Berita Nasional

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo Dituding Jualan Isu Komunis Jelang 30 September

Editor: Rahimin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo Dituding Jualan Isu Komunis Jelang 30 September

TRIBUNJAMBI.COM - Tudingan mantan Panglim TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo soal komunis menyusuh ke tubuh TNI dinilai tak masuk akal.

Hal itu dikatakan Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi. 

Menurut Khairul Fahmi, paham komunis saat ini sudah tidak laku dijual dan publik justru lebih tertarik dengan keriuhan polemik atau pro-kontra sinyalemen itu.

"Tudingan bahwa paham komunis sudah menyusup ke tubuh TNI itu kurang masuk akal. Paham komunis ini sudah tidak laku dijual," katanya saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (28/9/2021).

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan, bukti komunis masih ada di Indonesia, terutama di institusi TNI.

Hal ini dapat dilihat dari hilangnya sejumlah barang di Museum Dharma Bhakti, Markas Kostrad, Gambir, Jakarta Pusat (Jakpus).

Barang-barang yang dihilangkan, adalah yang berkaitan dengan peristiwa penumpasan komunisme di Tanah Air pada era Orde Lama.

3 patung tokoh yang kini tidak lagi dipajang di Museum Darma Bhakti Kostrad, yakni Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD) sebelumnya ada di dalam museum tersebut.

"Bukti nyata jurang kehancuran itu adalah persis di depan mata, baru saja terjadi adalah Museum Kostrad, betapa diorama yang ada di Makostrad, dalam Makostrad ada bangunan, bangunan itu adalah kantor tempatnya Pak Harto (Soeharto) dulu," katanya.

"Di situ direncanakan gimana mengatasi pemberontakan G30SPKI, di mana Pak Harto sedang memberikan petunjuk ke Pak Sarwo Edhie sebagai Komandan Resimen Parako dibantu oleh KKO," kata Gatot Nurmantyo saat webinar berjudul 'TNI Vs PKI' pada Minggu (26/9/2021) kemarin.

Sementara, pihak Kostrad lalu mengklarifikasi adanya pemberitaan dalam diskusi bertajuk “TNI Vs PKI” yang digelar pada Minggu malam itu.

Di keterangan tertulis Kapen Kostrad Kolonel Inf Haryantana disebutkan dalam diskusi yang digelar secara daring tersebut diputar sebuah klip video pendek memperlihatkan Museum Dharma Bhakti di Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) di kawasan Gambir, Jakarta Pusat.

Museum itu disebut berada di bekas ruang kerja Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayjen Soeharto ketika peristiwa G30S/PKI terjadi.

Khairul Fahmi menduga prajurit TNI yang dianggap memiliki paham kiri oleh Gatot Nurmantyo adalah orang yang dinilainya memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan saat ini.

Menurutnya, pembinaan mental ideologi merupakan salah satu pilar TNI dalam menjaga kedisiplinan, loyalitas dan moral prajurit.

Kata Khairul Fahmi, TNI serius terkait hal tersebut, baik melalui profiling dan screening dalam proses seleksi prajurit, penanaman doktrin di lembaga pendidikan, maupun mekanisme reward and punishment dalam pembinaan SDM di kesatuan.

Khairul Fahmi menilai, meski Gatot Nurmantyo sudah pensiun dari TNI dan sampai saat ini tak berpartai, ia banyak terlibat dalam kegiatan yang bersifat politis.

Dengan demikian, kata dia, sulit untuk tidak melihat bahwa peringatan Gatot soal bahaya laten komunis diangkat untuk kepentingan politiknya.

"Pak Gatot ini tampaknya konsisten mengangkat isu ini, terutama setiap mendekati akhir September. Tanpa kita sadari, ia menjadi 'top of mind' dan menjadi bagian dari perbincangan, perdebatan dan pemberitaan tiap kali negara ini bersiap memperingati Hari Kesaktian Pancasila," ujar Khairul Fahmi.

Menurutnya, wajar Gatot Nurmantyo konsisten memilih isu komunisme untuk menjaga dan mengelola eksistensinya.

Dikatakan Khairul Fahmi, topik G30S/PKI sangat menarik bagi sebagian masyarakat, terutama kelompok-kelompok Islam maupun kelompok-kelompok yang terasosiasi dengan militer.

“Isu semacam itu banyak diminati oleh influencer dan buzzer baik online maupun offline,” ujarnya.

Khairul Fahmi bilang, banyak orang yang dengan senang hati dan sukarela akan menggaungkan narasi dan aksi apa pun yang terkait isu G30S, baik positif maupun negatif.

"Ada banyak media memberi ruang bagi kemunculan Gatot Nurmantyo, setiap tahun. Sekarang ini ibaratnya, membincangkan PKI tanpa menyebut nama Gatot itu gak ramai, gak seru," katanya.

Khairul Fahmi menilai hal tersebut menjadi peluang yang sangat dimengerti dan kemudian dikelola Gatot Nurmantyo dan timnya.

"Bayangkan saja, dia gak perlu repot membuat isu yang bisa menjamin eksistensi. Apalagi ditambah kata kunci 'TNI' dan 'Dudung' seperti sekarang. Jelas ramai," katanya lagi.

Masalahnya, sama seperti isu khilafah yang kerap dikonsumsi oleh kelompok lain, isu komunisme akhirnya seperti bara yang terus dipertahankan tetap menyala.

Ia justru khawatir penguasa, elit politik, dan para penyedia jasa pendampingan politik seperti tidak punya niatan membantu masyarakat keluar dari trauma masa lalu dan mendapatkan kebenaran.

Isu-isu tersebut, kata Khairul Fahmi, justru terkesan digunakan untuk adu kuat, menghadirkan polarisasi, memelihara kecurigaan dan rasa takut yang menyebar di kalangan masyarakat.

Menjawab penyusupan komunis di tubuh TNI, Panglima Kostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman, membenarkan patung tiga tokoh di Museum Darma Bhakti Kostrad.

Yakni Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD) sebelumnya ada di dalam museum tersebut.

Patung tersebut, kata Dudung, dibuat pada masa Panglima Kostrad Letjen TNI Azmyn Yusri (AY) Nasution pada 2011 sampai 2012.

Dudung Abdurachman menjelaskan, patung tersebut diambil penggagasnya yakni Letjen TNI (Purn) AY Nasution yang meminta izin kepadanya selaku Panglima Kostrad saat ini.

Dudung Abdurachman menghargai alasan pribadi Letjen TNI (Purn) AY Nasution yang merasa berdosa membuat pat ung-patung tersebut menurut keyakinan agamanya.

"Jadi, saya tidak bisa menolak permintaan yang bersangkutan," katanya, dalam keterangan tertulis, Senin (27/9/2021).

Dudung Abdurachmanmembantah tudingan yang mengaitkan penarikan tiga patung tersebut untuk melupakan peristiwa sejarah pemberontakan G30S/PKI pada 1965.

Dudung Abdurachmanmenegaskan tudingan tersebut tidak benar.

Dirinya dan Letjen TNI (Purn) AY Nasution mempunyai komitmen yang sama, yakni tidak akan melupakan peristiwa terbunuhnya para jenderal senior TNI AD dan perwira pertama Kapten Piere Tendean dalam peristiwa itu.

"Jadi, tidak benar tudingan bahwa karena patung diorama itu sudah tidak ada, diindikasikan bahwa AD telah disusupi oleh PKI. Itu tudingan yang keji terhadap kami," kata Dudung Abdurachman.

Dudung Abdurachman menilai, seharusnya, Gatot Nurmantyo selaku senior di TNI terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan menanyakan langsung kepada dirinya selaku Panglima Kostrad.

Dudung Abdurachman mengingatkan pentingnya tabayun dalam Islam agar tidak menimbulkan prasangka buruk yang membuat fitnah, dan menimbulkan kegaduhan terhadap umat dan bangsa.

Menurutnya, foto-foto peristiwa serta barang-barang milik Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto saat peristiwa 1965 tersebut masih tersimpan dengan baik di museum tersebut.

"Hal ini sebagai pembelajaran agar bangsa ini tidak melupakan peristiwa pemberontakan PKI dan terbunuhnya pimpinan TNI AD serta Kapten Piere Tendean," kata dia. (gita/tribunnetwork/cep)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Gatot Nurmantyo Dituding Jualan Isu Komunis Menjelang 30 September

Baca juga: Semaun, Ketua Umum Pertama Partai Komunis di Indonesia, Awalnya Bagian dari Partai Sarekat Islam

Baca juga: Jenderal Dudung Ingatkan Gatot Nurmantyo Tak Buat Fitnah Soal Tudiang TNI AD Disusupi PKI

Berita Terkini