Apa Itu Nomophobia, Simak Dampak dan Cara Mengatasinya

Editor: Muuhammad Ferry Fadly
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi hp

TRIBUNJAMBI.COM - Ada beragam alasan membuat banyak orang menggunakan ponsel.

Seperti berkomunikasi dengan keluarga atau saudaranya di luar kota hingga membantu meringankan pekerjaan.

Memang, keterikatan manusia pada ponsel atau gadget lainnya telah mengurangi makna interaksi langsung dengan orang lain.

 Rupanya ada istilah untuk hal ini, yaitu nomophobia.

Tugas Baru Luhut Binsar Pandjaitan Diminta Kendalikan Covid-19 di 9 Provinsi Termasuk DKI Jakarta

Selain Polisi, Satu Orang Pasien Positif Covid-19 Merupakan Pegawai Kantor Pajak di Tanjabbar

Begini Kronologis Angkot Tabrak Polisi Hingga Terseret Sepanjang 5 Meter, Supir Mintak Maaf

Ketakutan Lepas dari Ponsel

Situasi ketika kita terlalu kecanduan gadget dan ponsel menciptakan beberapa kondisi, misalnya saja phubbing yang diartikan sebagai sikap mengabaikan orang lain karena perhatiannya lebih tertuju pada ponsel yang dipegangnya.

Ada juga smombie (smartphone zombie) ketika seseorang akan menjadi mirip 'zombie' saat bersama ponselnya dan enggak peduli pada lingkungannya.

Yang paling banyak ditemui barangkali adalah nomophobia, atau fobia yang dirasakan saat tanpa ponsel dan disebut bisa sangat merusak kualitas hidup dan kesehatan.

Apa Itu Nomophobia?

Nomophobia atau nomofobia mengacu pada kecemasan karena enggak memiliki akses ke ponsel atau layanan ponsel, menurut Oxford English Dictionary yang secara resmi menambahkan kata tersebut pada tahun 2019.

Namun, kecemasan terkait ponsel bukanlah hal baru.

Istilah itu diciptakan pada 2008 berdasarkan survei yang dilakukan oleh UK Post Office untuk menentukan apakah ponsel menyebabkan kecemasan.

Saat itu, sekitar separuh responden mengatakan mereka merasa stres saat enggak bersentuhan dengan ponsel mereka dan kini, belasan tahun berikutnya, hal ini menjadi semakin buruk.

Meski begitu, nomofobia enggak dianggap sebagai kondisi kesehatan mental yang dapat didiagnosis karena enggak tercantum dalam versi terbaru Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM), yang menjadi standar untuk menentukan kondisi kejiwaan.

Mengganggu Tidur

Sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan dalam jurnal Sleep menemukan bahwa 90% dari 327 mahasiswa yang disurvei dapat dikategorikan memiliki nomofobia sedang hingga parah.

Nomofobia dikaitkan dengan gangguan tidur, kantuk di siang hari, dan kebiasaan tidur yang buruk.

Halaman
12

Berita Terkini