HUT Ke 74 RI

Soekarno Keluar Rumah, Menatap ke Langit lalu Berdoa Sebelum Menulis Teks Proklamasi

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden pertama RI, Soekarno

Ia memerhatikan bintang-bintang yang bertebaran hingga menemukan satu yang paling terang.

Darmosugondo mengatakan, saat itulah Soekarno memanjatkan doa dan memohon petunjuk kepada Tuhan untuk negeri besar yang menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang Pemimpin Negara.

Presiden pertama RI, Soekarno ((KOMPAS/JULIAN SIHOMBING))

Tidak hanya melandasi amanat yang akan disampaikannya dengan kekayaan spiritual, Soekarno juga turun menemui rakyat untuk memahami permasalahan konkret yang tengah dialami bangsanya.

Ketika dua hal itu sudah dilakukan, Soekarno akan menuliskan amanatnya, bukan dengan mesin tik, melainkan tulisan tangan.

Libatkan emosi hingga air mata

Sementara, ada pengakuan langsung sang Proklamator melalui penggalan amanat yang ia sampaikan saat peringatan kemerdekaan tahun 1963.

Soekarno menyebutkan, ia kerap menitikkan air mata saat menuliskan amanat karena kondisi batin yang penuh dengan emosi.

“Dengan terus terang saya katakan di sini bahwa beberapa kali saya harus ganti kertas, oleh karena air mataku kadang-kadang tak dapat ditahan lagi,” kata Soekarno dalam pidatonya.

Emosi ini bukan amarah, melainkan perasaan haru dan cinta yang begitu besar kepada bangsa dan negara.

“Tiap kali saja mempersiapkan pidato 17 Agustus lantas menjadi seperti dalam keadaan keranjingan,” ujar Soekarno.

Dia pun menjelaskan maksud dari ‘keadaan keranjingan’ yang ia sebutkan sebelumnya sejumlah perumpamaan.

“Segala yang gaib dalam tubuh saya lantas meluap-luap. Seluruh alam halus di dalam tubuh saya ini lantas seperti menggetar dan berkobar dan menggempur. Dan bagiku, api lantas seperti masih kurang panas, samudera lantas seperti masih kurang dalam, bintang di langit lantas seperti masih kurang tinggi,” papar Bung Karno.

Soekarno juga mengungkapkan betapa ia bangga dan kagum terhadap bangsa majemuk yang ia pimpin. Kekaguman ini tak jarang membawanya pada perasaan terharu.

Naskah teks proklamasi tulisan tangan (Dadang JSN)

“Saya menulis pidato ini sebagaimana biasa dengan perasaan cinta yang meluap-luap terhadap Tanah Air dan bangsa. Tetapi ini kali dengan perasaan terharu juga. Lebih daripada biasa terhadap keuletan Bangsa Indonesia dan kekaguman yang amat tinggi terhadap kemampuan Bangsa Indonesia,” ujar Soekarno saat upacara peringatan kemerdekaan 56 tahun lalu.

Pada peringatan kemerdekaan ke-20 RI, 17 Agustus 1964, Soekarnno menyampaikan pidatonya yang berjudul “Berdikari”.

Halaman
123

Berita Terkini