Bursa Calon Panglima TNI Pengganti Jenderal Andika;  Matra Laut Lebih Berpeluang

Editor: Fifi Suryani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat Nilai Jenderal Andika Perkasa layak jadi kandidat Capres 2024 sebagai pilihan Partai NasDem.

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa akan memasuki masa pensiun tiga bulan lagi atau pada akhir 2022 mendatang. Di masa akhir tugas Jenderal Andika Perkasa itu, muncul wacana perpanjangan jabatan Panglima TNI. Ada usulan masa waktu pensiun Jenderal Andika ditunda agar ia bisa meneruskan jabatannya sebagai Panglima TNI sampai batas yang ditentukan oleh Presiden.

Meski demikian, usulan itu sedikit tertutup. Menurut anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon, jika surat presiden (surpres) diserahkan ke DPR pada 4 Oktober 2022, kemungkinan pergantian Panglima TNI tetap pada rencana awal atau Plan A. "Plan A sekarang mungkin yang laut (TNI AL) masuk," kata Effendi.

Effendi menyebut sebenarnya ada semacam kecenderungan soal calon Panglima TNI, di mana butuh sosok dengan usia dinas panjang, karena menjelang tahun politik pada 2023 dan 2024. Politisi PDIP ini juga mengatakan bahwa dua kepala staf yang ada saat ini, yakni KSAL Laksamana Yudo Margono dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo, akan purnatugas pada 2024. "Sebenarnya analisanya yang sederhana di sisi lain ada stok besar yang memang kualitas bagus, chemistry stau hubungan personal dapat, kelahiran umur-umur yang masih 52, jadi sangat wajar," katanya.

Effendi mengatakan jika merujuk proses pergantian Panglima TNI sebelumnya, Presiden Jokowi biasanya akan mengirimkan surpres sebelum masa reses. "Kalau kita siklusnya di pascareses lagi, masuk-masuk kan berarti di November. Kalau itu juga belum masih digunakan pas di ujung jelang model kayak Pak Hadi sudah pensiun sudah diajukan, itu tidak boleh diajukan. Itu ada cacat hukum kalau itu digunakan kandidat sekarang semua di bawah 10 bulan semua usia kedinasannya," terangnya.

Sementara anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi berpandangan Presiden Jokowi akan memberikan atensi lebih kepada Angkatan Laut. Dalam hal ini Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono. Menurut Bobby, besar peluang Jokowi akan memilih KSAL Yudo menggantikan Jendral Andika Perkasa.

Hal tersebut, kata dia, di antaranya karena selama masa pemerintahan Jokowi belum ada Panglima TNI dari Angkatan Laut (AL). "Saya rasa Presiden akan memberikan atensi lebih ke AL, yaitu Pak Yudo. Selama masa pemerintahan Jokowi, belum ada panglima TNI dari AL, besar kemungkinan inilah saatnya walaupun tidak sampai 2024," kata Bobby.

Selain itu, menurut Bobby, sejauh ini Yudo juga tampak memiliki komunikasi yang baik dengan Presiden Jokowi dan Presiden Ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri. "Hubungan cukup baik dengan Pak Jokowi dan Bu Megawati dan ada momen menamai kapal korvet TNI AL dengan nama KRI Bung Karno-369," lanjutnya.

Dari sisi peluang dan administrasi, kata dia, Yudo memiliki kesamaan dengan dua kepala staf TNI lainnya yakni Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Namun demikian, menurutnya besar kemungkinan Presiden akan mempertimbangkan pergiliran matra dalam pemilihan calon Panglima TNI ke depan.

Sedangkan dari sisi pengalaman, menurutnya tiga Kepala Staf Angkatan TNI saat ini memiliki pengalaman mengelola organisasi militer yang mumpuni. "Semua Kepala Staf saya rasa pengalaman mengelola organisasi militernya sudah mumpuni," kata Bobby.

Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) sekaligus pengamat militer Anton Aliabbas berpandangan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono secara normatif memiliki peluang cukup besar untuk menjadi Panglima TNI mendatang.

Anton mengatakan jika merujuk pada Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI), posisi Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian. Selain itu, kata dia, sejak Presiden Joko Widodo menjabat pada 2014, hanya KSAL yang belum mendapat giliran menjabat posisi Panglima TNI. 

Sementara itu, kata dia, salah satu visi pemerintah adalah mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.  "Secara normatif, KSAL memiliki peluang cukup besar untuk menjadi Panglima TNI mendatang," kata Anton.

Meski UU TNI memang tidak mewajibkan Presiden untuk menerapkan rotasi secara bergiliran bagi sosok Panglima TNI, namun menurutnya alasan memilih KSAL sebagai calon Panglima TNI sudah cukup kuat.  

Selain itu, menurutnya berdasarkan pengalaman Jokowi dalam menunjuk sosok yang menduduki jabatan strategis seperti posisi Panglima TNI memang seringkali di luar pakem yang ada. "Kita bisa melihat ketika Jokowi menunjuk Gatot Nurmantyo atau Andika Perkasa, kesan tersebut dapat terasa," lanjut dia.

Dalam beberapa penunjukan, Jokowi terkesan lebih mengedepankan faktor 'trust' atau kepercayaan. Oleh karena itu, mau tidak mau dalam 1 sampai 2 bulan ini, Yudo harus semakin memberi impresi tersebut ke Jokowi. Pendekatan yang dilakukan Yudo kepada tokoh politik, lanjut dia, misalnya mengundang Presiden ke-5 Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam sejumlah kegiatan. 

Kesan bahwa ada upaya pendekatan yang dilakukan kepada Megawati, kata dia, memang tidak bisa dihindarkan. Sebab, lanjut dia, Megawati memegang posisi penting dalam politik nasional. "Apalagi, Presiden Joko Widodo juga merupakan bagian dari PDI Perjuangan dan kerap melakukan pertemuan dengan Megawati," jelas Anton.

 

Berita Terkini