Tribun Wiki

Kisah Aa Petot Pelukis di Muara Bulian Melukis Pakai Pena di Kanvas

Penulis: Muuhammad Ferry Fadly
Editor: Rian Aidilfi Afriandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aa Petot pelukis di Muara Bulian yang sedang menunjukan lukisannya

TRIBUNJAMBI.COM, BATANGHARI - Bunyi gesekan pena di atas kanvas terus terulang terdengar, pena tersebut pun memuntahkan tintanya yang bewarna biru.

Sang tuan pena pun terus meyiksa dan terus menggesekan pena di atas kanvas hingga terbentuk suatu gambar, simbol dari isi hati sang tuan pena. 

Sang tuan pena bernama Safarudin, kerap di panggil Aa Petot, ia telah mempelajari dan melakukan seni lukis di atas kanvas dengan menggunakan pena. 

"Satu tahun ini lah saya mulai menerapkan lukisan dengan media pena," ujar pria lahiran 1974 ini belum lama ini.

Aa Petot adalah warga asli Palembang, ia bercerita hidupnya banyak dihabiskannya di jalanan, mulai tergabung bersama Komunitas Vespa, hingga belajar melukis sampai ke tanah Jawa.

Bupati Merangin Sambut Kunjungan Kapolda Jambi ke Merangin

VIDEO Dua Orang Warga Kota Jambi Peserta Ijtima Tablig Akbar di Gowa Positif Corona

Dapat Perlakuan Sadis, Dua Pelajar China Ini Didiskriminasi di Australia: Keluar dari Negara Kami

"Saya suka melukis sejak SD, memang hobi menggambar, kenal dengan warna pada tahun 1999, dan terus saya dalami seni lukis, hingga saya pernah tinggal di Yogjakarta kurang lebih satu tahun, untuk mempelajari seni lukis," jelasnya. 

Saat ini, Aa Petot tinggal di Dekranasda Kabupaten Batanghari, ia tinggal di ruangan yang cukup besar.

Berisikan benda-benda hasil karya anak negeri, mulai dari seni ukir, hasil dari tandunk sapi maupun kerbau, hingga beragam lukisan yang telah ia buat.

Ia pun tidur hanya menggunakan ayunan yang ia buat sendiri.

"Keseharian saya ya di sini, bangun bikin kopi, lalu melihat sekitar ruangan, apa yang bisa saya kerjakan, ya saya lakukan," cerita pria berambut gondrong ini.

Ia mengatakan, sudah satu tahun lebih tinggal di situ. Sejarah ia bisa tinggal di situ karena berkenalan dengan seseorang yang berasal dari Muara Bulian.

"Dulu sama sama Komunitas Vespa, saya kenal beliau, lalu saya diajak ke sini, syukur saya sudah diberikan tempat tinggal di sini," katanya.

Ia beralasan, melukis menggunakan pena karena ingin membedah genre seni lukis sebisa mungkin.

"Kalau saya ditanya, genre lukisan saya ini, saya bingung jawabnya, karena saat ini semua genre telah dibedah oleh para seniman, melukis saat ini bukan hanya menggunakan kanvas dan kuas, sudah banyak media baru di temukan dalam melukis ini, seperti contoh di Yogjakarta, saya temukan melukis di atas pasir," ucapnya.

Ia juga mengatakan, lebih susah melukis menggunakan kuas dibandingkan pena.

"Karena, menurut saya, jika kita menggunakan pena, kita sudah bisa menebak lebar dan besaran goresan yang di hasilkan, tinggal keterampiran kita dalam mengolahnya menjadi sebuah gambar yang kita harapkan, kalau kuas, jika kita ingin menghasilkan gambar dengan ukuran kecil, itu sangat sulit sekali dan harus berhati hati dalam menggoreskannya di atas kanvas," katanya.

Ia menceritakan awal mula melulis menggunakan pena karena menurutnya, menggambar itu adalah imajinasi.

"Ide yang terlontar di dalam pikiran itu harus segera di tuangkan, jika kita menunggu melukis harus menggunakan kanvas dan kuas, ide tersebut hilang, artinya kita harus berfikir bagaimana agar ide yang sudah di dapatkan segera kita tuangkan, terpikirlah di saya pena, mulai saya coba, dan jadilah hasil gambar yang saya goreskan di atas kanvas," lanjutnya.

Sebenarnya, lanjut Aa Petot, saya ingin mencoba sejauh mana pena ini dapat di kategorikan lukisan, karena hasil dari pena ini dua dimensi, dan pena ini hasilnya baku.

"Di situlah saya mencoba mendalami lukis dengan pena ini," ujarnya.

Ia mengatakan ide itu biasa di dapatkan dari kehidupan sehari hari.

"Ide itu berasal dari penglihatan saya, terhadap kehidupan sehari hari yang saya lihat, dan ide tersebut saya tuangkan dengan menggerakan tangan saya di atas kanvas, mengalir saja, terkadang yang awalnya misal, saya ingin melukiskan korek api, di tengah jalan muncul lagi ide untuk menambahkan benda lain, seperti kopi, asbak dan lain lain, jadi menurut saya ide itu muncul dari apa yang kita lihat dan mengalir dari apa yang kita goreskan," ungkap Petot.

Dalam satu karya, ia mengatakan tidak menentu untuk berapa lama satu lukisan terbentuk.

"Tegantung mood saya, ada yang dua hari, ada yang bisa satu minggu, dan dalam satu karya, biasanya saya menghabiskan dua pena atau lebih, tergantung dari banyaknya benda yang saya ambil," sebutnya.

Di Sanggar Komunitas Pengarajin Industri Seni Kreatif (KPIK), tempat Aa petot tergabung sekarang, terlihat semua lukisan yang sudah ia buat, sekitar 20 lebih ide yang ia tuangkan diatas kanvas dengan senjata pena, rerata, terlihat hasil dari lukisan Aa Petot berbentuk benda dan alam, seperti kapal, ikan, dan bulan Purnama. Ia bercerita hampir separo dari hasil karyanya ini bertemakan kerinduan.

"Banyak dari karya saya bertema kerinduan, seperti bulan purnama, kapal, bagi saya itu adalah simbol kerinduan saya terhadap anak saya, tetapi balik lagi, di dunia seni banyak angel yang dapat di nilai orang, tergantung siapa yang melihat, contohnya ada yang melihat lukisan purnama, mungkin mereka mengganggap si pelukis suka akan bulan purnama, atau apa, tetapi jauh di lubuk hati pelukis kita tidak tau apa sebernya arti dari bulan purnama tersebut," ungkapnya.

Ia mengaku saat ini sanggat rindu dengan anaknya yang berada di Kerinci, saat Tribun menayakan karya yang membuat ia meneteskan air mata saat melukisnya, pria yang ramah ini menjawab hampir semua.

"Jika saat ini anak saya berada di sini, mungkin akan menjadi hasil karya yang lebih dahsyat lagi dari semua ini, dan saat ini, saya hanya bisa berimajinasi tentang kerinduan tersebut, karena sudah sekian lama tidak bertemu, hanya sebatas imajinasi saya dengan anak saya, saya tidak bisa membohongi itu," katanya sambil menundukan kepala.

Ia menggangap, melukis itu sama seperti menulis buku.

"Setiap lukisan yang saya buat, itu sebenarnya saya sedang mencerikan apa yang saya rasakan, hanya saja haslnya berbeda dengan orang membuat buku," ungkapnya.

Saat ini, ia mengaku belum memasarkan lukisannya ke dunia luar.

"Jika ada yang datang ke sanggar, mereka mau membeli lukisan saya ya saya jual, harganya pun saya melihat dari sejauh mana pembeli menyukai lukisan saya, saya tidak pernah patok harga brp, saya ingin melihat apresiasi pembeli terhadap lukisan pena yang saya buat," jelasnya.

Ia juga belum mengikuti pameran yang ada di Provinsi Jambi.

"Karena di sini kebanyakan pameran yakni pameran kelompok, bukan pameran pasar, bukan saya tidak mau ikut pameran, tapi nanti yang ditakutkan akan beradu idealis kita dengan kawan kawan," ungkapnya.

Ia mengatakan modal untuk melukis ini adalah modal sendiri.

"Dan saya cari media semurah mungkin untuk menuangkan ide-ide yang saya punya," ungkapnya.

Bahan yang Tepat Untuk Bikin Masker Kain hingga Cara Sederhana Membuat Masker Tanpa Dijahit

Virus Corona Bisa Mati dengan Sendirinya? Benarkah? Begini Penjelasan dari Dokter, Penting Dibaca

Saat ini, impian Aa petot adalah mempunyai galeri sendiri dan pameran sendiri.

"Karena puncak kepuasa saya saat ini memiliki itu, di situ saya bisa melihat orang orang mengapresiasi lukisan saya, di situ saya bisa memberikan edukasi terdapat orang tentang arti lukisan saya," tutupnya.

Berita Terkini