TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Partai Buruh akan melakukan aksi demonstrasi untuk menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerja yang akan digelar di berbagai daerah pada Senin (13/3/2023) besok.
Dalam keterangan tertulisnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan ribuan buruh akan menggelar demo di depang Gedung DPR RI.
Selain itu, aksi serupa akan dilakukan di berbagai daerah salah satunya Jambi, yang akan dilaksanakan di Kantor Gubernur Jambi dan Kantor DPRD Provinsi Jambi.
"Partai Buruh akan menyuarakan penolakan terhadap isi Perppu No 2 Tahun 2022 terkait omnibus law Cipta Kerja,” ujar Sarif Ketua EXCO Partai Buruh Jambi, Minggu (12/3/2023).
Sarif mengatakan dalam aksi penolakan Perpu nomor 2 tahun 2022 tersebut, massa aksi akan membawa lima point tuntutan.
Yakni pertama Tolak UU Cipta Kerja, kedua, Sahkan RUU PPRT, ketiga, Tolak RUU Kesehatan, Keempat Bentuk tim pencari fakta untuk investigasi forensik penerimaan pajak di Ditjen Pajak, dan Kelima Segera Redistribusikan Tanah Objek Reforma Agraria serta Hentikan Kriminalisasi, Intimidasi dan Diskriminasi kepada Petani Jambi.
Menolak RUU Kesehatan
Selain menolak Perpu Cipta Kerja, dalam aksi itu, Partai Buruh juga akan melakukan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Hal yang menjadi sorotan Partai Buruh terkait pengurangan unsur buruh dalam Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Dalam RUU Kesehatan yang akan dibahas oleh DPR dengan metode Omnibus Law tersebut, Menurut Sarif, unsur buruh dikurangi menjadi satu
“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi. Kok malah unsur buruh yang dikurangi. Harusnya yang dikurangi itu gaji DPR itu,” kata dia.
Selain itu, Sarif menyatakan mereka juga menolak perubahan posisi BPJS dari yang semula di bawah presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan.
Kondisi tersebut kata Sarif, berbeda dengan tatanan jaminan sosial yang ada di seluruh dunia.
"Mayoritas di bawah Presiden, bukan kementerian," ucapnya.
Dia menyatakan, BPJS sebagai lembaga yang mengumpulkan uang rakyat dengan jumlah yang sangat besar sudah semestinya berada di bawah presiden.