Ia jatuh seketika dalam keadaan tertungkup di atas misting makanannya.
Sintong sangat kecewa, karena anak buahnya kurang memperhatikan perintah pimpinan.
Ia melampiaskan kekecewaannya kepada Hendropriyono.
"Saya sudah menyampaikan secara detail bagaimana memilih lokasi untuk mendirikan bivak, tetapi mereka tidak memperhatikan. Sekarang kamu cari sampai ketemu, siapa yang menembak Prada Rukiat," perintah Sintong dengan nada marah.
Pasca penembakan Pratu Rukiat, Hendropriyono diperintahkan memimpin untuk memburu siapa pelaku penembakan.
Hendropriyono kemudian memimpin satu Tim Parako berkekuatan 16 orang terbang dengan helikopter Sikorsky S 34 Twin Pac AURI menuju kampung Aruk di daerah penyangga.
Setibanya di kampung itu, ternyata di situ tidak ada kawan.
Semua penduduk berpihak pada gerombolan.
Penduduk tampak tidak suka dengan orang asing.
• Mengapa Luhut Panjaitan Tak Pernah Jadi Danjen Kopassus Namun Pengaruhnya Besar? Ini Jawabnya
Pada waktu itu penduduk belum memahami soal intelijen, tetapi mereka sudah curiga.
Tampaknya mereka akan melakukan penyerbuan ke Posko Tim Parako yang dip-impinnya.
Hendropriyono menghubungi Sintong lewat radio meminta angkutan helikopter untuk pengunduran.
Jika perlu ia akan masuk ke Malaysia, kemudian kembali ke kampung Aruk dengan membawa pasukan Malaysia.
Permintaan itu ditolak oleh Sintong. "Kamu kan bisa keluar dari situ," kata Sintong.
"Tidak bisa Pak. Pengunduran harus dengan helikopter. Saya terkepung," jawab Hendropriyono.
"Pelurumu ada berapa?" tanya Sintong. "Masih penuh Pak," jawabnya.