Jambi Dalam Angka, Jumlah Jemaah Haji Jambi Di Zaman Belanda

Penulis: Deddy Rachmawan
Editor: Deddy Rachmawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jemaah haji asal Kerinci zaman Belanda saat berpose di konsulat Belanda di Jeddah pada tahun 1884.

TRIBUNJAMBI.COM  -  Musim haji tahun 2022 atau 1443 H kali ini, jumlah jemaah haji Jambi yang akan berangkat berjumlah 1.321 orang atau 1.345 beserta pendamping.

Menurut Analis Muda Bidang Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Provinsi Jambi, Muhammad Bafadhal untuk hari pertama keberangkatan jemaah haji Jambi adalah calon jemaah haji atau CJH  kloter BTH 10.

Kkloter BTH 10 tersebut merupakan jemaah haji Jambi yang berasal dari Kota Jambi sebanyak 118 orang, Tanjabbar 136 orang, Kerinci 121 jemaah, Tanjabtim 24 orang dan 47 jemaah dari Kota Sungai Penuh.

Diperkirakan mereka akan berangkat ke tanah suci pada 24 Juni 2022.

Lalu bagaimana dengan jumlah jemaah haji Jambi pada  zaman kolonial? Berikut data Jambi dalam angka yang menghimpun jumlah jemaah haji dari Jambi masa ke masa.

Mengenai jumlah orang Jambi yang naik haji pada masa itu dicatat oleh Lindayanti dalam bukunya Jambi Dalam Sejarah 1500-1942.

Baca juga: Antrean Haji dan Mencari Solusi Terbaik

Berikut data jumlah jemaah haji Jambi pada tahun 1935-1938.

Tahun 1935 jumlah jemaah haji Jambi 21 orang.

Tahun 1936 jumlah jemaah haji Jambi 159 orang.

Tahun 1937 meningkat drastis menjadi 667 orang.

Tahun 1938 jumlah jemaah haji Jambi turun menjadi 82 orang.

Jemaah haji dan karet

Perjalanan ibadah jemaah haji Jambi juga menjadi media penyebaran tanaman.

Seperti yang dikisahkan Lindayanty di Jambi dalam Sejarah 1500-1942. Ia menulis, bahwa orang-orang Sumatera yang naik haji melalui Singapura membawa masuk bibit karet.

"Mereka berangkat dan kembali dari Mekah melalui Singapura, karena kota ini merupakan pusat perdagangan dan merupakan pelabuhan penghubung yang menghubungkan Hindia Belanda dengan negara-negara lain. Di Kota ini mereka berkenalan dengan tanaman-tanaman yang sedang laku di pasaran dunia, antara lain karet. Pada saat mereka pulang ke tanah asal, mereka membawa bibit dan pohon karet untuk ditanam," tulisnya.

Baca juga: Ratusan Calon Jemaah Haji Kota Jambi Segera Berangkat ke Tanah Suci, Dibagi Dua Kloter 

Memang, haji dan karet ini punya ikatan erat.

Haji Jambi bukan hanya membawa karet, tapi pada masa setelahnya karet ini pula yang membawa orang Jambi berhaji. Istilah "hujan emas" yang merujuk pada masa karet menjadi primadona, pada akhirnya turut dirasakan manisnya oleh mereka yang mengusahakan.

Ketika masa keemasan karet tiba, taraf kehidupan masyarakat Jambi meningkat. Itu terlihat dari meningkatnya jumlah pembayaran pajak bumi, jumlah orang Jambi yang naik haji dan meningkatnya jumlah impor barang ke Jambi.

Pajak pendapatan dari Pribumi pada 1920 sebanyak 31.560 gulden menjadi 43.180 gulden pada 1924.

Jumlah jemaah haji Jambi dibanding jumlah penduduk antara 1926-1935 adalah 216 per 100.000 jiwa, dan itu angka tertinggi di Indonesia.

Berita Terkini