Namun, ketika ditanya tentang hal ini, Mbah Pani menegaskan bahwa dirinya tetap shalat ketika bertapa.
"Ya shalat lah. Tapi wudunya tidak pakai air.
Saya tayamum pakai tanah.
Ya menurut keyakinan saya lah, saya usap-usapkan (ke anggota tubuh yang perlu diusap saat tayamum).
Shalat ini tidak saya lupakan.
Sebab ini kewajiban orang Islam," terang Mbah Pani, lagi-lagi dalam bahasa Jawa.
Mbah Pani mengaku, dirinya memang kurang bisa berbahasa Indonesia.
Shalat Lima Waktu
Informasi yang kami dapat dari pihak keluarga, setiap waktu shalat wajib tiba, keluarga akan memberitahukannya pada Mbah Pani melalui lubang peralon yang terpasang di liang pertapaan.
Melalui lubang pralon tersebut, sebuah tali tambang menghubungkan Mbah Pani dengan "dunia luar".
Satu ujung tali terikat pada tangan kirinya, ujung lainnya berada di luar liang kubur.
Jika keluarga hendak menyampaikan waktu shalat, tali tersebut akan ditarik-tarik sebagai kode.
Mbah Pani menerangkan, selain shalat wajib, ia juga melaksanakan shalat sunnah ketika melakoni topo pendem.
"Shalat hajat dan tahajud kalau malam hari. Saya jalankan terus sekuat saya," ucapnya.
Mbah Pani mengaku tidak ada wirid khusus yang ia baca selama menjalani ritual.
Ia baca surat dalam Al-Qur'an maupun kalimah thoyyibah yang ia ketahui.