Mengapa Posisi Ketua MPR Jadi Rebutan? Ini Analisis dari Pengamat Politik UGM dan Unair

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bambang Soesatyo, Ketua MPR

Mada juga menilai jabatan ketua MPR merupakan posisi politik yang aman untuk membangun citra diri.

"Jabatan selama lima tahun ini bisa menjadi semacam kampanye gratis. Tapi apakah ini akan diarahkan ke 2024, kita masih perlu melihatnya," ucap dia.

Peran Simbolis

Sebagai lembaga bikameral, Novri mengatakan MPR berwenang dalam menetapkan atau amandemen UUD, melantik presiden dan wapres, memakzulkan presiden atas usulan DPR, dan menganti wapres dalam kasus tertentu.

"Kewenangan itu disebut politik kenegaraan. Nah, posisi ketua MPR pada situasi khusus, bisa menentukan arah dan dinamika politik negara," ungkapnya.

Melihat peran MPR selama lima tahun belakangan yang hanya fokus pada sosialisai pilar-pilar kebangsaan, Mada menilai MPR tidak memiliki peran strategis jika melihat apa yang mereka kerjakan selama lima tahun ke belakang," tambahnya.

Melihat konteks tersebut, Mada menilai peran MPR dalam proses politik sehari-hari sangat minimal hanya memiliki peran simbolis.

"Meski perannya hanya simbolik, ini kan jabatan lembaga negara. Jadi, ada potensi kekuasaan melalui wewenang yang dimilikinya. Ini juga membuat posisi tersebut diperebutkan para elite," ujarnya.

Berapa gajinya?

Politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo resmi terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) secara aklamasi dalam Rapat Paripurna Penetapan dan Pelantikan Ketua MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Terpilihnya Bambang Soesatyo sebagai ketua MPR tak melalui jalan mulus. Sebab, pada awalnya setiap partai mengajukan calon berbeda-beda.

Ada yang ikut mengusung calon yang diusung koalisi, ada pula yang mengusung kader sendiri. Namun, ada dua poros yang menguat sebagai kandidat Ketua MPR, yakni dari Partai Golkar dan Partai Gerindra.

Awalnya, Partai Gerindra bersikeras mencalonkan Ahmad Muzani sebagai ketua MPR. Sementara, delapan fraksi di DPR beserta unsur kelompok DPD sepakat mendukung Bambang.

Ketua Fraksi Ahmad Riza Patria mengatakan, partainya ingin memastikan sejumlah agenda MPR dapat dimplementasikan dengan baik, antara lain revisi terbatas UUD 45 dan menghadirkan kembali GBHN.

Namun, pada akhirnya, partai berlambang garuda itu mengalah dan ikut mendukung Bambang.

Halaman
123

Berita Terkini