TRIBUNJAMBI.COM - Salat tarawih merupakan satu di antara rangkaian ibadah di bulan suci Ramadan.
Tak lengkap rasanya bila menjalankan puasa Ramadan tanpa melaksanakan salat tarawih.
Di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang, pemerintah mengimbau agar masyarakat melaksanakan salat tarawih di rumah.
Dilansir Tribunjambi.com dari TribunJakarta dan islam.nu.or.id, terdapat panduan salat tarawih kilat yang bisa dilakukan sendiri atau bersama keluarga di rumah.
Kita sadari, salat tarawih yang dilakukan secara cepat kerap dipandang secara negatif.
• Cara Budidaya Porang yang Bikin Paidi Punya Omzet Miliaran di Desa, Padahal Dulunya Pemulung
• Soal Corona Ternyata Ini Alasan Jokowi Enggan Terapkan Lockdown: Coba, Negara Mana yang Berhasil?
Padahal salat cepat bisa saja dilakukan bila memahami aturan yang dijelaskan ulama madzhab. Dahulu, para ulama pun salat ratusan, bahkan ribuan raka'at hanya dalam satu malam.
Selama syarat dan rukun salat terpenuhi dengan baik, maka salat apapun hukumnya sah secara fiqih, baik salat cepat maupun lambat.
Adapun soal diterima atau tidak oleh Allah SWT, itu menjadi rahasia Allah.
Memang, seringkali salat cepat mengabaikan salah satu rukun daripada salat.
Di dalam salat, rukun (fardhu) yang bersifat qauliyah, antara lain takbiratul ihram, surah al-Fatihah, tasyahud dan shalawat dalam tasyahud, serta salam.
Adapun bacaan lainnya termasuk daripada sunnah-sunnah salat yang tidak akan menyebabkan salat tidak sah atau batal bila meninggalkannya.
Berikut panduan secara fiqih sebagai aturan dalam melaksanakan salat tarawih dengan cepat:
1. Niat dan Takbir
Takbiratul Ihram dilakukan bersamaan dengan niat di dalam hati. Keduanya merupakan bagian daripada rukun salat. Lafadz takbiratul Ihram adalah Allahu Akbar (الله أكبر) atau Allahul Akbar (الله الأكبر).
Dua lafadz takbir ini diperbolehkan, kecuali oleh Imam Malik, sehingga ulama menyarankan agar hanya menggunakan lafadz "Allahu Akbar", untuk menghindari khilaf ulama.
Niat di dalam hati. Adapun melafadzkan niat dihukumi sunnah agar lisan bisa membantu hati dalam menghadirkan niat. Niat salat wajib hanya perlu memenuhi 3 unsur, yaitu:
Qashdul fi'il (menyengaja suatu perbuatan) seperti lafadh Ushalli (sengaja aku salat...);
Ta'yin (menentukan jenis salat), seperti Dhuhur, 'Asar, dan lain-lain;
Fardliyyah (menyatakan kefardluannya), seperti lafadz Fardlan.
Sedangkan salat sunnah (kecuali sunah mutlak) hanya perlu memenuhi dua unsur, yaitu Qashdul Fi'li dan Ta'yin.
Misalnya salat tarawih, maka niatnya cukup dengan lafadh "sengaja aku salat tarawih" atau "sengaja aku salat qiyam ramadlan", sudah mencukupi.
Setelah takbir disunnahkan membaca doa Iftitah, dan ini bisa ditinggalkan.
2. Membaca Surah Al-Fatihah
Membaca surah al-Fatihah hukumnya wajib, tidak bisa ditinggalkan. Dalam hadits shahih dijelaskan "لا صَلاَة إِلاَّ بِفَاتِحَة الكِتابِ (Tidak salat kecuali dengan surah Al-Fatihah)".
Dalam hal ini, diperlukan kemahiran membaca cepat dengan tetap menjaga makhrijul huruf dan tajwidnya. Bila mampu, boleh saja membaca dengan satu kali nafas atau washol seluruhnya selama tidak mengubah makna.
Membaca surah al-Qur'an setelah al-Fatihah, hukumnya sunnah. Bila ditinggalkan maka tidak disunahkan sujud sahwi. Oleh karena, Imam hendaknya tetap membaca surah walaupun pendek, bahkan walaupun satu ayat.
Dalam membaca surah al-Fatihah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, di antaranya:
a. Ulama Syafi'i dan ulama lainnya memperbolehkan membaca surah Al-Fatihah dalam salat dengan salah satu qira'ah sab'ah, dan tidak membolehkan qira'ah syaddah. Namun apabila membaca dengan qira'ah syaddah tanpa terjadi perubahan pada maknanya, tidak ada tambahan atau pengurangan huruf maka shalatnya tetap sah.
b. Wajib membaca surah Al-Fatihah dengan keseluruhan huruf-hurufnya dan tasydid-tasydinya yang berjumlah 14 tasydid.
• Reaksi Jokowi Disindir Najwa Shihab Soal Jalan Masih Ramai meski PSBB:Aktivitas Bisa tapi Jaga Jarak
c. Apabila membaca dengan Lahn (irama/langgam) yang mengubah makna maka tidak sah bacaan dan shalatnya bila disengaja. Bila tidak sengaja maka wajib diulang bacaannya.
3. Ruku', I'tidal, Sujud dan Duduk di Antara Dua Sujud
Yang terpenting dari rukun-rukun salat diatas adalah thuma'ninah.
Thuma'niah adalah berhenti sejenak setelah bergerak, lamanya sekadar membaca tasbih (Subhanallah). Kira-kira satu detik atau tidak sampai satu detik.
Bacaan dalam ruku', i'tidal, sujud dan duduk diantara dua sujud hukumnya sunnah, sehingga bisa ditinggalkan.
Namun salat cepat, bacaan tersebut sangat mencukupi untuk membacanya sehingga sebaiknya tidak ditinggalkan.
4. Tasyahud
Tasyahud akhir hukumnya wajib, sehingga tidak boleh ditinggalkan.
Sedangkan tasyahhud awal bagi salat yang lebih dari dua raka'at hukumnya sunnah, sehingga bisa saja ditinggalkan, tetapi disunnahkan sujud sahwi, baik ditinggalkan karena lupa maupun sengaja.
Tasyahhud dibaca secara sir (lirih) berdasarkan ijma' kaum muslimin.
Shalat tarawih dikerjakan dengan dua raka'at satu kali salam, artinya hanya ada tasyahhud akhir.
Bolehkah Membuang Bagian Daripada Tasyahhud?
Dalam hal ini, ada beberapa rincian, bahwa lafadz al-Mubarakatu, al-Shalawatu, al-Thayyibatu, dan al-Zakiyyatu (المباركات، والصلوات، والطيبات والزاكيات) hukumnya sunnah, bukan syarat daripada tasyahhud.
Seandainya pun membuang semuanya lalu mempersingkatnya menjadi "At-Tahiyyatu Lillahi Assalamu'alaika Ayyuhannabiyyu... dan seterusnya (التحيات للَّه السلام عليك أيُّها النبيّ ... إلى آخره), maka hukumnya boleh. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan didalam madzhab Syafi'iyah.
Sedangkan lafadh "Assalamu'alaika Ayyuhannabiyyu .. dan seterusnya (السلام عليك أيُّها النبيُّ ... إلى آخره), wajib dibaca semuanya. Tetapi dalam dalam ini pun masih ada pengecualian yaitu pada lafadh "Wa Rahmatullah wa Barakatuh (ورحمة ا وبركاته)".
Bolehkah Membuang Lafadh "ورحمة الله وبركاته"? Dalam hal ini, setidaknya ada tiga pendapat:
Pertama, pendapat yang paling shahih, adalah tidak boleh membuang satu pun dari lafadh tersebut.
Kedua, boleh membuang dua lafadh tersebut "ورحمة الله وبركاته".
Ketiga, boleh membuang lafadh "wa Barakatuh (وبركاته)", tetapi tidak boleh membuang lafadh "wa Rahmatullah (رحمة الله)".
5. Shalawat kepada Nabi Muhammad
Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw setelah tasyahhud akhir hukumnya wajib, sehingga tidak sah salat seseorang apabila meninggalkan shalawat.
Sedangkan shalawat kepada keluarga Nabi tidak wajib dalam madzhab Syafi'i, namun hukumnya sunnah menurut pendapat yang shahih serta masyhur.
Sebagian ulama Syafi'i mengatakan tetap wajib. Lafadh shalawat yang afdhol adalah:
اللَّهُمَّ صَلِّ على مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيّ الأُمِّي، وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ وَأزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِه، كما صَلَّيْتَ على إِبْرَاهِيمَ وَعلى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبارِكْ على مُحَمَّدٍ النَّبِيّ الأُمِّيّ، وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ وَأزْوَاجِهِ وَذُرّيَّتِهِ، كما بارَكْتَ على إِبْرَاهِيمَ، وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
6. Salam
Salam dalam rangka keluar dari salat termasuk bagian daripada rukun/fardlu salat. Bila ditinggalkan maka tidak sah salat seseorang.
Salam yang sempurna menggunakan lafadh Assalamu'alaikum wa Rahmatullah السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ ke kanan satu kali dan ke kiri satu kali.
Salam yang wajib hanya satu kali, sedangkan salam kedua hukumnya sunnah sehingga bila ditinggalkan tidak akan merusak salat.
(TribunJakarta/Muji Lestari)
SUMBER: Tribun Jakarta
• Jadwal Belajar dari Rumah Hari Ini dan Pembahasan Pelajaran Matematika dan Sejarah untuk Kelas SD
• Reaksi Ashanty Tumor Diderita Asisten Rumah Tangganya Makin Parah: Lain Kali kalau Sakit Ngomong!