TRIBUNJAMBI.COM - Polisi menyebut Kivlan Zen merencanakan pembunuhan terhadap Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya.
Selain Yunarto Wijaya, polisi menyebut target yang juga direncanakan Kivlan Zen dibunuh ialah 4 orang jenderal, yakni Luhut Pandjaitan, Budi Gunawan, Gories Mere, dan Wiranto.
Lalu bagaimana tanggapan Yunarto Wijaya setelah menjadi target pembunuhan, dan bahkan telah sempat disurvei rumahnya oleh orang yang mengaku dibayar oleh Kivlan Zen?
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya sendiri mengatakan dirinya tak punya dendam pada orang yang telah merencanakan pembunuhan terhadap dirinya.
Baca: Hemianti Terbangun Dengar Teriakan Adik, Ternyata Baru Dibunuh Pacar Karena Belum Mau Diajak Nikah
Baca: Deretan Smartphone Kelas Menengah Dibawah Rp 5 Juta, Mulai Samsung, Vivo, Oppo, Honor, Huawei
Baca: Video Robohkan Rumah Pakai Eskavator, Karena Suami Duga Istri Selingkuh di Kampung
Ia bahkan sudah sudah memaafkan orang yang berniat untuk menghabisi nyawanya itu.
"Saya pribadi dan keluarga sudah memaafkan dan tak memiliki dendam apapun, baik kepada perencana maupun eksekutor," terang Yunarto Wijaya, pada Rabu (12/6/2019).
Yunarto berterimakasih atas langkah-langkah pengamanan yang dilakukan Polri dan TNI yang berhasil membuat situasi kondusif, dan membuatnya lepas dari aksi pembunuhan berencana.
Setelah menjadi target pembunuhan justru, Yunarto Wijaya mengatakan membuatnya untuk belajar kembali tentang kasih.
Memaafkan orang yang memusuhinya, bahkan ingin membunuhnya, membuat Yunarto Wijaya merasa lebih bisa mensyukuri dan menikmati kehidupan ini.
Ia mengajak semua pihak mempercayakan proses hukum yang berjalan, tanpa diiringi oleh tekanan dan ujaran kebencian dari pihak manapun.
"Kejadian ini harus dilihat bukan dalam konteks keselamatan orang-orang yang ditarget, tapi bagaimana demokrasi kita yang telah tercemar," ungkapnya.
"Tercemar ujaran kebencian yang tidak bisa membunuh perbedaan. Tercemar dengan aneka rupa kebohongan yang anti terhadap keberagaman," terang dia.
Yunarto menambahkan, permainan politik identitas dalam perhelatan demokrasi harus diakui sering terjadi berbagai negara, meski bukan sesuatu yang diharapkan.
Tetapi, saat dilumuri dengan berbagai ujaran kebencian dan hoaks, hasil akhirnya adalah terkoyaknya modal sosial sebagai bangsa.
"Ini bukan sekadar untuk disesali, tapi seyogianya menjadi pembelajaran bersama agar tak lagi terulang di waktu-waktu yang akan datang," ungkapnya.