"Kenapa mewajibkan menabung Rp 1.000 ya untuk kebutuhan mereka nanti saat lulus karena sekarang banyak ijazah yang tidak diambil karena kendala ekonomi," kata dia.
Selama menjadi guru di SMP tersebut, Wiga mendapatkan banyak pengalaman salah satunya adalah pendidikan yang tidak menjadi prioritas orang tua.
Selain itu banyak muridnya yang berasal dari keluarga yang kekurangan, baik kekurangan ekonomi dan kasih sayang. Alasan itu yang menjadi dasar ia tetap mengajar, walau menerima gaji Rp 200.000 per bulan.
"Saya ibu dengan dua anak dan menyadari bahwa pendidikan ini penting buat mereka. Dan mengajar adalah kebahagian buat saya," kata dia.
Tak hanya itu, setelah pandemi Covid-19, ia sempat terkejut saat tahu banyak siswa SMP yang ia ajar tak lancar membawa dan menulis.
"Sekolah ini kan memfasilitasi murid untuk belajar, di rumah nanti harus diulangi lagi dan ada peran orang tua. Tapi di sini peran orang tua sangat minim," kata dia
Selain itu Wiga juga bercerita, gaji Rp 200.000 yang didapatkan tak seluruhnya ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi sebagian untuk siswanya.
"Kadang saya tanya butuh apa? Buku, tas atau sepatu atau jajan. Saya enggak bilang semua gaji untuk murid-murid saya, tapi sebagian memang untuk mereka," kata Wiga.
Menurutnya kebutuhan keluarga dipenuhi oleh penghasilan sang suami yang bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMA.
"Saya selalu berdoa agar suami diberikan rezeki yang cukup dan juga bisa lolos P3K. Doanya yaa," kata dia.