Tak dipungkiri bahwa gravitasi atau daya tarik medan magnet Bumi yang sangat kuat memungkinkan menarik benda langit apapun untuk jatuh.
Saat memasuki lapisan Bumi, benda-benda ini akan terbakar, ada yang tidak bersisa, namun ada juga yang bertahan.
Lantas, seberapa sering meteorit jatuh dan menghantam Bumi?
Meskipun tumbukan besar jarang terjadi, ribuan potongan kecil batuan luar angkasa, yang disebut meteorit, menghantam Bumi setiap tahun.
Dilansir dari Space, Jumat (10/10/2020), sebagian besar dari peristiwa ini tidak dapat diprediksi dan tidak diketahui.
"Karena mereka mendarat di hutan tak berpenghuni yang luas atau di perairan terbuka seperti lautan," kata Bill Cooke dan Althea Moorhead dari Kantor Lingkungan Meteoroid NASA.
Untuk diketahui, meteorit berasal dari meteorid yakni sisa-sisa batuan dari komet atau asteroid yang bergerak di luar angkasa.
Saat benda-benda ini memasuki atmosfer Bumi, maka mereka disebut dengan meteor.
"Sebagian besar (antara 90 dan 95 persen) meteor ini benar-benar terbakar di atmosfer, menghasilkan garis terang yang bisa dilihat di langit malam," kata Moorhead.
Namun, ketika meteor tidak terbakar habis dan kemudian terjun dengan kecepatan tinggi menuju Bumi dan jatuh ke tanah, mereka disebut meteorit.
• Jokowi Paling Dikagumi, Kalahkan Ustadz Somad, Ahok dan Prabowo, Nawja Shihab Kalahkan Sri Mulyani
Dampak meteorit jatuh Meteor jatuh adalah bencana tak terduga.
Kebanyakan meteorit yang ditemukan di tanah memiliki berat kurang dari satu kilogram biasanya hanya sekitar 0,45 kg.
Kendati tampaknya potongan-potongan kecil batu ini tidak akan menimbulkan banyak kerusakan, namun meteorit yang bergerak dengan kecepatan 322 km per jam dapat jatuh menimpa atap rumah atau menghancurkan kaca depan mobil.
Peristiwa meteorit jatuh dan menimpa rumah atau benda-benda di Bumi juga banyak dilaporkan.
Namun, menurut Cooke, pecahan batu yang jatuh dari langit bahkan bukan masalah terbesar terkait dampak meteor.