Sidang Ferdy Sambo

Ahli Digital Forensik Ungkap Fakta Baru: DVR CCTV yang Diperiksa Labfor Diduga Hardisk Baru

Penulis: Darwin Sijabat
Editor: Darwin Sijabat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Remakan CCTV di depan rumah dinas Ferdy Sambo yang bongkar kebohongan Sambo soal tembak menembak yang menewaskan Brigadir Yosua.

TRIBUNJAMBI.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gelar sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat dengan terdakawa Baiquni Wibowo.

Terdakwa tersebut menghadirkan saksi yang meringankan atau saksi a de charge.

Dalam ruang sidang tersebut, Ahli Digital Forensik, Hermansyah menduga DVR CCTV yang dijadikan sebagai barang bukti bukan yang bawaan.

Dia menduga bahwa DVR yang diperiksa Laborantorium Forensik (Labfor) merupakan hardisk baru.

Bukan dari CCTV yang ada di Duren Tiga, Jakarta Selatan yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir Yosua.

"Jadi menurut ahli, jika benar itu DVR yang diambil dan ketika dilakukan pemeriksaan. Apakah menurut ahli kesimpulan seperti ini bagaimana itu. Apakah DVR lama atau DVR baru?" tanya Majelis Hakim di persidangan.

"Jadi definisi berhenti pada saat tidak mungkin dia melihat log ini kalau DVR ini jalan. DVR ini harus hidup untuk melihat log. Yang kedua dari sisi hardisk tadi misalkan kategorinya tidak ada atau unlocked space itu definisinya di device yang lain tidak ada hubungannya dengan DVR," jawab Herman.

Baca juga: Kubu Ferdy Sambo Diduga Jalankan Gerakan Bawah Tanah, Mahfud MD Pastikan Jaksa Tetap Independen

"Jadi apa kesimpulan saudara apa jika kejadian itu terjadi," tanya Majelis Hakim.

"Itu menurut saya ya tadi Yang Mulia semacam hardisk baru yang diidentifikasikan sebagai hardisknya di DVR itu," tegas Hermansyah.

"Hardisk baru yang diperiksa, bukan hardisk lama. Kalau hardisk lama kalaupun dihapus dengan cara format akan terdeteksi di log file. Log file bisa dihapuskan," tanya Majelis Hakim.

"Setahu saya DVR ini jalan terus-terusan Yang Mulia kecuali," jawab Hermansyah.

"Bisa tidak log file dihapus?" tanya Majelis Hakim.

"Kalau dari sisi menu ya, kalau dari sisi script mungkin bisa. Dari sisi menu tidak bisa hapus Yang Mulia," jawab Hermansyah.

Saksi Ahli Ditegur Hakim

Dalam sidang tersebut hakim sempat menegur Setyadi Yazid, Saksi Ahli Computer Forensik dan Cryptography.

Dia ditegur lantaran duduk menyamping saat saksi ahli digital forensik, Hermansyah memberikan penjelasan.

Duduk Setyadi saat ditegur mengikuti posisi monitor yang digunakan Hermansyah.

Posisi duduknya sedikit membelakangi majelis hakim.

Melihat posisi duduk saksi itu pun membuat hakim bereaksi dan langsung menegurnya.

Baca juga: Saksi Meringankan Arif Rahman Arifin Ditegur Hakim Saat Sidang: Paling Tidak Jangan Goyangkan Kaki

"Sebentar sebentar, ini pak ahli Setiyadi tolong duduknya ya," ujar Hakim Ketua, Ahmad Suhel di dalam persidangan pada Jumat (20/1/2023).

"Paling tidak jangan goyang kaki dengan mengangkat kaki seperti itu tadi," lanjut Suhel.

Kemudian Setyadi meminta maaf kepada Majelis Hakim dan memperbaiki posisi duduknya.

Saat ditemui awak media di luar persidangan, Setyadi mengungkapkan tak ada niat apapun duduk dengan posisi demikian.

Menurutnya, dia hanya tak terbiasa hadir di dalam persidangan.

"Maaf pak hakim, karena tempatnya (monitor) di belakang. Jadi posisi yang enak itu begitu. Saya juga jarang-jarang ke pengadilan," ujarnya usai persidangan.

Sebagai informasi, dalam persidangan hari ini Setyadi hadir memberikan kesaksian sebagai ahli.

Dirinya menjelaskan adanya ketidak sesuaian perlakukan barang bukti dengan standar prosedur yang semestinya.

Barang bukti yang dimaksud yaitu DVR CCTV di sekitar Rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Saya lihat kalau dari 337 itu memang ada yang kurang," ujar Computer Forensik dan Cryptography, Setyadi Yazid dalam persidangan pada Jumat (20/1/2023).

Semestinya DVR CCTV sebagai barang bukti yang menyimpan data-data digital, diberikan perlakukan khusus.

Begitu diambil dari tempat kejadian perkara (TKP), DVR CCTV itu seharusnya diletakan di wadah anti-magnetik.

"Namanya sangkar faraday," kata Setyadi.

Baca juga: Pakar Hukum Sebut Tuntutan Bharada E Sangat Kontroversi: Jaksa Lupa Richard Eliezer yang Mengungkap

Penempatan di wadah khusus itu dimaksudkan agar menghindari gangguan petir atau listrik statis lainnya yang bisa mengurangi kualitas baran bukti.

"Kalau ada petir dari jauh pun enggak terganggu," katanya.

Sementara kenyataannya, DVR CCTV tersebut hanya diwadahi kardus kotak dan kantong plastik hitam.

"Yang saya lihat kemarin tuh semua barang aslinya masih dipakai terus dan dibungkusnya dengan bungkus biasa," ujar Setyadi.

Ferdy Sambo Diduga Lakukan Gerakan Bawah Tanah

Kubu mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo diduga jalankan gerakan bawah tanah dalam rangka pembebasannya dari perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

Dugaan tersebut disampaikan Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).

Mahfud menyebutkan bahwa gerakan bawah tanah tersebut meminta terdakwa Ferdy Sambo untuk dibebaskan.

Bahkan dari kabar yang diperoleh Mahfud MD, gerakan tersebut dengan sengaja bergerilya untuk mempengaruhi vonis Ferdy Sambo.

Meski demikian, Mahfud MD menjamin Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap independen dan tak akan terpengaruh akan hal itu.

"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta memesan putusan Ferdy Sambo itu agar dengan huruf, tapi ada juga yang minta dengan angka," kata Mahfud MD dikutip dari Tribunnews.com

"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Ferdy Sambo dibebaskan dan ada yang ingin Sambo dihukum."

"Tapi kita bisa amankan itu di Kejaksaan. Saya pastikan Kejaksaan independen, tidak berpengaruh dalam gerakan-gerakan bawah tanah itu," tegas Mahfud MD.

Jika ada yang mengatakan pelaku adalah seorang aparat hukum berpangkat Brigjen, Mahfud siap membantuu menghadapinya.

"Ada bilang, ada katanya (yang meminta Ferdy Sambo dibebaskan) seorang Brigjen dan ia mendekati si A, si B."

"Saya bilang Brigjennya siapa, suruh sebut ke saya nanti di sini saya punya Mayjen banyak kok."

"Kalau ada yang bilang dia seorang Mayjen yang mau menekan pengadilan atau Kejaksaan, di sini Saya punya Letjen, jadi pokoknya (Kejaksaan) independen," jelas Mahfud.

Baca juga: Ibunda Yosua Ingin Putri Candrawati Dihukum Berat, Ronny Talapessy: Logis, Bahasa Kalbu Seorang Ibu

Mahfud mengatakan, hal ini sangat mungin terjadi.

Pasalnya banyak orang tertarik pada kasusnya Ferdy Sambo.

"Pasti ada orang yang lalu bergerak ketemu, karena orang sangat tertarik pada kasusnya Sambo," ujar Mahfud.

Soal tuntutan Jaksa kemarin, kata Mahfud, Kejaksaan Agung sudah independen.

"Saya melihat kalau Kejaksaan Agung sudah independen dan saya kawal terus jadi independen," kata Mahfud.

Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.


Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Dukcapil Klaim 30 Persen Warga SAD Tebo Belum Punya NIK

Baca juga: Raffi Ahmad Ketar Ketir Diskakmat Nikita Mirzani Soal Ayu Ting Ting: Lo Bikin Dia Jadi Gak Teratur

Baca juga: Lagi, Polisi Tindak Pelaku Balapan Liar dan Knalpot Brong di Jalan Kawasan Bandara

Baca juga: Saksi Meringankan Arif Rahman Arifin Ditegur Hakim Saat Sidang: Paling Tidak Jangan Goyangkan Kaki

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkini