Yang pasti, penggagas Serangan Umum itu mendiang Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan bukan Pak Harto seperti yang diyakini pemerintah Orde Baru, "kata Kepala Arsip Nasional RI Dr. Muhklis Paeni dalam siaran pers di Gedung Arsip Nasional RI Jakarta, Jumat (10 Maret) 2000) petang.
Menurut Muhklis, gagasan mendiang Sri Sultan hendak mengadakan SU 1 Maret 1949 itu dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional, yakni menunjukkan kepada dunia internasional "denyut nadi" Republik Indonesia masih hidup.
Ide itu, jelas Muhklis, lalu didiskusikan dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman dan akhirnya dibahas.
Atas saran Jenderal Soedirman, Sri Sultan lalu menghubungi Letkol Soeharto soal ide itu dan membahas pengoperasiannya.
Meluruskan Sejarah
Sekretaris Pengendalian Pemerintahan / Pjs. Menteri Sekretaris Negara Bondan Gunawan ketika berada di Yogyakarta mengungkapkan hal serupa.
Dalam kaitan ini Ia menegaskan, karena dokumen otentik tentang peristiwa sejarah SU 1 Maret 1949 telah dimiliki, pemerintah melalui kepala Arsip Nasional RI akan "meluruskan" masalah ini.
Wawancara itu sendiri dilakukan BBC London ketika Sri Sultan selaku wakil presiden sedang berkunjung ke Inggris.
Adapaun menyangkut dokumen Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pihaknya belum bisa memberikan penjelasan, karena hingga kini dokumen itu belum jelas keberadaannya.
"Arsip Nasional sedang setengah mati mencarinya. Itu dalam proses," kata Bondan Gunawan.
Namun, di sisi lain Ia mengingatkan, catatan sejarah yang menyangkut Supersemar maupun SU 1 Maret harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya, baru kemudian benar atau salah.
Baca: Viral, Usai Lepas Jilbab, Beredar Foto Salmafina Dikabarkan Pindah Agama, Ini Kata Sunan Kalijaga
Baca: PROBOSUTEJO Pegang 2 Senjata Kawal Ibu Tien Pulang, Pak Harto Rahasiakan Kejadian Sebenarnya
Adapun sikap pemerintah sikap pemerintah terhadap SU 1 Maret dan dan Supersemar tergantung rakyat.
"Setneg itu, kan, aparat pemerintah, dan pemerintah merupakan alat rakyat. Kalau rakyatnya mau begitu, ya jangan Anda menjauhkan Setneg dari rakyat, kata Bondan Gunawan.
Sultan HB IX Minta Laskar Rutin Latihan Perang
Melansir dari National Geographic, ketika pada bulan Januari 1946 Ibukota RI berpindah ke Yogyakarta, maka sebagai Raja Yogyakarta, Sultan HB IX harus bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan Presiden Soekarno dan semua stafnya.