TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Hutan dan lahan di Provinsi Jambi terus berkurang karena kebakaran. Tahun lalu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi mencatat 11.736 hektare terimbas karhutla.
Sementara BMKG Jambi berdasarkan pantauan satelit Lapan, juga memantau ribuan titik panas, yang puncaknya terjadi pada September 2019 sebanyak 4.859 hotspot.
KKI Warsi merilis data yang lebih tinggi. Sepanjang 2019, 157.137 hektare hutan dan lahan terbakar, 30.947 titik panas yang terdeteksi. Dampak terluas terjadi di lahan gambut seluas 101.418 hektare.
• BREAKING NEWS Naik Drastis, Jumlah Positif Corona di Jambi Tambah 19 Jadi 188 Orang
• Tak Hanya Pemotor, Pesepeda Juga Bisa Di Tindak Oleh Polisi
• Diduga Ratusan Ribu Data Nasabah Kreditplus Bocor, Dijual di Forum dengan Harga Murah, Benarkah?
Walhi Jambi juga mencatat dampak lebih besar. Hingga 31 Oktober 2019, sekitar 165.186,58 hektare terbakar, sekitar 114.000 hektare di antaranya adalah lahan gambut, sekitar 30.000 hektare di lahan mineral, sedangkan sisanya berada di kawasan lain.
Lalu, bagaimana refleksinya terhadap potensi karhutla pada 2020, dan bagaimana pencegahan serta penanggulangan yang dilakukan?
Kasi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jambi, Kurnia Ningsih memperkirakan, kemarau tahun 2020 tidak sepanjang tahun sebelumnya. Faktor elnino menjadi alasannya.
Dengan suhu muka laut di perairan fasifik tengah dan fasifik timur yang tidak seekstrem tahun 2019, dia menyimpulkan indeks elnino 2020 berasa pada kategori netral. Artinya, kemarau 2020 ini kondisinya tidak sekering 2019 lalu.
"Iklimnya lebih basah dibandingkan 2019. Walau terasa kemarau, tidak terjadi hujan hari ini, tapi tetap ada potensi hujan besoknya," katanya, Selasa (4/8/2020).
Masih berdasarkan perkiraan BMKG Jambi, kemarau tahun ini diperkirakan berlangsung sejak awal Juni hingga September mendatang, dan Agustus menjadi puncaknya. Kendati demikian, dia tidak menampik adanya potensi terjadinya karhutla.
"Tidak terjadi elnino pun, bisa terjadi kebakaran hutan. Jadi, kita harus antisipasi walau elnino dalam kategori netral," ujarnya.
Sejak awal tahun hingga per 4 Agustus 2020, tercatat 517 hotspot yang terpantau BMKG dengan tingkat kepercayaan sedang dan tinggi, terbanyak terpantau di sekitar Kabupaten Tanjabbar.
Namun setelah melakukan pengecekan lapangan (ground check) pada Juni lalu, titik panas dengan tingkat kepercayaan 30-70 persen itu berasal dari sumur minyak PT PetroChina International Jabung Ltd.
Selain itu, tiga titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi juga terpantau di wilayah barat Jambi, sekitar Kabupaten Merangin dan Bungo. Namun karena berada di lahan mineral, pemadaman cukup cepat dilakukan.
Informasi titik panas itu, ulas dia, dilaporkan dua kali sehari, pukul 16.30 WIB dan 05.30 WIB.
Memitigasi hal tersebut, tim satuan tugas pencegahan dan penanggulangan karhutla di Provinsi Jambi bergerak sejak awal.
• Buaya Raksasa Terkam Pemancing, Begini Pendapat Dukun yang Menangkapnya, Ada yang Lebih Besar
• H Sudirman Tegaskan Pembayaran Gaji Non-Tunai Hindari Gratifikasi
Rudi Candra, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Provinsi Jambi menjelaskan, tim satgas sudah melakukan patroli udara, selain menyosialisasikan pentingnya mencegah karhutla pada masyarakat.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan BMKG untuk mendapatkan informasi dari pantauan satelit. Tahun lalu, kata dia, menjadi menjadi pembelajaran agar lebih siap untuk kebencanaan.
"Data-data sudah dipelajari semua. Dari awal kita antisipasi kebakaran supaya jangan sampai seperti tahun kemarin. Kami siapkan rencana strategis dari tahun ini," jelasnya.
Lahan Konsesi dan Gambut Paling Rawan
Berdasarkan catatan KKI Warsi dan Walhi Jambi, baik kebakaran 2015 mau pun 2019, sebagian besar terjadi di lahan konsesi. Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya juga, lahan gambut menjadi kawasan paling rawan terbakar.
Selain kawasan gambut di Muarojambi, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur, perbatasan Kabupaten Muarojambi dan Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, juga menjadi perhatian serius. Pasalnya, titik api terbanyak tahun lalu berasal dari kawasan tersebut.
Abdullah dari Walhi Jambi menjelaskan, selain upaya mitigasi, pemerintah juga perlu mengevaluasi dan menindak tegas pelaku pembakaran.
• Spoiler One Piece Chapter 987, Adegan Apa yang Bikin Editor dari Eiichiro Oda Menangis, Ternyata
• Kisah Tragis Artis yang Dulunya Sangat Terkenal sekarang Bernasib Jadi Gelandangan, Kecelakaan
• Coast Guard China Bisa Jadi Korban Rudal Pelibas Kapal Induk Milik TNI AL Ini Bila Bikin Ulah Lagi
Apa lagi, kebakaran justru terjadi di lahan konsesi. Sejauh ini, sudah dua perusahaan disegel akibat karhutla. Namun, dia menyayangkan belum ada keputusan yang pasti terhadap pelaku pembakaran hutan.
"Penegakan hukum yang lemah menjadi celah kebakaran hutan dan lahan, sehingga harus ada tindakan tegas, apa lagi di tempat yang terbakar berulang kali," dia menekankan.
Untuk itu, dia berharap adanya restorasi mnyeluruh dan penegakan hukum pada perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran.
Selain itu, pemerintah dan pihak perusahaan juga mesti bertanggung jawab secara materil kepada masyarakat, terutama yang menjadi korban karhutla.
Lebih lanjut, Habibi Mainas dari KKI Warsi menambahkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan lahan gambut paling rawan terbakar.
Di antaranya karena adanya kanalisasi, alih fungsi lahan atau hutan di lahan gambut ke tanaman yang tidak memberi dampak baik pada gambut, hingga musim kemarau yang ekstrem.
Secara alami, ulas dia, gambut bisa menyimpan air selama sekitar satu tahun, namun jika terjadi kebocoran atau penyekatan yang tidak sesuai, air tidak bisa tertahan di lahan tersebut.
"Akibatnya, lahan gambut akan kering dan mudah terbakar," timpalnya.
Mengantisipasi hal tersebut, bisa dilakukan dengan replanting gambut dengan pemasangan ekologi di wilayah gambut yang rawan.
Selain itu, bisa juga dengan metode membasahi gambut dengan pembuatan kanal. Hal itu, sudah dilakukan sejak April lalu di wilayah dampingan KKI Warsi.
Meski begitu, menurutnya, perlu adanya sinergisitas para pihak dalam mengelola lanskap yang rawan karhurla, terutama yang dikelilingi konsesi dan berulang.
Jika area tersebut tidak lagi produktif, setidaknya dapat dikembalikan pada fungsi asalnya sebagai lahan gambut. Itu karena, dari luas lahan yang terbakar di Provinsi Jambi, sekitar 64 persen merupakan lahan gambut, dan 24 persen merupakan gambut dalam.
Dia berharap, masyarakat peduli api (MPA) yang turut bersiaga, khususnya di lahan gambut juga mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah sehingga upaya antisipasi dan mitigasi berjalan seperti yang diharapkan.
"Ada mitigasi kolaboratif di sini, dari semua pihak, sehingga kita bisa mencegah terjadinya karhutla," ulasnya.