Kabar menggegerkan ini muncul di majalah POP, volume 2, nomor 17, Tahun 1974.
Diberitakan di situ, Soeharto adalah anak dari Padmodipuro, seorang bangsawan keturunan Hamengkubuwo II (memerintah antara tahun 1792 - 1810, 1811 - 1812, dan 1826 - 1828).
Padmodipuro, karena ingin menikah lagi, memberikan Soeharto - saat itu baru berumur 6 tahun, bersama ibunya - kepada seorang penduduk desa bernama Kertorejo.
Ditambahkan, tampaknya Soeharto tidak pernah berhubungan dengan keraton, sungguhpun kakek buyut dari pihak ibunya, yakni Notosudiro memiliki istri seorang wanita yang berjarak lima generasi, merupakan keturunan putra dari Hamengkubuwono V dengan selir pertamanya.
• Harta Karun yang Ditemukan di Jambi, Emas Diduga Milik Soekarno hingga Mobil Habibie di Atas Pohon
Bisa ditebak, Soeharto langsung murka membaca berita tersebut.
Tiada ampun, setelah ulahnya itu, POP pun dilarang terbit.
Versi kedua menyebut Soeharto sebagai anak hilang yang tidak ditemukan oleh orang tuanya.
Bahkan ada versi yang lebih ekstrem menyebutnya sebagai anak tidak sah.
Konon, seorang berpangkat atau seorang pedagang keliling keturunan Tionghoa menyerahkan Soeharto kepada seorang penduduk desa.
Keterangan versi kedua ini disampaikan oleh Mashuri SH, tetangga Mayjen Soeharto di Jln. Haji Agus Salim pada tahun 1965, dan mantan Menteri Penerangan pada era Orde Baru.
Ini bisa dilacak di buku Suharto: Sebuah Biografi Politik karya R.E. Elson yang terbit tahun 2005.
Silsilah versi ketiga, Soeharto disebutkan sebagai anak seorang petani asal Kemusuk.
Versi inilah yang disampaikan Soeharto dalam konferensi pers di Bina Graha, tanggal 28 Oktober 1974.
Cerita paling akhir ini tegas-tegas membantah cerita versi pertama dan kedua.
Menurut Soeharto, ia adalah putra dari ayah dan ibu yang berasal dari desa Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta.
Kedua orang tuanya tidak pernah meninggalkan desa mereka.