Teater Palembang Suarakan Isu Lingkungan yang Juga Terjadi di Jambi
TRIBUNJAMBI.COM - “Can we talk about this?”
Pertanyaan ini menggema diutarakan Sonia dalam ruang teater Arena Taman Budaya Jambi.
Satu tandan sawit tergeletak dan dihujani lampu biru dan kuning.
Dua perempuan dan beberapa orang lelaki berlari-lari di panggung teater Taman Budaya Jambi.
Satu orang berdiri di sisi depan, satu di sisi kiri, satu sisi kanan dan satu di sisi belakang.
Masing-masing dari mereka memegang kata-kata yang tertulis di sebuah kertas panjang yang sepertinya dialasi triplek.
Mereka membuang ke tengah panggung.
Kata-kata seperti lading, bahasa-bahasa asli sebuah daerah hingga peninggalan Sriwijaya perlahan menumpuk dan kemudian diinjak-injak.
Mereka semua merespon ruang dengan suara, puisi dan gerak tubuh.
Lalu memberikan kata-kata tersebut pada penonton.
Baca: Dulu Viral Bayi Dibuang Ibunya di Toilet Masjid, Kini Anak Itu Bahagia Pasca Diadopsi Artis Terkenal
Baca: Luluskah Mantan Kapolda Jambi Anang Iskandar ? Ini 40 Nama Capim KPK yang Lolos Tes Psikologi
Baca: Laporkan Pria Bernama Joe, Sunan Kalijaga Tuding Sebagai Pemberi Dampak Buruk ke Salmafina
Baca: Tips Fitnes Hilangkan Perut Buncit, Lakukan 7 Gerakan Ini Setiap Hari, Tingkatkan Kesehatan Jantung
Isu-isu seputar sawit, lahan, budaya dan bahasa-bahasa lokal direspon dan dimetaforakan Sonia Anisah Utami dan kawan-kawannya menjadi gerakan-gerakan dalam naskah Talang Tuwo: Glosarium Project.
Sonia mengatakan penampilan Teater Potlot dalam naskah yang ditampilkan di Taman Budaya Jambi (TBJ) ini sudah dipersiapkan cukup lama.
“Kalau untuk proses sudah dari bulan April. Karena ini lanjutan dari karya pertama yang ditampilkan bulan 4 di Urban Street Palembang,” katanya.
“Kemudian masuk studio kembali untuk glosarium project di dua minggu terakhir sebelum penampilan dengan pembaruan naskah dan capaian estetik tubuh,” katanya.
Sonia menjelaskan estetika tubuh yang dicapai bukan hanya sekadar bergerak dalam ritme.
“Tapi bagaimana pesan tidak hanya dibahasakan lewat kata tapi juga melalui metafora gerak dan ritme,” kata dosen tari di Program Studi Sendratasik PGRI Palembang ini.
Coni Sema selaku sutradara menjelaskan pada penampilan ini isu yang paling menonjol adalah tentang pengelolaan bentang alam melalui perkebunan baik yang terjadi di Jambi, Sumsel sampai Pekanbaru.
“Pendekatannya selalu berpihak pada ekonomi. Jadi kita melihat sebenarnya banyak sekali perspektif alternatif dalam pengelolaan bentang alam. Seperti budaya juga masyarakat adat, situs-situs artefak budaya karena banyak juga peinggalan Sriwijaya di rawa gambut,” katanya.
“Teater perlu mencari satu bahasanya sendiri untuk menyampaikan isu ini,” kata Coni.
Coni mengatakan pihaknya mengajak mencari sisi lain dari ppola pertunjukkan teater.
Baca: Kumpulan 50 Ucapan Selamat Idul Adha 2019, Cocok Untuk Sahabat, Kolega, dan Dipajang Sebagai Status
Baca: Jadwal Liga Inggris 2019/2020 Pekan Pertama, Ada Laga Bigmatch Man United vs Chelsea Live Streaming
Baca: Viral, Cara Memasak Mie Instan Tanpa Air, Mie Goreng Jadinya Benaran Digoreng, Warganet Protes
“Pun performanya kita cari dalam bentuk lain. Kemarin kita coba glosariumu project itu semacam pekerjaan mengumpulkan kata-kata yang mungkin nanti tindak lanjutnya jadi satu buku,” katanya.
Pencarian cara penyampaian alternatif ini lah yang ditampilkan Coni bersama Teater Potlot Palembang di Temu Teater Se-Sumatera di Taman Budaya Jambi.
Coni juga menambahkan premis yang disampaikan naskahnya ini lebih pada penandaan teks dari teater.
“Bahwa kita coba bicara di sini (ruang teater) tidak di ruang-ruang provokatif, ruang publik yang cenderung berbau pamflet. Kita coba mencari bahasa baru atau warna bahasa dari teater,” katanya.
Temu Teater Se-Sumatera ini diadakan 2 Agustus hingga 4 Agustus lalu. Dalam temu teater ini ada pula penampilan sutradara Iswadi Pratama dari Provinsi Lampung, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh dan Provinsi Jambi.
Semua enyampaikan wacana berbeda-beda mulai dari isu ekologis, gaya hidup mausia modern, eksistensialisme seorang penulis sampai ekonomi dan teknologi.(Tribunjambi.com/Jaka HB)