teroris dari kelompok yang mengaku bernama Komando Jihad.
Sekitar dua hari, para pramugari, penumpang dan pilot pesawat pesawat DC 9 Woyla milik Garuda Indonesia tidak bisa bergerak.
Para pramugari yang mencoba melindungi para penumpang harus menerima siksaan dari pembajak.
Beruntung nasib mereka akhirnya bisa diselamatkan.
Saat berada di bawah penyanderaan teroris, para penumpang merasakan penderitaan.
48 Penumpang Jakarta-Medan
Bermula pada Sabtu, 28 Maret 1981.
Harian Kompas terbitan 1 April 1981, menuliskan pesawat yang dengan 48 penumpang itu berangkat dari Jakarta dengan tujuan Medan, Sumatera Utara.
Sekitar pukul 09.00, pesawat transit di Palembang, Sumatera Selatan.
Pesawat lepas landas setelah menunggu lima menit.
Awalnya tak ada yang ganjil, semua penumpang duduk pada tempatnya masing-masing.
Pramugari pun melakukan tugasnya untuk melayani kebutuhan penumpang.
Hari itu ada tiga orang pramugari yang betugas Retna Wiyana, Deliyanti, dan Lydia Pangestu.
Sama seperti biasanya, mereka melakukan pekerjaan mereka tanpa ada rasa curiga bakal mengalami hal paling mengerikan dalam hidup.
Kecurigaan sebenarnya telah terbersit oleh para Pramugari, saat melihat gelagat aneh lima orang penumpang yang naik pesawat dari Palembang.
Sebelum beraksi, seorang pembajak meminta koran kepada pramugari yang bertugas.
Pramugari pun memberikan koran yang disediakan bagi penumpang selama dalam perjalanan.
Ketika pramugari tengah membagikan makanan, beberapa penumpang bangun, berlari ke bagian depan kabin.
"Jangan bergerak! Jangan bergerak! Siapa yang bergerak akan saya tembak!"
Terlihat lima orang pria yang membawa senjata dan granat berlarian ke arah depan pesawat melancarkan aksinya membajak pesawat.
Pramugari yang berada dalam pesawat jadi sasaran para pembajak.
Satu di antaranya, pramugari Retna yang ketakutan, menunjukkan gelagat kalut.
Hal itu membuat pembajak tak senang.
Pembajak pun menghampirinya dan menyepaknya.
Melihat rekannya dikasari, Lydia membela rekannya tersebut.
Namun, perlakuan teroris tak kalah kasar.
Lydia dimarahi pembajak tersebut.
Ancaman Meledakkan Pesawat
Selama proses pembajakan, tak henti-hentinya teroris melakukan kekerasan terhadap penumpang, mereka juga mengancam meledakkan pesawat.
Sempat ketakutan dan panik ketiga pramugari ini akhirnya bisa menguasai keadaaan, bahkan Deliyanti mulai berani menyindir pelaku pembajakan.
Suatu saat, tiba kesempatan untuk melakukan perlawanan, saat pistol pembajak digeletakkan sembarangan.
Tapi hal tersebut urung dilakukan, mengingat risiko tinggi yang mesti dihadapi jika gagal.
Para pramugari juga sempat merencanakan menggunakan obat tidur untuk membius para pelaku teror.
Lagi-lagi, rencana tersebut juga tak dilakukan.
Hingga akhirnya pasukan Kopasandha atau Kopassus datang menyelamatkan mereka.
Meminta DC Woyla Diterbangkan ke Sri Lanka
Para pembajak menguasai pesawat.
Mereka meminta pesawat Woyla diterbangkan ke Sri Lanka.
Pilot Herman Rante menolak, dengan alasan bahan bakar tak akan cukup bila harus melintasi bagian utara Samudera Hindia.
Maka pesawat Woyla dibelokkan rutenya menuju Penang, Malaysia, kemudian diarahkan ke Bangkok, Thailand.
Pembajak mengajukan tuntutan ke Pemerintah Indonesia.
Imran bin Muhammad Zein, pemimpin kelompok pembajak pesawat, meminta pemerintah Indonesia membebaskan 80 rekan mereka yang kala itu mendekam di penjara.
Rekan mereka dipenjara karena terlibat peristiwa penyerangan Kosekta 8606 Pasir Kaliki, Cicendo, Bandung.
Pembajak juga meminta uang tunai sebesar 1,5 juta dolar AS.
Mereka mengancam akan meledakkan pesawat bila tuntutan tersebut tak dikabulkan.
Selama berhari-hari disandera, membuat para penumpang merasa takut dan lelah.
Bukan hanya itu, korban sendera dicekoki ceramah yang isinya menjelek-jelekkan pemerintahan Soeharto.
Para sandera tak boleh berkomentar mengenai ceramah tersebut.
Tangan penumpang harus diangkat ke atas dan kedua telapak tangan harus di bagian atas sandaran kursi.
Penumpang baru boleh menurunkan tangannya setelah pesawat DC Woyla tiba di Bangkok, Thailand.
Tiba di Bandara Don Mueang
Pesawat tersebut mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok, Sabtu sekitar pukul 17.00.
Penderitaan yang dialami oleh penumpang pesawat belum berakhir.
Bahkan, penderitaan yang dialami mereka semakin menjadi-jadi.
Mereka hanya diberi selembar roti tawar dan air putih.
Para korban sandera itu terus diawasi secara ketat.
Saat menggunakan toilet, mereka tak boleh menutup pintu.
Perlakuan tersebut berlaku juga bagi sandera perempuan.
Bahan bakar pesawat yang kian menipis semakin menambah penderitaan sandera.
Pendingin udara tak aktif karena mesin pesawat dimatikan.
Banyak penumpang yang lemas karena kekurangan oksigen.
Pergerakan Pasukan Elite Kopassus
Di saat mengetahui ada penyanderaan, pemerintah memutuskan mengirim Kopassus untuk pembebasan sandera.
Pemerintah Thailand memberikan izin kepada pasukan Komando Pasukan Sandhi Yudha (Koppasandha, sekarang dikenal Kopassus) untuk melakukan tindakan.
Puncak pembajakan pesawat DC 9 Woyla terjadi pada 31 Maret 1981, di Bandara Mueang, Bangkok, Thailand.
Saat itulah dilaksanakan operasi pembebasan.
Kisah itu dilansir dari buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap', Tempo, Gramedia, 2015.
Kala itu, pasukan yang diterjunkan adalah pasukan Grup 1 Kopasandha.
Operasi di bawah komando Kepala Pusat Intelijen Strategis, Letjen Benny Moerdani.
Letkol Infanteri Sintong Panjaitan ditunjuk menjadi pemimpin operasi di lapangan.
Pada Selasa (31/3/1981) sekitar pukul 02.30 WIB, pasukan Koppasandha mulai bergerak setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Thailand.
Saat penyerbuan, pasukan terbagi dalam lima tim.
Tiga tim bertugas menyerbu ke dalam pesawat, dua lainnya bersiaga di luar.
Tim pertama dipimpin Kapten Untung Suroso, yang akan masuk dari pintu darurat depan.
Tim kedua dipimpin Letnan Dua Rusman A , yang bertugas menyerbu dari pintu darurat atas sayap kiri pesawat.
Pemimpin tim ketiga adalah calon perwira Ahmad Kirang, yang masuk melalui pintu ekor pesawat.
Sekitar pukul 02.00 WIB, tim bergerak mendekati pesawat dengan menaiki mobil VW Combi.
Pasukan Kopassus, termasuk Benny Moerdani, berdesak-desakan dalam mobil itu.
Berjarak sekitar 500 meter dari ekor pesawat, pasukan mulai berjalan kaki.
Saat itulah Benny Moerdani menyusup ke barisan tim Ahmad Kirang.
Penampilannya berbeda dari yang lain.
Benny Moerdani memakai jaket hitam. Dia menenteng pistol mitraliur.
Letkol Infanteri Sintong Panjaitan yang menjadi pemimpin operasi lapangan menjelaskan bahwa kehadiran Benny itu di luar skenario.
"Ini di luar skenario," ujarnya dalam buku 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.'
Namun pada akhirnya, Sintong membiarkan Benny Moerdani untuk tetap dalam pasukan.
Setelah pesawat berhasil dikuasai pasukan Kopassus, Benny Moerdani lagi-lagi melakukan aksi tak terduga.
Benny Moerdani tiba-tiba masuk ke pesawat sambil menenteng pistol bersama Kolonel Teddy.
Benny menuju kokpit, lalu menyuruh Teddy untuk memeriksa panel elektronik Woyla.
Setelah dinyatakan aman dari ancaman bom yang diaktifkan melalui sirkuit pesawat, Benny Moerdani lantas mengambil mikrofon.
"This is two zero six. Could I speak to Yoga, please?" kata Benny Moerdani.
Yoga Soegama yang berada di ruang crisis center di menara bandara pun merespons.
"Operasi berhasil, sudah selesai semua," ujar Benny Moerdani melapor.
Operasi pembebasan itupun berjalan sukses.
Kopassus hanya butuh waktu tiga menit untuk menumpas para pembajak dan membebaskan para sandera. (*)
Baca juga: Pohon Randu Markas Kopassus Kena Lemparan Pisau Kapten Encun, Pasukan Elite Beraksi
Baca juga: Mardi Rambo Kopassus yang Selalu Loncat dari Pesawat Saat Misi, Senyum Bisa Mendarat Duduk di Kursi